Adegan 6 00:18:34 – 00:18:42 Denotasi dan Konotasi dalam Film Dracula Untold

tersebut dianggap orang yang mengorbankan darahnya menyatu dengan Tuhan dan bersifat kekal. Perjanjian bentuk ini tentu sangat meyusahkan seorang hamba. Sedangkan dalam Islam, darah terbagi ke dalam tiga jenis, yakni darah yang mengalir, darah bangkai hewan dan darah haid. Darah seorang muslim adalah haram hukumnya jika ditumpahkan. Dalam Al- Qur‟an surat Al-An‟am ayat 145 dijelaskan:                                          “Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Dalam ayat-ayat di atas dijelaskan bahwa darah yang mengalir dari manusia itu haram hukumnya, apalagi jika dikorbankan atas hal-hal yang mengatasnamakan Allah SWT. Namun Shore memasukkan unsur ajaran Kristen ke dalam film adegan ini sehingga menimbulkan opini di masyarakat Islam bahwa adegan ini melecehkan lambang Allah dengan mensejajarkannya dengan darah. Adanya cap bismillah dan lambang Allah nampaknya menjadi unsur yang dijadikan tanda oleh pembuat film sebagai ciri dari umat Islam. Kata „bismillah‟ memiliki arti „dengan nama Allah‟. Di dalam setiap aktifitas, umat Muslim selalu mengawalinya dengan „bismillah‟, hal ini dilakukan agar segala hal yang kita lakukan berorientasi kepada Allah SWT. Sejak zaman jahiliyah, pengucapan nama Tuhan dalam setiap melakukan pekerjaan sudah sering dilakukan. Begitu pula di setiap pertumpahan darah yang dilakukan umat Muslim pada masa-masa peperangan, mereka selalu mengucapkan „bismillah‟ dan „allahuakbar‟. Hal ini dijadikan ciri oleh kaum non- muslim sebagai bentuk jihad umat Islam atas nama Tuhan, membunuh dengan berlandaskan ajaran Tuhan.

2. Mitos dalam Film Dracula Untold

Mitos dalam semiotika Barthes merupakan tingkatan ketiga yang dapat memunculkan ideologi. Mitos menjelasakan bagaimana kebudayaan menjelaskan tentang tanda-tanda yang disampaikan oleh pembuat tanda. Mitos tercampur dengan ideologi pembaca atau penonton. Berdasarkan pengamatan peneliti, dalam film Dracula Untold terdapat beberapa mitos yang terbangun tentang peradaban Dinasti Turki Usmani. Namun mitos-mitos tersebut berbeda dengan apa yang tertulis dalam sejarah. Mitos-mitos tersebut tercakup ke dalam beberapa bidang, yakni bidang pemerintahan, militer, dan agama.

a. Bidang Pemerintahan

Dalam Film: Mitos yang juga dibangun dalam bidang pemerintahan adalah bahwa pemerintahan Turki Usmani merupakan pemerintahan yang selalu mengedepankan kekerasan. Hal ini terlihat dari penggambaran mereka tentang Sultan Muhammad al-Fatih yang digambarkan memerintah dengan kejam dan keras. Dalam Sejarah: Para pemimpin Usmani merupakan orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Para sultan juga merupakan orang-orang yang tegas. Dalam mengelola pemerintahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh perdana menteri Shadr al- A’zham, gubernur pasya, dan bupati al-Alawiyah 6 . Usmani dalam menjalankan pemerintahan juga tidak mengedepankan kekerasan. Ulama mufti memiliki peranan penting dalam kerajaan. Mufti adalah pejabat agama yang berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema masyarakat maupun dalam strategi berperang 7 . Ulama tidak pernah mengeluarkan saran atau fatwanya yang bertentangan dengan al- Qur‟an dan Hadis. Apalagi selalu menganjurkan menggunakan kekerasan dan kekejaman. Muhammad al-Fatih merupakan orang yang cerdas dan terkenal akan toleransi agama yang tinggi. Meskipun Konstantinopel berhasil ia takulukkan, 6 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2008, h. 135. 7 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2013, h. 18. ia memberi kebebasan beragama kepada masyarakatnya dan membiarkan gereja-gereja tetap berdiri dan berfungsi 8 . Meskipun ia memerintah dengan tegas dan keras, ia tidak selalu mengedepankan kekerasan dan peperangan seperti yang tergambarkan dalam film.

b. Bidang Militer

Dalam Film: Mitos yang dibangun oleh pembuat film dalam bidang militer adalah bahwa tentang Sistem Janisari. Mitos yang dipercaya oleh pembuat film yang diceritakan dalam film ini adalah Usmani menjalankan perbudakan terhadap anak-anak Eropa dalam sistem Janisari. Mereka merampas anak-anak tersebut dari keluarganya untuk dilatih dalam kesatuan Janisari dan dipaksa masuk Islam. Dalam pelatihan tersebut mereka disiksa dengan kejam dan diperbudak demi menjadi prajurit bagi Turki Usmani. 8 Didin Saepudin, Sejarah Peradaban Islam, UIN Jakarta Press, 2007, h. 166. Dalam Sejarah: Tidak seperti yang digambarkan di dalam film, Turki tidak pernah menjalankan sistem perbudakan dalam sistem Janisari, justru Turki megasramakan dan membimbing anak-anak tersebut dalam suasana yang islami, sehingga mereka paham dengan Islam dan menjadi prajurit yang melawan musuh-musuhnya berlandaskan asas-asas Islam. Turki merekrut anak-anak Kristen yang berasal dari daerah-daerah yang berhasil direbut di Eropa. Anak-anak tersebut pun merupakan anak-anak yang kehilangan ayahnya di peperangan saat melawan Usmani. Anak-anak terebut tidak pernah disiksa maupun dianiaya seperti yang digambarkan dalam adegan di atas. Melainkan mereka diasramakan, dibimbing dalam suasana Islam, dan diajarkan cara berperang berlandaskan asas-asas Islam. Turki tidak pernah bersikap kasar maupun kejam terhadap mereka, apalagi terhadap anak-anak. Perekrutan Janisari ini dilakukan sejak zaman pemerintahan Orkhan. Kakaknya, Alauddin, yang diemban tugas mengurusi masalah internal dinasti merasa resah akan faksi-faksi militer di beberapa suku dikarenakan pasukan perang Turki sifatnya tidak mengikat. Mereka berkumpul pada saat perang,