Tabel 4.4 Presentase Ketercapaian Keterampilan Proses Sains Postest
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen POSTEST
No Indikator KPS Kontrol
Kategori Eksperimen
Kategori 1
Observasi 25,90
Kurang 61,11
Baik 2
Klasifikasi 21,30
Kurang 42,59
Cukup 3
Interpretasi 21,30
Kurang 42,59
Cukup 4
Prediksi 13,89
Kurang Sekali 22,22
Kurang 5
Mengajukan Pertanyaan 70,40
Baik 90,74
Baik Sekali 6
Berhipotesis 51,90
Cukup 40,74
Kurang 7
Merencanakan Percobaan 10,19
Kurang Sekali 43,52
Cu kup 8
Menggunakan Alat dan Bahan 6,94
Kurang Sekali 40,74
Kurang 9
Menerapkan Konsep 16,20
Kurang Sekali 34,72
Kurang 10 Bekomunikasi
0,93 Kurang Sekali
58,33 Cukup
Jumlah 238,95
Kurang 477,30
Cukup Rerata
23,89 47,73
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan cukup signifikan dari hasil postest kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pada kelas kontrol, nilai
presentasi tertinggi ada pada indikator mengajukan pertanyaan dengan nilai 70,40 untuk kategori baik. Dan pada kelas ekperimen, nilai presentasi
tertinggi juga ada pada indikator mengajukan pertanyaan dengan nilai 90,74 untuk kategori baik sekali. Sedangkan nilai presentasi terkecil di kelas kontrol
ada pada indikator berkomunikasi dengan nilai 0,93 untuk kategori kurang sekali dan pada kelas eksperimen pada indikator merencanakan percobaan
dengan nilai 7,4 untuk kategori kurang sekali. Lampiran 8Indikator soal pada keterampilan proses sains berhipotesis yaitu, diberikan rumusan masalah,
siswa dapat menyusun hipotesis terhadap suatu percobaan pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi. Hasil postest menunjukkan kelas kontrol
mendapatkan nilai 51,93 untuk kategori cukup, sedangkan kelas eksperimen mendapat nilai 40,74 untuk kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa
kelas kontrol memiliki nilai berhipotesis lebih tinggi dari kelas eksperimen, akan tetapi dilihat dari pretest dan postest kelas eksperimen, nilai pada
keterampilan proses sains berhipotesis tetap menunjukkan kenaikan dari 6,48
menjadi 40,74. Artinya kelas eksperimen yang ditreatment menggunakan model PBL tetap memberikan pengaruh terhadap keterampilan proses sains
tanpa mempertimbangkan pengaruh luar dari kelas kontrol.
B.
Analisis Data Tes Keteampilan Proses Sains
1. Uji Prasyarat Sampel
Setelah dilakukan penelitian dan diperoleh data dari masing-masing kelas, maka selanjutnya yang ingin didapat adalah hasil uji hipotesis, akan
tetapi terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat sampel terhadap hasil penelitian, diantaranya adalah uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas Pretest
Hasil uji normalitas menggunakan uji liliefors menunjukkan data terdistribusi normal. Hasil uji normalitas pretest kelas kontrol dan
kelas eksperimen dapat dilihat dari nilai L
hitung
dan L
tabel
, sebagaimana tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen Data
Pretes Kesimpulan
Kontrol Eksperimen
N 27
27
L
hit
L
tabel
Data Berdistribusi
Normal L
hitung
0,14 0,15
L
tabel
0,17 0,17
Tabel 4.5 dapat disimpulkan nilai hasil pretest kedua kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi secara normal. Syarat data berdistribusi
secara normal jika L
hit
L
tabel
. L
hitung
didapat dari nilai mutlak FZi- SZi terbesar. Sedangkan menentukan L
tabel
dari nilai kritis uji Liliefors L
tabel =
n 886
,
. Nilai L
hitung
pretes kelas kontrol kelas eksperimen berturut-turut 0,14 dan 0,15, nilai keduanya lebih kecil dari
nilai L
tabel
0,17. Lampiran 9 dan 10
b. Uji Homogenitas Pretest
Kedua sampel penelitian tersebut telah dinyatakan berdistribusi normal, uji selanjutnya adalah menentukan homogenitas yang
dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara dua keadaan atau populasi. Adapun syarat uji homogenitas yaitu sampel dinyatakan
homogen jika F
hitung
F
tabel
. Berikut ini hasil uji homogenitas pretest menggunakan uji fischer:
Tabel.4.6 Hasil Uji Homogenitas Pretets Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen Statistik
S
2
Kontrol 7,15
S
2
Eksperimen 7,19
F
hitung
1,00 F
tabel
1,93 Kesimpulan
Homogen
Tabel 4.6 hasil uji homogenitas pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh F
hitung
= 1,00, dan didapat F
tabel
dari harga distribusi F dengan taraf signifikan
α = 0,05 dan jumlah siswa 52 n1=26, n2 = 26 adalah 1,93, nilai tersebut menunjukkan bahwa F
hitung
F
tabel.
