Konstruksi Hirarki 1 Analisis Strategi Peningkatan Dayasaing Minyak Pala

38

4.4. Analisis Strategi Peningkatan Dayasaing Minyak Pala

Konstruksi hirarki dalam analisis dayasaing minyak pala Nutmeg oil Indonesia dimaksudkan untuk menggali elemen-elemen yang dikandung dalam kompleksitas permasalahan agroindustri minyak pala. Konstruksi disusun berdasarkan analisis dan data yang diperoleh dari interview mendalam dengan pedagang bahan baku, pengusaha industri minyak pala, pakar yang mewakili akademisi, praktisi dan birokrat, pemerintah daerah serta narasumber lainnya yang terkait, studi literatur serta hasil analisis ISM yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis diawali dengan menentukan tujuan utama goal dari kajian permasalahan peningkatan dayasaing, sedangkan faktor penentunya didekati dengan Model Diamond Porter. Analisis sub faktor penentu dayasaing didasarkan pada faktor yang paling mendorong dalam meningkatkan dayasaing minyak pala. Selanjutnya adalah menentukan aktor-aktor yang terkait dan terlibat dala m sistem yang sangat berpengaruh dan saling keterkaitan serta berperan sebagai sub faktor peningkatan dayasaing. Dalam analisis sistem, tujuan merupakan hasil akhir yang ingin dicapai oleh setiap aktor untuk melaksanakan rumusan alternatif strategi dalam peningkatan dayasaing. Alternatif-alternatif ini merupakan hasil sintesis dari interaksi berbagai faktor, sub faktor, aktor dan tujuan yang terkait dalam sistem untuk mencapai tujuan utama yaitu meningkatkan dayasaing minyak pala Indonesia.

