yang bernilai tinggi, 4 melaksanakan pengolahan pasca panen dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk pertanian, dan 5 melaksanakan diversifikasi
bisnis horizontal antar pertanian dan non pertanian.
2.2. Pertanian Semiorganik dan Anorganik
Pertanian semiorganik dan anorganik merupakan suatu proses budidaya dalam kegiatan usahatani. Berikut ini dijelaskan pengertian pertanian semiorganik
dan anorganik, serta perkembangan pertanian organik di Indonesia.
2.2.1. Pengertian Pertanian Semiorganik dan Anorganik
Menurut Las et al. 2006, ada dua pemahaman umum tentang pertanian
organik. Pertama, Pertanian O
rganik ”Absolut” POA sebagai budidaya pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia, hanya menggunakan pupuk
organik. Sistem ini dikaitkan dengan konsep pertanian berkelanjutan rendah input Low Input Sustainable Agriculture, LISA. Sasaran utamanya adalah produk dan
lingkungan yang bersih dan sehat ecolabeling attributes. Andoko 2010 menyatakan bahwa pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang
akrab dengan lingkungan dan berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam. Pertanian organik merupakan usahatani yang memperhatikan keberlanjutan
produksi, ekosistem, dan lingkungan. Kedua, Pertanian O
rganik ”Rasional” POR atau pertanian semiorganik merupakan budidaya pertanian yang menggunakan bahan organik yang berfungsi
sebagai pembenah tanah dan menggunakan suplemen pupuk kimia anorganik. Pestisida dan herbisida digunakan secara selektif dan terbatas, atau menggunakan
biopestisida. Landasan utamanya adalah sistem pertanian modern yang mengutamakan produktivitas, efisiensi produksi, keamanan, serta kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan. Perubahan dari pertanian organik rasional ke pertanian organik absolut akan berdampak terhadap penurunan produktivitas,
karena diperlukan masa transisi. Masa transisi adalah masa yang diperlukan dalam proses perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah secara bertahap sampai
keadaan stabil dimana unsur hara yang digunakan secara efektif oleh tanaman dalam jumlah mencukupi. Masa transisi merupakan proses adaptasi sifat fisik,
kimia, dan biologis tanah terhadap perubahan perlakuan tanah dari anorganik ke semiorganik untuk menuju pertanian organik Prayoga, 2010.
Perbedaan pertanian semiorganik dan anorganik adalah dalam hal penggunaan input pertanian Salikin, 2003. Input pertanian yang digunakan
dalam pertanian semiorganik bersifat alami, misalnya pupuk organik dan pestisida yang ramah lingkungan, namun masih menggunakan pupuk kimia dalam dosis
yang rendah atau sesuai dengan kondisi tanaman. Pertanian anorganik menggunakan input produksi berbahan kimia, serta menggunakan pestisida untuk
mengatasi hama dan penyakit. Pertanian semiorganik berorientasi pada sustainabilitas ekologi dan tujuan jangka panjang, sedangkan pertanian anorganik
berorientasi pada peningkatan produksi dan bersifat jangka pendek. Perbedaan usahatani padi semiorganik dan anorganik dapat dilihat pada
standar penggunaan pupuk urea, TSP, dan KCL yang direkomendasikan oleh dinas pertanian Jawa Barat untuk Kecamatan Cijeruk Tabel 3. Rekomendasi
pupuk yang digunakan mengacu pada rekomendasi Kecamatan Cijeruk, dikarenakan tidak tersedianya rekomendasi pupuk untuk Kecamatan Cigombong
dan Kecamatan Cijeruk merupakan kecamatan terdekat dengan Kecamatan Cigombong. Tabel 3 menunjukkan bahwa standar penggunaan pupuk
usahatani padi anorganik tanpa bahan organik masing-masing sebesar urea 300 Kilogram per Hektar, TSP 50 Kilogram per Hektar, dan KCL 50 Kilogram per
Hektar. Standar penggunaan pupuk usahatani padi semiorganik adalah urea 280 Kilogram per Hektar dan TSP 50 Kilogram per Hektar.
Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan Pupuk Propinsi Jawa Barat Kecamatan Cijeruk Tahun 2007
KgHa
Uraian Tanpa Bahan Organik
5 Ton jeramiHa
Urea 300
280 SP-36
50 50
KCL 50
Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat 2007
2.2.2. Perkembangan Pertanian Organik