Dengan demikian, dapat disimpulkan data pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah homogen. Lampiran 17
c. Pengujian Hipotesis Pretest
Pengujian data selanjutnya adalah uji hipotesis, yang dilakukan setelah uji normalitas dan homogenitas. Uji ini menggunakan uji-t t
test untuk menguji hipotesis nihil Ho yang menyatakan bahwa “tidak ada perbedaan hasil pretest antara siswa kelas eksperimen dengan
siswa kelas kontrol” dan H
1
yang menyatakan “terdapat perbedaan hasil pretest antara siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas
kontrol”. Hasil uji kesamaan rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol tertera pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Uji Kesamaan Rerata Pretest Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Data Uji “t”
Kontrol Eksperimen
Rerata 8,67
8,54
t-hitung 0,18
t- tabel 2,00
Kesimpulan
Ho diterima, tidak terdapat perbedaan yang signifikan
Tabel 4.7 dari uji-t nilai pretest yang telah dilakukan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan taraf signifikan 5 0,05
dan derajat kebebasan df = n1 + n2 – 2 = 27+27 – 2 = 52 maka diperoleh t
tabel
= 2,00 dan t
hitung
= 0,18265 atau dibulatkan menjadi 0,18. Dengan kriteria H
diterima jika –t
tabel
t
hitung
t
tabel
dan H ditolak jika –t
tabel
t
hitung
t
tabel
, maka hasil uji-t menunjukkan bahwa 0,18
≤ 2,00 atau t
hitung
t
tabel
, sehingga H diterima, sehingga
H yang berbunyi: “Tidak terdapat perbedaan hasil pretest antara
siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas kontrol”, diterima. Hipotesis menunjukan bahwa kedua kelas, baik kelas eksperimen
maupun kelas kontrol pantas dijadikan sampel penelitian, karena mewakili populasi sampel dan memiliki kemampuan yang sama.
2. Uji Prasyarat Analisis Data
a. Uji Normalitas Postest
Hasil uji normalitas menggunakan uji liliefors menunjukkan data terdistribusi normal. Hasil uji normalitas postest kelas kontrol dan
kelas eksperimen dapat dilihat dari nilai L
hitung
dan L
tabel
, sebagaimana tabel berikut ini:
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Postest Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen Data
Pretest Kesimpulan
Kontrol Eksperimen
N 27
27 L
hit
L
tabel
Data Berdistribusi
Normal L
hitung
0,15 0,09
L
tabel
0,17 0,17
Tabel 4.5 dapat disimpulkan nilai hasil postest kedua kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi secara normal. Syarat data berdistribusi
secara normal jika L
hit
L
tabel
. L
hitung
didapat dari nilai mutlak FZi- SZi terbesar. Sedangkan menentukan L
tabel
dari nilai kritis uji Liliefors L
tabel =
n 886
,
. Nilai L
hitung
postets kelas kontrol kelas eksperimen berturut-turut 0,15 dan 0,09, nilai keduanya lebih kecil dari
nilai L
tabel
0,17 Lampiran 11 dan 12.
b. Uji Homogenitas Postest
Hasil uji homogenitas postest kelas kontrol dan kelas eksperimen menggunakan uji fischer:
Tabel 4.9 Hasil Uji Honogenitas Postest Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen Statistik
S
2
Kontrol 17,95
S
2
Eksperimen 27,46
F
hitung
1,53 F
tabel
1,93 Kesimpulan
Homogen
Tabel 4.9 hasil uji homogenitas postets kelas kontrol dan kelas eksperimen diperoleh F
hitung
= 1,53 dan didapat F
tabel
dari harga distribusi F dengan taraf signifikan
α = 0,05 dan jumlah siswa 52
n1=26, n2 = 26 adalah 1,93, nilai tersebut menunjukkan bahwa F
hitung
F
tabel.