4.4.1. Konstruksi Hirarki 1

Tujuan Utama Tujuan utama pengembangan sistem adalah menentukan dan merekomendasikan strategi yang tepat bagi peningkatan dayasaing minyak pala Indonesia. Hal ini didasarkan pada terjadinya penurunan dayasaing produk minyak pala Indonesia di pasar internasional yang disebabkan ketersediaan bahan baku industri minyak pala domestik tidak kontinyu, teknologi penyulingan belum efisien, kemampuan manajemen pengusaha dalam teknik negosiasi masih lemah, dan kebijakan pemerintah untuk optimalisasi industri minyak pala masih belum 39 ada. Perencanaan peningkatan dayasaing minyak pala ditentukan dengan memperhatikan faktor-faktor penentu, sub faktor penentu, pelaku atau pelaksana dan tujuan peningkatan dayasaing yang ingin dicapai. 2 Faktor Penentu Tahapan kedua dari pengembangan sistem ini adalah faktor penentu dalam strategi peningkatan dayasaing minyak pala berdasarkan teori Diamond Porter yang meliputi faktor sumberdaya, permintaan, industri pendukung dan terkait, strategi perusahaan dan persaingan, peran kesempatan serta peran pemerintah. Elemen sub faktor penentu yang digunakan dalam sistem ini adalah elemen yang memiliki nilai driver power dan dependence terbesar berada dalam kuadran IV pada matrik Driver power-Dependence. Berdasarkan hasil identifikasi sub faktor penentu dari faktor-faktor yang sangat mendorong upaya peningkatan dayasaing menggunakan teknik ISM, sebagai berikut: a. Faktor sumberdaya dengan sub faktor penentunya adalah: 1 ketersediaan lahan untuk pengembangan perkebunan pala, 2 iklim dan kondisi geografis yang mendukung budidaya tanaman pala, 3 ketersediaan bahan baku yang kontinyu, 4 kualitas bahan baku yang seragam, 5 ketersediaan dan kemudahan akses terhadap sumberdaya permodalan dan 6 ketersediaan kelembagaanasosiasi. b. Permintaan dengan sub faktor penentunya adalah: 1 adanya kecenderungan aromaterapi sebagai bagian dari gaya hidup, 2 promosi ekspor, dan 3 meningkatnya kesadaran konsumen untuk menggunakan senyawa alami dibanding sintetis. c. Industri pendukung dan terkait dengan sub faktor penentunay adalah: 1 dukungan lembaga penelitian pemerintah, swastaperusahaan, UKM untuk memecahkan masalah produksi bahan baku dan mengembangkan teknologi pengolahan minyak pala, 2 ketersediaan perusahaanperkebunan pala rakyat yang menerapkan teknik budidaya tanaman pala dan penanganan pascapanen yang baik, dan 3 ketersediaan perusahaan pembuat alat penyulingan yang efisien. 40 d. Strategi perusahaan dan persaingan dengan sub faktor penentunya adalah: 1 kemauan dan kemampuan perusahaanpelaku usaha bersaing secara global dan 2 membangun sistem agribisnis minyak pala. e. Peran kesempatan dengan sub faktor penentunya adalah: 1 penemuan inovasi teknologi penyulingan minyak pala dan 2 meningkatnya diversifikasi kegunaan minyak pala. f. Peran pemerintah dengan sub faktor penentunya: 1 kebijakan pemerintah dalam mendorong pengembangan industri hulu, antara dan hilir, 2 kebijakan pemerintah dalam investasi, 3 kebijakan pemerintah untuk menetapkan standar bahan baku pala dan produk antara, dan 4 fasilitasi pemerintah utnuk pengadaaan bibit tanaman pala, alat dan teknologi penyulingan. 3 Aktor Pelaku upaya peningkatan dayasaing minyak pala yang terlibat yaitu: 1 Petani, berperan dalam penyediaan bahan baku dengan kegiatan budidaya serta penanganannya sampai diperoleh bahan baku dengan kuantitas dan kualitas sesuai permintaan pasar; 2 Pengusaha industri minyak pala, perorangan atau kelompok yang bergerak dibidang penyulingan dan pemurnian minyak pala; 3 Investor, perorangankelompoklembaga yang berinvestasi dalam agroindustri minyak pala; 4 Lembaga penelitian, suatu badan milik pemerintah atau swasta yang berperan dalam pengembangan teknologi dan manajemen agroindustri minyak pala; 5 Eksportir, perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan minyak pala baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri serta berupaya meningkatan mutu minyak pala melalui proses penyaringan, pemurnian, blending dan pengujian kualitas minyak pala; 6 Pemerintah, instansi badan usaha atau lembaga milik pemerintah yang berwenang dan terlibat dalam pengembangan agroindustri minyak pala; serta 7 LembagaAsosiasi, sekumpulan orang dalam kelompok tani, asosiasi pengusaha minyak pala, asosiasi pedagang pengumpul dan lainnya dengan tujuan sama untuk memajukan kepentingan anggotanya dibidang agroindustri minyak pala. 41 4 Tujuan Upaya peningkatan dayasaing minyak pala bertujuan untuk: 1 meningkatkan dan memperluas pangsa pasar, 2 meningkatkan posisi tawar, 3 meningkatkan pendapatan petani dan pengusaha, 4 meningkatkan pendapatan daerah dan devisa negara dan 5 optimalisasi sumberdaya. Arah kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut diuraikan sebagai berikut: • Peningkatkan dan perluasan pangsa pasar dilakukan dengan memperluas negara tujuan ekspor segmentasi pasar serta memanfaatkan peluang pasar yang ada agar semua produk terserap oleh pasar dengan harga yang stabil. • Peningkatan pendapatan petani dan pegusaha minyak pala dengan indikator keuntungan optimal hasil penjualan bahan baku biji dan fuli pala. • Peningkatan pendapatan daerah dan devisa negara sebagai tujuan jangka panjang dan efek tidak langsung dalam setiap transaksi ekonomi dalam pasar internasional. • Optimalisasi sumberdaya yaitu usaha memanfaatkan sumberdaya yang ada yang meliputi sumberdaya alam dan manusia secara optimal dan efisien. Kegiatannya berupa pemanfaatan lahan tidur untuk penanaman tanaman pala, peningkatan efisiensi faktor-faktor produksi, memaksimalkan kapasitas produksi, pelatihan pelaku usaha untuk meningkatkan kemampuan dibidang teknologi, manajemen dan kelembagaan. 5 Strategi Dengan berbagai upaya pemenuhan kebutuhan aktor dan pemanfaatan sumberdaya faktor, maka alternatif strategi yang dapat dilakukan agar tujuan peningkatan dayasaing minyak pala Indonesia dapat tercapai adalah dengan: a. Penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku usaha minyak pala. b. Pengembangan sarana dan prasarana pendukung usaha bagi pelaku usaha minyak pala. c. Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif pelaku usaha minyak pala. d. Peningkatan Kualitas Kelembagaan. 42 4.4.2.Hubungan Antar Tingkat Hirarki Hubungan antar tingkat hirarki dianalisis dengan metode semi pairwise untuk menentukan hubungan dari sub faktor ke faktor dan full pairwise untuk hubungan faktor ke tujuan utama, aktor ke sub faktor, tujuan ke aktor dan strategi ke tujuan. Perangkat lunak yang dipergunakan adalah Matlab 7 dengan kode pemrograman yang disesuaikan metode AHP Lampiran 11 dan telah dibandingkan dengan perangkat lunak expert choice, maka tahapan analisisnya sebagai berikut: 1 Penetapan bobot dan prioritas untuk setiap elemen dari setiap elemen struktur hirarki yang telah dikonstruksi dan perhitungan atas pendapat yang diberikan pakar dalam peningkatan dayasaing minyak pala. 2 Penetapan bobot dan prioritas secara horizontal terhadap komponen- komponen dalam level yang sama untuk mengetahui tingkat kepentingan masing-masing komponen dalam tiap level yang mempengaruhi level hirarki diatasnya. 3 Penetapan bobot dan prioritas secara vertikal dari komponen-komponen tiap level hirarki terhadap level diatasnya untuk mengetahui tingkat kepentingan masing-masing komponen dalam satu level yang berpengaruh terhadap tujuan utama. 4 Penetapan strategi peningkatan dayasaing dilakukan oleh lima orang pakar yang menguasai dan mengetahui secara mendalam kondisi dayasaing minyak Indonesia. Input berupa pendapat gabungan pakar dan output berupa bobot prioritas untuk masing-masing elemen Lampiran 12.

