58
Gambar 29. Grafik upaya penangkapan perikanan layur di Teluk Palabuhanratu tahun 2001-2010 Ditjen-Tangkap DKP
Ikan layur dominan tertangkap oleh alat tangkap pancing ulur. Berdasarkan Gambar 27, terlihat bahwa upaya penangkapan berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal
tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan ekonomi. Faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah cuaca dan musim yang mempengaruhi
operasi penangkapan ikan. faktor ekonomi, seperti kecenderungan nelayan dalam memperhitungkan untungruginya dalam melakukan operasi penangkapan.
Apabila dibandingkan antara hasil tangkapan ikan layur dengan upaya penangkapannya, maka dapat dilihat bahwa pada tahun 2003-2007 hasil tangkapan
meningkat seiring dengan meningkatnya upaya tangkap. Penurunan hasil tangkapan pada tahun 2010 mencapai 36.73 ton seiring dengan peningkatan upaya tangkap
sebanyak 756 trip. Hubungan yang berbanding terbalik pada tahun 2010 antara hasil tangkapan dan upaya penangkapan disebabkan oleh upaya penangkapan yang dapat
menyebabkan menurunnya produksi ikan sehingga kelimpahannya di perairan berkurang.
4.9.3 Catch per unit effort CPUE ikan layur
Catch per unit ffort CPUE diperoleh dengan cara membagi hasil tangkapan ikan pepetek dengan upaya penangkapannya. Hasil tangkapan dalam ton sedangkan
upaya penangkapan dalam jumlah trip. Grafik CPUE ikan layur dari tahun 2001- 2010 disajikan pada Gambar 30.
100 200
300 400
500 600
700 800
900
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009 2010
Upa y
a pena
ng k
a pa
n t
rip
Tahun
59
Gambar 30. Grafik CPUE tahunan ikan pepetek di Teluk Palabuhanratau Masing-masing alat angkap Pancing ulur, rawai, bagan, pureseinne, dan
Gillnet memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menangkap ikan layur. Maka diperlukan suatu proses standarisasi upaya penangkapan terlebih dahulu
sebelum mencari nilai CPUE. Proses untuk mencari nilai upaya penagnkapan standar dapat dilihat pada Lampiran 13.
Berdasarkan Gambar 30. Terlihat bahwa nilai CPUE ikan pepetek berfluktuasi setiap tahunya. Nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
0.5822 tontrip sedangkan CPUE terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 0.0486 tontrip. Nilai CPUE yang rendah seperti pada tahun 2010 disebabkan kelimpahan
ikan cenderung menurun akibat penagkapan pada tahun-tahun sebelumnya.
4.9.4 Model bioekonomi stok ikan layur
Berikut ini nilai parameter biologi dan ekonomi ikan layur yang disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai parameter biologi dan ekonomi yang digunakan dalam perhitungan
model bioekonomi ikan layur
Parameter Nilai
p harga Rpkg 15 000
c biaya Rptrip 342 500
r intrinsic growth rate 0.5858
q catchability coefficient 0.0005
K carrying capacity 1250.7663
0.0000 0.1000
0.2000 0.3000
0.4000 0.5000
0.6000 0.7000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 CP
UE to
ntr ip
Tahun
60 Berdasarkan hasil analisis perhitungan parameter biologi r, q dan K
menggunakan model Gordon-Schaefer didapatkan laju pertumbuhan intrinsik r ikan layur bernilai 0.5858 per tahun yang berarti bahwa biomassa ikan layur
tumbuh alami tanpa adanya gangguan dari kegiatan manusia sebesar 0.5858 ton per tahun. Carrying capacity bernilai 1250.7663 ton, berarti kemampuan atau kapasitas
lingkungan dalam menampung sumberdaya ikan layur sebesar 1250.7663 ton per tahun. Koefisien alat tangkap q bernilai 0.0005 yang berarti bahwa setiap
peningkatan upaya penangkapan akan berpengaruh sebesar 0.0005 ton per tahun terhadap aspek biologinya seperti pertumbuhan populasi dan ukuran ikan.
Berikut ini adalah tabel perbandingan hasil tangkapan dan upaya penangkapan terhadap ikan layur yang terjadi di Teluk Palabuhanratu pada kondisi
Maximum Sustinaible Yield MSY, Maximum Economic Yield MEY, Aktual dan Open Access OA mengunakan model Gordon-Schaefer
Tabel 12. Hasil analisis parameter bioekonomi ikan layur dengan model Gordon-
Schaefer
Variabel Kondisi
MEY MSY
OA Catch h
182.9346 183.1898
26.3319 Effort E
577 599
1 153 TR Rp
2 744 018 259 2 747 847 205
394 978 914 TC Rp
197 489 457 205 147 349
394 978 914 Rente ekonomi π
2 546 528 802 2 542 699 856
-
Berdasarkan hasil analisis bioekonomi dapat diketahui bahwa tingkat produksi h ikan layur tertinggi pada kondisi Maximum Sustinaible Yield MSY
yaitu sebesar 183.1898 ton per tahun, setelah itu secara berturut-turut diikuti oleh tingkat produksi pada kondisi Maximum Economic Yield MEY dan Open Access
OA sebesar 182.9346 ton per tahun dan 26.3319 ton per tahun. Tingkat upaya effort optimal dari yang tertinggi sampai dengan yang
terendah secara berurut adalah Open Access OA sebanyak 1153 trip per tahun, Maximum Sustinaible Yield MSY sebanyak 599 trip per tahun dan Maximum
Economic Yield MEY sebanyak 577 trip per tahun. Tingkat rente dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah secara berturut adalah Maximum Economic
Yield MEY sebesar Rp 2 546 528 802 per tahun, Maximum Sustinaible Yield
61 MSY sebesar Rp 2 542 699 856 per tahun, Open Access OA sebesar Rp 0 per
tahun. Hasil analisis dari model bioekonomi ini dapat diketahui hasil tangkapan dan
upaya optimal ikan layur yang dapat mendatangkan rente ekonomi maksimum sehingga dapat ditentukan kapan terjadinya overfishing secara ekonomi maupun
secar biologi yang dapat menyebabkan terkurasnya rente ekonomi dengan cara membandingkan upaya dan hasil tangkapan setiap tahunnya dari tahun 2001-2010.