Dengan demikian, dapat disimpulkan data postest kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah homogen.
c. Pengujian Hipotesis Postes
Hasil uji kesamaan postes rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol tertera pada tabel berikut ini:
Tabel 4.10 Uji Kesamaan Rerata Postes Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Data Uji “t”
Kontrol Eksperimen
Rerata 10,22
21,88
t-hitung 7,32
t- tabel 2,00
Kesimpulan
Ho ditolak, Terdapat perbedaan yang signifikan
Tabel 4.10 dari uji-t nilai postes yang telah dilakukan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan taraf signifikan 5 0,05 dan
derajat kebebasan df = n1 + n2 – 2 = 27+27 – 2 = 52 maka diperoleh t
tabel
= 2,00 dan t
hitung
= 7,32. Dengan criteria: H diterima
jika –t
tabel
t
hitung
t
tabel
dan H ditolak jika –t
tabel
t
hitung
t
tabel
, maka hasil uji-t menunjukkan bahwa 7,32
≥ 2,00 atau t
hitung
≥
t
tabel
, sehingga H
ditolak, dan H
1
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan keterampilan proses sains siswa yang lebih baik terhadap
siswa yang mendapat pembelajaran melalui model pembelajaran problem based learning dibandingkan siswa yang mendapat
pembelajaran secara konvensional pada materi ajar laju reaksi kimia. Lampiran 20
C.
Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh model pembelajaran problem based learning terhadap keterampilan proses sains
siswa pada materi laju reaksi. Berdasarkan hasil uji prasyarat analisis data penelitian yang dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri MAN Mauk Kabupaten
Tangerang, didapat kesimpulan dari hasil uji normalitas serta uji homogenitas pretes dan postest kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah L
hit
L
tabel
uji normalitas dan F
hitung
F
tabel
uji homogenitas, hal tersebut menunjukkan bahwa data telah berdistribusi secara normal dan homogen sehingga dapat dilakukan
pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t. Sebelum diterapkan model pembelajaran pada masing-masing sampel
kelas konrtrol dan kelas eksperimen, pengujian hipotesis terhadap pretest kedua kelas menunjukkan bahwa Ho diterima, artinya tidak terdapat perbedaan
keterampilan proses sains yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, dengan t
hitung
lebih kecil dari t
tabel
0,18 2,00 atau dengan kata lain kelas kontrol dan kelas ekperimen memiliki keterampilan proses sains awal yang
sama homogen. Setelah diterapkan model pada masing-masing sampel, yaitu model problem
based learning dengan praktikum pada kelas eksperimen dan metode konvensional mengikuti kebiasaan guru mengajar diterapkan pada kelas kontrol,
maka diperoleh perbedaan yang cukup signifikan pada nilai rerata postest kelompok eksperimen lebih besar dari kelas kontrol. Seperti tertera pada gambar
berikut ini:
Gambar 4.1 Perbandingan Rerata Postest Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen
Gambar 4.1, menunjukkan nilai rerata postest kelas kontrol sebesar 10,22 dan kelas eksperimen sebesar 21,79, selisih nilai keduanya sebesar 11,57 secara
umum menggambarkan kemampuan penguasaan keterampilan proses sains siswa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran problem based
learning lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional. Hal ini sesuai dengan teori yang mengungkapkan bahwa
keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat
karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikiranya.