V. PROFIL INDUSTRI MINYAK PALA

5.1. Profil Perkebunan Pala

Perkebunan pala di Indonesia terdapat di beberapa provinsi dengan daerah penghasil utama adalah Sulawesi Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Maluku dan Papua, akan tetapi tidak semua mempunyai industri penyulingan. Industri penyulingan ditemukan di beberapa daerah seperti Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Jawa Barat. Potensi perkebuanan pala di Provinsi Jawa Barat seluas 2,054 ha dengan produksi sebesar 465 ton. Pola perkebunan pala di Jawa Barat dan daerah lainya dikelola oleh perkebunan pala rakyat BPS 2003. Luas areal tanaman pala dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan areal terluas dicapai pada tahun 1996 sebesar 2211 ha dan lambat laun mengalami penurunan menjadi 1,448 ha pada tahun 2002 dan meningkat lagi di tahun 2003 Gambar 8. Walaupun dari segi luas areal mengalami peningkatan, namun segi produksi mengalami penurunan yang signifikan dibanding tahun 1984 yaitu dari sebesar 1.62 tonha menjadi 0.23 tonha. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian tanaman pala sudah melewati masa produktif sedangkan penambahan areal baru untuk penanaman pala yang belum menghasilkan. 500 1.000 1.500 2.000 2.500 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 Tahun Luas areal Ha 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 Produktivitas TonHa Luas Areal Ha Produktivitas TonHa Gambar 8 Produktivitas perkebunan pala di Provinsi Jawa Barat BPS 2004 diolah