Berdasarkan perbandingan antara hasil analisis bioekonomi Gordon-Schaefer dengan hasil tangkapan aktual Lampiran 13 dan Gambar 28, terlihat bahwa pada
tahun 2006-2008 hasil tangkapan yang diperoleh telah melebihi hasil tangkapan optimal secara ekonomi dan telah melebihi potensi lestarinya serta pada tahun 2001,
2002, 2005, 2006, 2007 dan 2010 upaya penangkapan telah melebihi upaya penangkapan optimalnya.
Upaya penangkapan yang melebihi upaya optimal sebaiknya dikurangi dengan pembatasan upaya penangkapan ikan layur di Teluk Palabuhanratu. Menurut
Widodo Suadi 2006 perikanan dalam kondisi upaya tangkap lebih memiliki beberapa indikasi, diantaranya waktu melaut lebih panjang, lokasi penangkapan
lebih jauh, nilai CPUE yang menurun, ukuran ikan semakin mengecil dan biaya penangkapan yang meningkat. Kondisi tangkap lebih di Teluk Palabuhanratu
diindikasikan dengan nilai CPUE yang rendah dikarenakan upaya penangkapan yang tinggi tidak diikuti dengan peningkatan produksi.
Pada kondisi open access Tabel 10 dan Tabel 12 terlihat bahwa upaya penangkapan yang semakin tinggi tidak pula menghasilkan hasil tangkapan yang
tinggi, melainkan upaya penangkapan atau cost yang dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil atau keuntungan yang didapatkan. Rente yang didapat pada kondisi
open access sama dengan nol karena pendapatan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penangkapan, dimana upaya tangkap pada
kondisi open access berlebih. Fauzi 2006 mengemukaan dari sudut pandang ilmu ekonomi bahwa, keseimbangan open access menimbulkan terjadinya alokasi
sumberdaya yang tidak tepat karena kelebihan faktor produksi tenaga kerja, modal yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih
produktif. Kondisi perikanan yang open access akan menimbulkan kondisi economic
62 overfishing dan biological overfishing. Pemanfaatan sumberdaya pada kondisi
Maximum Economic Yield MEY terlihat lebih bersahabat untuk diterapkan karena mampu menghasilkan rente yang jauh lebih besar dan secara biologi pun
sumberdaya ikan dapat tetap lestari. Penangkapan yang intensif dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan dapat menurunkan stok biomas pemijahan dan
menghasilkan produksi telur yang rendah Syahailatua 2006.
4. 10 Hubungan Ekologi dan Ekonomi Sumberdaya Larva Ikan
Stok sumberdaya ikan dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan, rekruitmen, mortalitas alami dan mortalitas penangkapan. Rekruitmen merupakan masuknya
individu baru ke dalam suatu perairan dalam hal ini rekruit yang dimaksud adalah ikan-ikan muda larva dan juvenil ikan. Larva ikan merupakan stadia awal dalam
menjaga kelestarian dari suatu spesies ikan. Larva ikan memiliki fungsi ekologis dalam mempertahankan siklus atau daur hidup dari suatu spesies. Dengan kata lain,
larva ikan berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem. Teluk Palabuhanratu merupakan daerah yang potensial dalam hal
sumberdaya ikan, namun penggunaan alat tangkap dengan ukuran mata jaring yang sangat kecil dapat menyebabkan keseimbangan ekologis menjadi terganggu. Salah
satu contoh alat tangkap yang memiliki ukuran mata jaring yang kecil adalah bagan. Bagan merupakan alat tangkap yang banyak dioperasikan di Teluk Palabuhanratau
dan jumlahnya mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap ikan-ikan yang berukuran kecil seperti teri, namun
bukan hanya ikan-ikan berukuran kecil saja yang tertangkap bahkan larva dan juvenil ikan pun ikut tertangkap dalam pengoperasian alat tangkap ini. Seperti pada
Lampiran 1 menunjukan larva ikan yang tertangkap menggunakan alat tangkap bagan.
Selain penangkapan dengan bagan di Teluk Palabuhanratu ada suatu tradisi yang disebut “ngala impun” yang merupakan tradisi menangkap ikan impun. Ikan
yang banyak tertangkap yaitu larva dan juvenile ikan dari jenis Sicyopterus sp., Ambassis vachelli, Anguilla sp. dan Plathycephalus sp. Tradisi ini dilakukan baik
oleh masyarakat sekitar maupun nelayan dan hasil tangkapan banyak digunakan untuk dikonsumsi sendiri ataupun dijual. Harga impun ini pun cukup tinggi
mencapai Rp. 25 000-45 000kg wawancara.