1
Pengujian hipotesis terhadap data postest kelas kontrol dan kelas eksperimen menggunakan Uji-t menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
pada penggunaan model pembelajaran problem based learning materi laju reaksi untuk kelas eksperimen, hal tersebut dibuktikan dari hasil perhitungan nilai t
hitung
yang lebih besar dari t
tabel
7,32 ≥ 2,00 yang artinya H
yang berbunyi: “Tidak terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa antara siswa yang mendapat
pembelajaran melalui model problem based learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional”, ditolak. Perhitungan dapat dilihat
1
Nuryani, R. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang, 2005 h.78
5 10
15 20
25
Kontrol Eksperimen
10,22 21,79
Nilai Rerata Postest
Nilai Rerata Postes
pada Lampiran 18. Sesuai dengan teori yang diungkapkan Rusman dalam bukunya mengutip definisi Pembelajaran Berbasis Masalah PBM menurut Tan
bahwa PBM atau Problem Based Learning PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran, kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui
proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat membedayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.
2
Mengutip kalimat Harlen, sedikitnya terdapat lima aspek yang perlu diperhatikan oleh guru dalam berperan mengembangkan keterampilan proses.
3
Pertama, memberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan proses dalam melakukan eksplorasi materi dan fenomena. Kedua, memberi kesempatan
untuk berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil dan juga diskusi kelas. Ketiga, mendengarkan pembicaraan siswa dalam mempelajari prodi mereka untuk
menemukan proses yang diperlukan untuk membentuk gagasan mereka. Keempat, membantu siswa untuk menyadari keterampilan-keterampilanyang mereka
perlukan adalah penting sebagai bagian dari proses mereka sendiri. Kelima, memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan keterampilan, khususnya
ketepatan dalam observasi dan pengukuran.
4
Terlatihnya siswa menggunakan keterampilan proses ini akan memudahkan dalam menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari
pemecahan masalah, dan peran guru dengan demikian adalah sebagai fasilitator.
5
2
Rusman. Model-model Pembelajaran.Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 2010 h.229
3
Nuryani, R. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang, 2005 h.82
4
ibid
5
Zulfianai,dkk. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,2009 h.52
Indikator keterampilan proses sains yang diukur pada penelitian ini sebanyak sepuluh indikator, yaitu: Observasi, Klasifikasi, Interpretasi, Prediksi,
Mengajukan Pertanyaan, Berhipotesis, Merencanakan Percobaan, Menggunakan Alat dan Bahan, Menerapkan Konsep dan Berhipotesis. Gambar dibawah ini
menunjukkan peningkatan presentassi keterampilan proses sains hasil pretest dan postest pada kelompok eksperimen.
Gambar 4.2 Presentasi Nilai Keterampilan Proses Sains Pretest dan
Postest Kelas Eksperimen
Gambar 4.2 menunjukkan perolehan nilai keterampilan proses sains masing-masing siswa pada materi laju reaksi kimia pada sesaat sebelum mendapat
perlakuan kegiatan pembelajaran pretest dan sesaat setelah perlakuan model pembelajaran pada masing-masing kelas postest. Dari 12 soal uraian yang
dikerjakan oleh siswa, masing-masing indikator KPS diwakili oleh satu soal, kecuali pada indikator menggunakan alat dan bahan dan menerapkan konsep
terdiri dari dua soal, ini disebabkan untuk memenuhi indikator dari kompetensi dasar materi laju reaksi.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Pretes Postes
Indikator yang diukur dalam instrumen penelitian ini berjumlah 10 indikator sesuai yang dipaparkan oleh Harlen dalam bukunya UNESCO Source
for science in the primary school, diantaranya yaitu: keterampilan Observasi, Klasifikasi, Interpretasi, Prediksi, Mengajukan Pertanyaan, Berhipotesis,
Merencanakan Percobaan, Menggunakan Alat dan Bahan, Menerapkan Konsep, dan Berkomunikasi.
