yang rendah dapat menyebabkan: 1 Kelainan Janin seperti rheumatoid arthritis, lupus,  psoriasis,  asthma,  sarcoidosis,  dan  inflammatory  bowel  disease;  2
Mengurangi risiko  neural tube defects kelainan pada sumsum tulang belakang
pada bayi baru lahir; 3 kerusakan DNA dan dapat memicu kanker Sapin 2000.
4.3.4.2  Status metabolisme retinol serum
Humphrey  et  al.  1992  diacu  dalam  Sayuti  2002  menyatakan  bahwa Vitamin  A  merupakan  zat  gizi  mikro  mikro  larut  lemak  yang  berperan  pada
penglihatan,  reproduksi,  pertumbuhan  dan  pengaturan  proliferasi  sel.  Oleh karena  itu,  vitamin  A  esensial  saat  kehamilan  akan  sangat  berpengaruh  pada
fetus  serta  bayi  yang  dilahirkan.  Bayi  yang  dilahirkan  dalam kondisi  konsentrasi vitamin  A  rendah  akan  lebih  beresiko  sakit  karena  status  imunnya  lemah.
Ketidaknormalan  kandungan  retinol  dalam  darah  pada  saat  kehamilan  juga memberikan dampak pada gangguan penyakit kandungan IUGR dan gangguan
plasenta Sapin et al. 2000. Menurut  ketentuan  yang  ditetapkan  oleh  WHO  1994,  klasifikasi  kadar
vitamin  A  retinol  serum  dalam  darah  dibedakan  sebagai  berikut:  1  retinol serum 10 µgdl = defisiensi; 2 retinol serum antara 10-20 µgdl = marjinal; 3
antara 20-30 µgdl = cukup; dan 4 30 µgdl = baik. Analisis vitamin A retinol serum  pada  penelitian  dilakuan  pada  tahapan  sebelum  intervensi  perlakuan
biskuit dan sesudah perlakuan. Hasil analisis retinol serum disajikan pada Tabel 30.
Tabel 30 Hasil analisis dan perubahan kadar retinol serum µgdl Formula
retinol serum µgdl Awal
Akhir Perubahan
F1 17,508
30,706 13,197
F2 20,441
22,203 1,762
F3 18,896
30,075 11,179
F4 18,124
21,690 3,566
F5 18,421
20,790 2,369
Dari  hasil  analisis  yang  dilakukan  pada awal  sebelum  perlakuan  formula biskuit,  kondisi  retinol  serum  hewan  percobaan  tidak  berbeda  signifikan  antara
satu  dengan  lainnya.  Rata-tara  kadar  retinol  serum  masuk  dalam  kategori marjinal  10-20  µgdl.  Pada  kadar  retinol  20  µgdl  status  defisiensi  dan
marjinal  perbaikan  dengan  penambahan  konsumsi  vitamin  A  dapat  membantu memperbaiki kadar retinol serum, tetapi dalam kondisi ini terdapat kemungkinan
kerusakan jaringan  yang  tidak  dapat  diperbaiki  lagi.  Sedangkan pada kadar  20- 30  µgdl  cukup,  penambahan  konsumsi  vitamin  A  dapat  memperbaiki  status
retinol  serum  tanpa  meninggalkan  kerusakan  fungsi  jaringan,  kecuali  pada beberapa individu Gibson, 1990.
Analisis  kadar  retinol  serum  pada  akhir  perlakuan  menunjukkan peningkatan.  Peningkatan  paling  signifikan  terjadi  pada  formula  biskuit  yang
difortifikasi  dengan  vitamin  A  yaitu  formula  F1  yang  meningkat  sebesar  12,197 µgdl  menjadi  30,706  µgdl,  formula  F3  yang  meningkat  sebesar  11,179  µgdl
menjadi  30,075  µgdl,  kedua  formula  ini  termasuk  dalam  kategori  baik.  Pada formulasi  biskuit  non  fortifikan  yaitu  formula  F2  yang  meningkat  sebesar  1,762
µgdl  menjadi  22,203  µgdl,  formula  F4  yang  meningkat  sebesar  3,566  µgdl menjadi  21,690  µgdl,  dan  formula  kontrol  juga  meningkat  sebesar  2,369  µgdl
menjadi  sebesar  20,790  µgdl.  Pada  formula  biskuit  non  fortifikan  dan  formula kontrol juga mengalami peningkatan kadar retinol serum, tetapi nilai peningkatan
keduanya  formula  tersebut  tidak  menunjukkan  nilai  nyata.  Sehingga  dapat disimpulkan  bahwa  penambahan  fortifikan  vitamin  A  dalam  formulasi  biskuit  ini
memberikan  dampak  yang  signifikan  terhadap  peningkatan  status  metabolisme retinol serum dalam tubuh.
4.3.4.3 Status metabolisme feritin serum