commit to user
41
2. 2 Penilaian Kualitas Terjemahan
Penilian kualitas karya terjemahan yang mulai ilmiah dan objektif diajukan oleh Nida 1964 akan tetapi hasilnya masih dipertanyakan tingkat
keobjektifannya Newmark dalam Al-Qinal, 2000:498. Menurut Nida Taber 1969:169-173 ada beberapa cara untuk mengukur kualitas terjemahan yaitu:
Cloze technique
teknik cloze tes,
reaction to alternatives
meminta respon pembaca dengan alternatif jawabanterjemahan,
explaining the contents
meminta penjelasan kerekan tentang sebuah terjemahan,
reading text aloud
membaca teks dengan suara keras,
publication of sa mple material
mempublikasikan karya terjemahan dengan tujuan meminta pendapat pembaca terhadap sebuah karya
terjemahan. Selanjutnya Brislin 1976:15-16 mengajukan tiga teknik mengevaluasi
kualitas terjemahan, yaitu:
back translation
terjemahan balik,
knowledge testing
uji pengetahuan,
performance testing
uji performansi. Namun teknik ini mempunyai kelemahan pada standar nilai karena hanya terbatas pada satu jenis
teks dan hanya melihat dari sisi responden. Larson 1984:489-503 juga memberikan beberapa cara untuk menguji
kualitas produk terjemahan yaitu dengan cara:
comparison with the source langua ge
membandingkan karya terjemahan dengan bahasa sumber,
back translation
meminta seseorang yang menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran untuk melakukan penerjemahan balik,
comprehension test
tes pemahaman dengan tujuan melihat apakah pembaca mengerti dengan baik sebuah
karya terjemahan atau tidak,
Naturalness tes
t tes kealamiahan,
readability test
commit to user
42
tes keterbacaan,
consistency check
mencek kekonsistenan sebuah karya terjemahan. Cara menguji kualitas terjemahan yang diajukan oleh Larson ini
sebenarnya sudah bagus namun masih terdapat sedikit kelemahan di dalamnya karena Larson tidak memberikan indikator-indikator untuk setiap cara yang
diajukannya. Newmark dalam Hoed 2006: 92-98 menyebutkan ada empat jenis
penilaian dalam penerjemahan, yaitu:
a. Tra nslation a s a science
Penilainan ini melihat suatu hasil terjemahan betul-salahnya berdasarkan kriteria kebahasaan. Misalnya menerjemahkan ‘
Uncle Tom’s ca bin’
menjadi
‘Kabin Pa man Tom’
. Ini sebuah kesalahan yang tidak ‘relatif’ karena ‘
cabin’
di sini berati ‘
gubug’
atau ‘
pondok’
sedangkan ‘
ka bin’
dalam Bahasa Indonesia berarti ‘kamar di kapal’ atau ‘bagian pesawat terbang tempat penumpang’.
Dengan demikian kesalahan seperti ini sifatnya mutlak. Dalam hal ini kita berbicara mengenai ‘betul-salah’.
b. Tra nslation a s a Craft
Disini penerjemahan dianggap suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam Bsa.
Rekayasa kebahasaan menjadi penting dan berakibat menyimpang jauh dari kesejajaran formal. Dalam hal ini tidak lagi membicarakan ‘betul-salah’, namun
mana yang dianggap lebih baik dalam penarjemahan. Sebagai contoh adalah kalimat ‘
pa ssa ngers can enjoy ride’
yang diterjemahkan menjadi ‘para penumpang
dapat menikmati
perjalanan’. Kata
‘
passa nger ’
jamak
commit to user
43
diterjemahkan menjadi ‘para penumpang’ bukan penumpang-penumpang dan ‘
ride
’ diterjemahkan ‘perjalanan’. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa upaya ini bukan hanya pengalihbahasaan tetapi suatu kiat agar hasil terjemahan dapat
diterima oleh pembaca sebagai bahasa Indonesia yang ‘wajar’. Dalam penerjemahan ini kita tidak berbicara ‘betul-salah’ melainkan ‘baik-buruk’.
c. Tra nslation a s an Art
Panerjemahan ini menyangkut estetis, yakni apabila penerjemahan tidak hanya merupakan proses pengalihan pesan tetapi juga ‘penciptaan’ yang biasanya
terjadi pada penerjemahan sastra atau tulisan yang bersifat liris. Misalnya dalam menerjemahkan ‘
to be or not to be’
milik Shakespeare yang oleh sebagian penerjemah tidak diterjemahkan menjadi ‘
ada atau tiada’
. Ungkapan yang sudah sangat terkenal di kalangan peminat sastra itu menurut mereka sebaiknya tidak
diterjemahkan karena maknanya lebih dari sekadar apa yang tertulis. Di sini kita sudah berbicara ‘baik-buruk’ bukan ‘betul-salah’.
d. Tra nslation a s a Test
Ini menyangkut pilihan terjemahan yang bersifat pribadi, yakni apabila pilihan terjemahan merupakan hasil pertimbangan berdasarkan selera. Misalnya
kata ‘
however ’
yang bisa diterjemahkan menjadi ‘namun’ atau ‘akan tetapi’ sesuai dengan selera penerjemah. Disini masalah ‘baik-buruk’ makin menonjol dan
mempunyai warna subjektif yang kuat. Nababan 2004:61 memberikan dua instrument untuk menguji kualitas
terjemahan yang diadopsi dari Nagao, Tsujii dan Nakamura 1988 yang disebut
commit to user
44
dengan
accuracy-rating instrument
dan
readability-rating instr ument
. Masing- masing cara ini diberikan skala dan indikatornya.
Dari pernyatan-pernyataan para ahli dapat disimpulkan bahwa penilaian kualitas suatu karya terjemahan melibatkan tiga komponen yakni kekuratan
accuracy
, keterbacaan
rea dibility
dan keberterimaan
accepta bility.
2.2.1 Keakuratan accuracy