6
Indikator pertama yang diukur adalah keterampilan Observasi siswa, nilai pretest dan postest menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan yaitu dari
18,52 menjadi 61,11, selisihnya sebesar 42,59 menunjuukan bahwa keterampilan observasi siswa meningkat dua kali lipat dari semula, pada proses
pembelajaran dengan model problem based learning, siswa dihadapkan dengan wacana-wacana yang diawali pada masalah, membantu siswa untuk lebih terampil
dalam mengamati suatu peristiwa. Bentuk soal uraian yang diberikan adalah untuk menguji keterampilan pengamatan siswa terhadap perbedaan hasil reaksi, lamanya
waktu dan jenis bahan yang digunakan saat percobaan pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi.
Indikator yang selanjutnya diukur adalah keterampilan klasifikasi siswa, nilai pretest dan postest meningkat dari 26,85 menjadi 42,59, presentasinya
meningkat 15,74 dari semula. Dalam instrumen soal yang mengukur keterampilan ini, siswa diminta untuk mengurutkan laju reaksi dari yang paling
cepat ke yang paling lambat dan menjelaskan penyebabnya. Keterampilan proses sains interpretasi siswa meningkat dari 22,22
menjadi 42,59 sehingga terjadi peningkatan keterampilan interpretasi atau menafsirkan sebesar 20,37 setelah diberikan perlakuan model pembelajaran
problem based learning. Dari instrumen ini, siswa diminta menyimpulkan hasil pengamatan dan menyimpulkan percobaan faktor-faktor yang mempengaruhi laju
reaksi. Keterampilan proses sains predikisi pretes dan postes meningkat dari
9,26 menjadi 22,22. Hasil ini menunjukkan bahwa setelah perlakuan
6
Wynne Harlen dan Jos Elstgeest, dalam UNESCO Source for science in the primary school. paris: Unesco Publising, 1992 h.26
pembelajaran dengan model problem based learning terjadi peningkatan sebesar 12,96 dari keterampilan prediksi siswa kelas eksperimen. Dalam tes uraian ini,
diberikan data hasil percobaan, siswa diminta memprediksi kecepatan reaksi berdasarkan bentuk bahan reaktan.
Keterampilan proses sains mengajukan pertanyaan adalah keterampilan dengan presentasi tertinggi dibanding indikator KPS lainnya, presentasinya
meningkat dari 82,4 menjadi 90,74 sehingga kategori KPS termasuk pada “Baik Sekali”. Selisih pretest dan postest yaitu sebesar 8,34, hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan mengajukan pertanyaan kelas eksperimen cukup tinggi, disebabkan rasa ingin tahu yang tinggi. Soal yang diberikan berupa
wacana faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, siswa diminta mengajukan pertanyaan apa, bagaimana, atau mengapa, untuk menjelaskan percobaan
Keterampilan proses sains berhipotesis meningkat dari 6,48 menjadi 40,74 selisih pretest dan postest yaitu sebesar 34,26, peningkatan ini sangat
signifikan sehingga menunjukkan bahwa siswa mampu menyusun hipotesis sebelum melakukan percobaan. Dalam tes uraian, siswa diberikan rumusan
masalah, dan siswa diminta menyusun hipotesis terhadap suatu percobaan pengaruh luaspermukaan terhadap laju reaksi
Keterampilan proses sains merencanakan percobaan meningkat dari 5,55 menjadi 43,52 selisih pretest dan postest yaitu sebesar 37,97, sama seperti
keterampilan berhipotesis, maka keterampilan merencanakan percobaan setelah penerapan model problem based learning menunjukkan hasil yang signifikan.
Selisih menunjukkan peningkatan lebih dari tujuh kali lipat dari semula. Dalam soal uraian, siswa diberikan tujuan percobaan, kemudian siswa diharaapkan dapat
menyiapkan kebutuhan percobaan orde reaksi Keterampilan proses sains menggunakan alat dan bahan meningkat dari
4,17 menjadi 40,74 selisih pretest dan postest yaitu sebesar 36,57, hasil ini menunjukkan nilai yang signifikan terhadap penerapan model problem based
learning. Siswa diberikan tujuan percobaan, kemudian siswa diminta menuliskan langkah kerja percobaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Keterampilan proses sains menerapkan konsep meningkat dari 3,24menjadi 34,722 selisih pretest dan postest yaitu sebesar 31,482,
sehingga dapat disimpulkan bahwa setelah penerapan model pembelajaran problem based learning meningkat secara signifikan sebesar 31,482. Dalam
soal uraian ini, diujikan keterampilan menerapkan konsep matematis siswa, diberikan tabel hasil percobaan, siswa diminta menentukan besarnya orde reaksi
Keterampilan proses sains berkomunikasi meningkat dari hasil presentasi pretest 2,78 menjadi 58,33 dari hasil presentasi postest, sehingga memiliki
peningkatan presentasi sebesar 55,55. Peningkatan terebut menunjukkan angka yang sangat signifikan, hal ini mejelaskan bahwa penerapan model problem based
learning saat praktikum dilaksanakan memberikan hasil yang positif untuk keterampilan berkomunikasi siswa. bentuk soal atau test uraian adalah siswa
diberikan data, kemudian siswa diminta dapat menyajikan data hasil percobaan melalui grafik orde reaksi.
