10 Tabel 2. Komposisi Kimia Biji Pala
Komponen Fuli
Biji
Air 9,78-12,04
5,79-10,83 Protein
6,25-7,00 6,56-7,00
Minyak atsiri 6,27-8,25
2,56-6,94 Ekstrak alkohol
22,07-24,76 10,42-17,38
Minyak lemak 21,63-23,72
28,73-36,94 Pati
49,85-64,85 31,81-49,80
Serat Kasar 2,94-3,95
2,38-3,72 Abu
1,81-2,54 2,13-3,26
Winto. A.L. dan Winton K.B. di dalam Somaatmadja 1984
2.1.2. Teknologi Proses
Minyak pala Indonesia diperoleh dengan cara melakukan penyulingan terhadap biji dan fuli pala. Biji yang biasa digunakan dalam penyulingan biji pala
adalah biji muda karena mempunyai kandungan minyak pala yang lebih tinggi Nurdjanah et al. 1990. Metode penyulingan yang digunakan dapat berupa
penyulingan uap steam destillation maupun penyulingan dengan uap dan air steam dan water destillation. Kadang-kadang penyulingan dengan air dan uap
kukus menghasilkan minyak dengan mutu yang paling baik, sedangkan cara kohobasi menghasilkan minyak pala dengan mutu yang bervariasi dan berada
dibawah standar mutu yang ada Purseglove et al. 1981. Diagram alir penyulingan biji pala dapat dilihat pada Gambar 2.
Minyak pala yang dihasilkan berupa cairan jernih hampir tidak berwarna sampai kuning muda, mudah menguap dan mempunyai bau khas pala. Sifat-sifat
minyak dari biji tidak berbeda dengan minyak dari fuli pala, bahkan sebagian besar minyak pala dihasilkan dari campuran biji dan fuli pala. Nutmeg oil yaitu
minyak hasil sulingan biji pala, sedangkan mace oil adalah minyak hasil penyulingan fuli pala. Didalam perdagangan kedua minyak ini tidak dibedakan
karena terdapat kesamaan unsur-unsur penyusun serta dikandung minyak atsirinya. Rendemen nutmeg oil dan mace oil sekitar 7 – 15 dengan kandungan
minyak atsiri berupa eugenol, iso-eugenol, terpineol, borneol, linalol, geraniol, safrole, terpene, aldehid
dan unsur lain yang berupa cairan bebas Lutony dan Rahmayati 2002.
11 Gambar 2. Diagram alir proses penyulingan minyak pala Risfaheri dan Mulyono,
1992 Minyak pala yang dihasilkan harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan
berdasarkan ciri-ciri fisik dan kimiawinya. Ciri-ciri fisik yang dijadikan ukuran penentuan mutu minyak pala adalah berat jenis, putaran optik, indeks bias,
kelarutan dalam alkohol, dan sisa penguapan, sedangkan ciri kimiawinya adalah kandungan miristisin dalam senyawa aromatik dan kandungan alkohol dalam
senyawa terpen. Mengingat bahwa produksi minyak pala di Indonesia hampir
Pencampuran mixing dalam ketel suling dengan perbandingan spesifik
Proses Penyulingan 48 jam
Pengaliran
Pemisahan minyak dr air Analisis Mutu
Pengeringan pala
Fuli pala
Obat nyamuk bakar
Bungkil Uap panas
Biji pala berumur 3-5 bulan
Penimbangan Penggilingan
Pengeringan Penimbangan
Minyak dalam uap air
Penimbangan Pengemasan
Distribusi dan pemasaran Minyak dalam botol
Penggilingan Pupuk kompos
Boiler
Penampungan
12 seluruhnya diekspor, maka terdapat standar mutu atau persyaratan mutu
berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI tahun 1998 yang harus dipenuhi sebelum diekspor, seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar mutu minyak pala Indonesia
Karakteristik Minyak
Pala Minyak Pala
Minyak Pala
Bobot Jenis 25
o
C25
o
C 0,847 – 0,919
0,840 – 0.925 0,847 – 0,919
Putaran Optik +10
o
- +30
o
+10
o
- +30
o
+8
o
- +26
o
Indeks Bias n25D 1,472 – 1,494
1,474 – 1,488 1,472 – 1,494
Kelarutan dalam alkohol 90 1 : 3 Jernih,
seterusnya Jernih 1 : 1 Jernih,
seterusnya Jernih 1 : 3 Jernih,
seterusnya Jernih Sisa Penguapan
2.5 -
3 Zat Asing :
- Lemak Negatif
Negatif Negatif
-Alkohol Tambahan Negatif
- Negatif
Minyak Pelikan Negatif
- Negatif
Minyak Terpentin Negatif
- Negatif
Standar Mutu Perdagangan SP-29-1976 Standar Mutu Menurut Ketentuan Balai Penelitian Kimia Ketaren, 1990
Standar Nasional Indonesia SNI 06-3735-1998
Disamping memenuhi persyaratan mutu diatas, minyak pala juga harus memenuhi kadar miristisin dengan metode Ge 10. Clevenger 1935 dalam
Ditjen Industri Kecil 1983 meneliti kadar minyak yang dikandung oleh biji pala Banda, biji pala Padang dan biji pala yang berkerut Shrivel sebesar 4-10, 8-11,5
dan 11,5 – 21 ml100 gram.
2.1.3. Penggunaan Minyak Pala