B. Konsep Semiotika
1. Konsep Dasar Semiotika
Mencoba mengenal sesuatu dan alam sekitarnya merupakan salah satu karunia terbesar yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Melalui panca
indera yang diberikan, manusia dapat memberi makna dari setiap derap langkah bahkan nafasnya sendiri. Manusia selalu berusaha memahami makna-makna,
menginterpretasikan fakta, mengurai apa yang ada di balik kata-kata atau peristiwa yang ada di sekitarnya.
Makna yang disimpulkan oleh manusia terkadang bisa menimbulkan bias karena disebabkan oleh interpretasi yang salah. Apalagi jika sudah dikaitkan
dengan ideologi, latar belakang para penyampai pesan maupun yang menginterpretasikan pesan. Oleh karena itu, dalam proses memaknai tersebut,
dalam dunia akademisi terdapat kajian yan g disebut “semiotika”, yakni metode
pemaknaan bahasa dan atau simbol komunikasi verbal. Secara etimologi, semiotik asal katanya adalah semeion, merupakan
bahasa Yunani yang berarti tanda. Menurut Umberto Eco, yang dikutip oleh Alex Sobur dalam bukunya yang berjudul Analisis Teks Media, tanda tersebut sudah
terbentuk sejak lama dan dianggap sebagai representasi dari sesuatu hal
7
. Sedangkan secara terminologi, semiotik diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang objek-objek, peristiwa-peristiwa, atau kebudayaan sebagai tanda. Menurut para ahli, semiotika dibagi menjadi dua jenis, yakni semiotika
signifikasi dan semiotika komunikasi. Semiotika signifikasi menekankan pada
7
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing,
Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2006, h. 95..l
teori tanda dan maknanya dalam suatu hal, sedangkan pada semiotika komunikasi menekankan pada teori tanda dalam unsur-unsur komunikasi sender, message,
receiver, channel, dan acuan atau hal yang dibicarakan
8
. Semiotika memahami dunia dengan tanda-tanda. Dunia dianggap sebagai
suatu sistem hubungan yang memiliki dasar „tanda‟. Oleh karena itu, semiotika mengkaji tentang keberadaan tanda. Menurut Umberto, yang dikutip oleh Indiwan
Seto Wahyu Wibowo dalam bukunya Semiotika Komunikasi, tanda dianggap sebagai suatu kebohongan, dimana di dalam suatu tanda ada tanda lain yang
tersembunyi dibaliknya
9
. Bila dikaitkan dengan perilaku media massa, konsep kebenaran yang
dianut oleh media massa bukanlah kebenaran sejati, tetapi sesuatau yang dianggap masyarakat sebagai sebuah kebenaran. Tanpa memahami konteksnya, bisa saja
kebenaran semu yang ditampilkan oleh media massa seolah kebenaran sejati, padahal bisa saja kebenaran itu bersifat subjektif.
Tanda terdapat dimana-mana, kata adalah tanda, demikian pula gerak, isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, film,
bangunan, atau kicauan burung dapat dianggap sebagai tanda. Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda, memahami arti teks yang rumit, tersembunyi, dan
bergantung pada kebudayaan.
8
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2009, h. 15.
9
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi,
Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013, h. 9.
2. Semiotika Roland Barthes
Semiotika memiliki empat tokoh besar yang menjadi acuan dalam bidang kajian analisis semiotik, yakni Charles Sanders Peirce, Ferdinand de Saussure,
Rolland Barthes, dan Umberto Eco. Di antara ke empat tokoh tersebut, di bawah ini penulis hanya menjabarkan model semiotika Rolland Barthes yang akan
digunakan untuk kepentingan analisis peneliti. Roland Barthes adalah penerus pemikir Saussure. Saussure tertarik pada
cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja
menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks
dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya.
Teori semiotik Barthes yang merupakan warisannya untuk dunia intelektual adalah konsep konotasi yang merupakan kunci semiotik dalam
menganalisis budaya, dan konsep mitos yang merupakan hasil penerapan konotasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Istilah yang digunakan oleh Barthes adalah semiologi. Model Barthes merupakan penyempurnaan dari model semiotika Saussure, yakni tentang
signifier penanda dan signified petanda. Konsep pokok yang ditawarkan oleh
Barthes adalah denotasi dan konotasi. Denotative denotasi tanda utama, sedangkan connotative konotasi merupakan tanda kedua. Model Barthes ini
dikenal dengan model two order of signification signifikasi dua tahap.
Second order kultur
First order realitas
tanda
Denotasi adalah makna yang nyata dari tanda. Denotasi merupakan signifikasi tahap pertama yang menjelaskan hubungan antara signifier ekspresi
dan signified isi dalam sebuah tanda
10
. Sedangkan konotasi merupakan signifikasi tahap kedua yang menggambarkan interkasi yang tercipta ketika tanda
bertemu dengan emosi pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya
11
. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan oleh penanda terhadap objek dan
tidak memiliki makna tambahan, sedangkan konotasi adalah bagaimana cara pembaca menggambarkan atau memaknainya dan mengandung makna tambahan.
Oleh karena itu, peran pembaca merupakan elemen terpenting dalam menggunakan semiotika Barthes.
Denotasi dan konotasi tidak dilihat secara terpisah, apa yang kita lihat pasti memiliki makna denotasi, dan secara tidak langsung juga akan
memunculkan makna konotasi.
10
Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing,
h. 128.
11
Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi,
h.21.
Konotasi Signifier
Siginified denotasi
Mitos