Berdasarkan Gambar 4.2 yang menunjukkan presentasi rerata nilai keterampilan proses sains pretest dan postest kelas eksperimen, maka dapat dilihat
bahwa presentasi nilai tertinggi ada pada indikator mengajukan pertanyaan, dengan nilai pretest sebesar 70,40 dan nilai postest sebesar 90,74. Hal ini
ditunjukkan dalam beberapa jawaban siswa seperti berikut ini:
Gambar 4.3 Jawaban Siswa A Pada Keterampilan Proses Sains Indikator Mengajukan Pertanyaan
.
Gambar 4.4 Jawaban Siswa B Pada Keterampilan Proses Sains Indikator Mengajukan Pertanyaan
Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 merupakan 2 contoh jawaban dari 27 sampel siswa kelas eksperimen pada soal keterampilan proses sains indikator mengajukan
pertanyaan. Berdasarkan kunci jawaban yang telah divalidasi, jawaban yang tepat adalah siswa mampu memberikan pertanyaan tentang apabagaimana
mengapaberapa terkait wacana dan perobaan laju reaksi pertanyaan dibebaskan kepada siswa, dengan syarat tidak keluar konteks laju reaksi. Adapun pada
pedoman penskoran, skor maksimal 4 diberikan pada siswa yang menyusun empat pertanyaan; skor 3 diberikan pada siswa yang menyusun tiga pertanyaan;
skor 2 diberikan pada siswa yang menyusun dua pertanyaan; dan skor 1 diberikan pada siswa yang hanya menyusun satu pertanyaan saja. Dari data hasil
postest siswa kelas eksperimen menunjukkan sebanyak 20 siswa menjawab dengan skor maksimal yatu menyusun 4 pertanyaan, diantara pertanyaan yang
disusun siswa meliputi pertanyaan tentang apa yang terjadi jika reaktan serbuk dan lempengan direaksikan dengan larutan, apa yang menyebabkan cepat-lambat
reaksi tersebut dapat terjadi, dan apakah akan berpengaruh sama pada bahan yang lainnya. Dari data tersebut menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa
pada indikator mengajukan pertanyaan termasuk dalam kategori tinggi, hal ini juga dibuktikan saat proses pembelajaran berlangsung, siswa bersama
kelompoknya diberi kesempatan untuk menyusun pertanyaan terkait permasalahan dan wacana dalam LKS, sekaligus menyusun jawabannya,
kemudian antara kelompok saling bertukar pertanyaan yang telah disusun. Dari
aktifitas diskusi dan bertukar pertanyaan menunjukkan bahwa keterampilan mengajukan pertanyaan siswa termasuk kategori sangat baik.
Presentasi terendah terdapat pada keterampilan proses sains siswa dengan indikator memprediksi. Presentasi pretest sebesar 13,89 kategori sangat
kurang dan postest sebesar 22,22 kategori kurang. Berikut ini contoh jawaban siswa pada soal keterampilan proses sains siswa indikator memprediksi:
Gambar 4.5 Jawaban Siswa A Pada Keterampilan Proses Sains Indikator Prediksi
Gambar 4.6 Jawaban Siswa B Pada Keterampilan Proses Sains Indikator Prediksi
Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 merupakan 2 contoh jawaban dari 27 sampel siswa kelas eksperimen pada soal keterampilan proses sains indikator
memprediksi. Indikator soal ini adalah: “Diberikan data hasil percobaan, siswa dapat memprediksi kecepatan reaksi berdasarkan bentuk bahan reaktan”.
