Kromatografi Kromatografi Lapis tipis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta suhu dingin yang menyebabkan uap ini mengembun dan akhirnya jatuh ke tabung penerima receiver flask.

2.3.3 Metode Isolasi

2.3.3.1 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia, Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat CaCO 3 Ganjar Rohman, 2007. Kromatografi merupakan metode pemisahan fisikokimia untuk memisahkan campuran senyawa berdasarkan perbedaan waktu huni komponen campuran dalam sistem fase diam dan fase gerak Hostettman, et al., 1995. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase, yaitu fase diam stationer dan fase gerak mobile. Fase diam bertindak sebagai zat penjerap seperti alumina, silika gel, dan resin penukar ion atau bertindak melarutkan zat terlarut seperti pada kromatografi kertas. Fase gerak membawa zat terlarut melalui fase diam dengan kecepatan tergantung pada daya ikat setiap zat terlarut terhadap kedua fase. Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi komponen-komponen dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan sifat fisik komponen yang akan dipisahkan Harbone, 1996.

2.3.3.2 Kromatografi Lapis tipis

Kromatografi lapis tipis KLT merupakan salah satu metode pilihan kromatografi secara fisikokimia Gandjar Rohman, 2007. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam uniform pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium atau plat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini merupakan bentuk terbuka dari kromatografi kolom Gritter, et al., 1991. KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom Gritter, et al., 1991. Kromatografi lapis tipis KLT dapat digunakan untuk tujuan analitik dan preparatif. KLT analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik dalam jumlah kecil misalnya, menentukan jumlah komponen dalam campuran dan menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT preparatif. Sedangkan KLT preparatif digunakan untuk memisahkan campuran senyawa dari sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksi-fraksi tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisa berikutnya Townshend, 1995. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang atau cairan pengelusi akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara mekanik ascending, atau karena pengaruh grafitasi pada pengembang menurun descending Gritter, et al., 1991. Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Setelah lempeng terelusi, dilakukan deteksi bercak. Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai retardation farctor Rf. Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak Gandjar Rohman, 2007. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan senyawa contoh, dan tidak bereaksi dengan penjerap Gritter, et al., 1991. a. Fase Diam Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 mikrometer. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi Ganjar Rohman, 2007. Adsorben umum yang digunakan dalam KLT meliputi partikel silika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta gel ukuran 12 µm, alumina, mineral oksida, silikagel dengan ikatan kimia, selulosa, poliamida, polimer penukar ion, silikagel, danfase kiral Gocan, 2002. Tabel 2.1 Fase Diam Kromatografi Lapis Tipis Penjerap Mekanisme sorbsi Penggunaan Silika gel Adsorpsi Asam amino, hidrokarbon, vitamin, alkaloid. Silika yang dimodifikasi dengan hidrokarbon Partisi termodifikasi Senyawa-senyawa non polar Serbuk selulosa Partisi Asam amino, nukleotida, karnohidrat. Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion logam, pewarna makanan, alkaloid. Kieselguhr tanah diatomae Partisi Gula, asam-asam lemak. Selulosa penukar ion Pertukaran ion Asam nukleat, nukleotida, halida dan ion-ion logam. Gel sephadex Eksklusi Polimer, protein, kompleks logam. �-siklodekstrin Interaksi adsorpsi stereospesifik Campuran enansiomer. b. Fase Gerak Pada kromatografi KLT umumnya fase gerak yang digunakan adalah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Adapun petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak Ganjar Rohman, 2007: - Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif. - Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. - Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan. - Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam. c. Penotolan Sampel Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 mikroliter. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 mikroliter maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan. Penotolan yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda Ganjar Rohman, 2007. d. Pengembangan Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam bejana berisi fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng. Ada beberapa teknik untuk pengembangan dalam kromatografi lapis tipis, yaitu pengembangan menaik ascending, menurun descending, melingkar dan mendatar Ganjar Rohman, 2007. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta e. Deteksi Bercak Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, dan biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi Ganjar Rohman, 2007.

2.3.3.3 Identifikasi Kromatogram