49 4
Pemisah minyak Pemisah minyak terletak dalam suatu kamar terpisah dan dalam kondisi
terkunci kecuali PT Pavetsia untuk menghindari hilangberkurangnya jumlah minyak yang dihasilkan. Pada beberapa penyuling, bahan baku terkadang
merupakan milik orang lain yang menyewa peralatan penyulingan dengan biaya Rp. 25.000kg minyak pala yang dihasilkan. Dalam kondisi demikian
kunci dipegang oleh pemilik bahan baku. Kegiatan penyulingan diawali dengan mengecilkan biji pala kering menjadi
ukuran tertentu 0,5-1cm dengan menggunakan grinder. Bahan baku yang terdiri atas campuran biji pala yang sudah dihaluskan dan fuli pala dengan perbandingan
tertentu dimasukan kedalam ketel penyulingan dan disusun rapi menggunakan rak. Selanjutnya boiler dihidupkan, untuk penyulingan dengan cara kohobasi, uap
yang dihasilkan oleh boiler dihembuskan ke bagian atas ketel penyulingan sedangkan dari bawah berupa uap yang berasal dari air mendidih yang berada di
bagian bawah ketel suling. Untuk proses penyulingan uap, uap dihembuskan dari bagian samping bawah ketel suling. Proses penyulingan dilakukan pada tekanan 1
atm selama 24-30 jam dengan rendemen yang dihasilkan berkisar 11-16 tergantung kepada bahan baku yang disuling. Penyulingan akan memberikan
keuntungan jika rendemen minyak yang dihasilkan minimal 9. Minyak pala selanjutnya dijernihkan dan dipisahkan dari kotoran melalui proses penyaringan
dan disimpan didalam jerigen.
5.6. Pemasaran
Para penyuling umumnya menjual langsung minyak pala yang dihasilkan kepada pedagang pengumpul. Terkadang, karena keterbatasan modal pedagang
pengumpul menjual lagi kepada pedagang perantara sebelum sampai ke tangan eksportir. Harga minyak pala ditingkat penyuling bervariasi antara Rp. 270.000-
Rp. 290.000 tergantung kualitas minyak pala yang dihasilkan. Minyak pala yang diperoleh eksportir dari pedagang perantara biasanya masih mengandung kotoran
dan terdiri atas beberapa kelas mutu sehingga memerlukan penanganan lebih lanjut antara lain proses penjernihan, pengelompokkan grading, pencampuran
dan analisa minyak.
50 Harga minyak pala untuk luar negeri ditetapkan berdasarkan kadar miristisin
minimal 10 disamping aroma, warna dan kandungan isabinen intern. Harga ditetapkan berdasarkan kesepakatan penjual dan pembeli. Harga eksport minyak
pala sebesar US 36kg CNF Cost on Freightharga terima di pelabuhan importir. Pembeli biasanya telah menentukan terlebih dahulu kriteriastandar
mutu minyak pala yang dibutuhkan. Persyaratan mutu yang ditentukan pembeli tergantung pada tujuan penggunaan minyak pala tersebut. Untuk keperluan
industri kosmetik dan parfum, maka yang dipersyaratkan adalah kandungan komponen aromanya karena komponen aroma tersebut akan memberi aroma khas
dan kesan yang khusus sedangkan untuk keperluan industri farmasi obat-obatan kandungan miristisin merupakan hal yang sangat penting.
5.7. Pengujian Mutu
Pengujian mutu umumnya tidak dilakukan oleh penyuling tetapi oleh pihak pembelieksportir. Eksportir akan membeli minyak dari pedagang pengumpul jika
memenuhi standar mutu perdagangan yang ditetapkan masing-masing eksportir. Standar yang ditetapkan antara lain kadar miristisin minimal 10, uji
organoleptik aroma tidak gosonghangus dan warna jernih, putaran optik +8 keatas dan kadar sabinen 20 serta tidak ada cemaran dalam minyak pala
kerosin, terpentin, minyak lemak dan lain-lain. Untuk memenuhi permintaan ekspor, masing-masing eksportir mengirim contoh minyak pala ke negara
pemesan beserta certificate of analysis. Jika contoh minyak diterima maka eksportir akan mengirim minyak pala ke negara pemesan.
Hasil wawancara dengan pelaku usaha minyak pala di Propinsi Jawa Barat maka terindentifikasi keunggulan industri minyak pala sebagai berikut : 1 pelaku
usaha minyak pala sebagian besar berusia muda, idealis dengan latar belakang pendidikan yang cukup tinggi, 2 pengembangan industri minyak atsiri
merupakan salah satu fokus kebijakan pemerintah, 3 iklim Indonesia sesuai untuk pengembangan komoditas tanaman pala, 4 tanaman pala berumur s.d 70
tahun dan berbuah sepanjang tahun sehingga sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi tanaman pekarangan untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari
rumahtangga petani.
51 Hasil wawancara dengan pelaku usaha minyak pala di Propinsi Jawa Barat
juga terindentifikasi kelemahan industri minyak pala sebagai berikut: 1 pengurusan perizinan, rantai tataniaga yang panjang serta adanya kartel yang
menyebabkan ekonomi biaya tinggi, 2 bisnis bersaing sehat belum sepenuhnya diterapkan pelaku usaha minyak pala khususnya pada saat munculnya pendatang
baru usaha penyulingan, 3 kebuntanaman pala umumnya masih diusahakan secara turun temurun dan belum menerapkan sistem budidaya tanaman pala yang
baik, 4 kepemilikan lahantanaman pala umumnya sangat kecil sehingga kurang memberikan produktivitas dan efisiensi yang memadai, 5 ketersediaan bahan
baku tidak kontinyu karena ekspor biji pala destilasi terus berlangsung disebabkan belum adanya larangan pemerintah untuk ekspor biji pala destilasi, 6 peralatan
produksi berupa ketel suling dan alat pembangkit uap masih pada tingkat teknologi sederhana, 7 perusahaan alat penyulingan belum tersedia, 8 pada
aspek permodalan, sebagian besar petani, penyuling maupun pedagang memiliki modal kerja yang terbatas, 9 fungsi kelembagaan, pembiayaan, bengkel,
supplier, sistem informasi pasar dan la in-lain masih belum berkembang, 10 alat pengukur kadar air biji pala belum tersedia, 11 komunikasi antar sesama pelaku
usaha masih kurang, 12 teknologi masih tertinggal.
5.8. Pembentukan Nilai Tambah Usaha