Berdasarkan kunci jawaban yang telah divalidasi, jawaban yang tepat adalah: “Reaksi yang paling tinggi kelajuannya adalah percobaan No.3 yaitu bentuk
serbuk magnesium dengan larutan HCL 0,75 M. Ini disebabkan faktor luas permukaan serbuk magnesium dan konsentrasi HCl yang tinggi. Sehingga reaksi
ini cepat bereaksi dibandingkan luas permukaan bentuk lempeng magnesium, baik yang konsentrasi HCl 0,50 M maupun konsentrasi HCl 0,75 M. Adapaun
pedoman penskoran menunujukkan bahwa siswa yang mendapat skor tertinggi 4 adalah siswa yang menjawab benar nomor percobaan yang paling tinggi laju
reaksinya, dan menjelaskan kedua alasan tingginya laju reaksi konsentrasi dan luas permukaan; siswa yang mendapat skor 3 adalah siswa yang menjawab
benar nomor percobaan yang paling tinggi laju reaksinya, dan menjelaskan salah satu alasan tingginya laju reaksi konsentrasi atau luas permukaan; siswa yang
mendapat skor 2 yaitu siswa yang hanya menjelaskan alasan tingginya laju reaksi konsentrasi dan luas permukaan; dan terakhir siswa yang mendapat skor
1 hanya mejawab benar pilihan jawaban percobaan yang paling tingi laju
reaksinya.
Lebih dari setengah sampel kelas eksperimen yaitu sebanyak 17 siswa menjawab soal keterampilan proses sains indikator memprediksi dengan
memperoleh skor sangat rendah 1, hal ini menunjukkan keterampilan proses sains siswa pada indikator memprediksi termasuk dalam kategori rendah. Hasil
uji postest menunjukkan kebanyakan siswa hanya bisa memprediksi kecepatan reaksi zat tersebut, akan tetapi tidak dapat menjelaskan sebab hal itu terjadi.
Beberapa siswa menjelaskan alasannya hanya saja jawaban siswa kurang tepat, sehingga rerata presentasi keterampilan proses sains indikator prediksi termasuk
dalam kategori rendah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Problem Based Learning PBL memiliki pengaruh terhadap Keterampilan Proses Sains KPS siswa pada materi laju reaksi. Hasil uji-t postes
menunjukkan bahwa t
hitung
7,32 lebih besar dibanding t
tabel
2,00, sehingga t
hitung
≥
R
t
tabel
yang menunjukkan bahwa hipotesis alternatif H1 diterima, artinya terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang lebih baik terhadap
siswa yang mendapat pembelajaran melalui model problem based learning dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional. Data
postes kelas eksperimen menunjukkan peningkatan rerata presentasi nilai keterampilan proses sains dari 18,15 menjadi 47,73. Adapun keterampialan
proses sains tertinggi pada kelas eksperimen adalah mengajukan pertanyaan 90,74, sedangkan yang paling rendah adalah keterampilan prediksi 22,22.
B. Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengemukakan beberapa
saran untuk perbaikan di masa mendatang yaitu sebagai berikut: 1. Berdasarkan penelitian menggunakan model pembelajaran Problem based
Learning, dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi laju reaksi, sehingga model ini dapat diterapkan oleh guru dalam
proses pembelajaran. 2. Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan agar mengukur indikator
keterampilan proses sains menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan metode praktikum.
72
DAFTAR PUSTAKA
Afrizon, Renol., Ratnawulan, dan Fauzi. 2012. Peningkatan Pelriaku Berkarakter Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTsN Model Padang
Pada Mata Pelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction. Universitas Negeri Padang: Jurnal Penelitian Pembelajaran
Fisika ISSN: 2252-3014 volume 1.
Ali, Muhson. 2009. Peningkatan Minat Belajar dan Pemahaman Mahasiswa melalui Penerapan Problem Based Learning. Jurnal Kependidikan Volume
39 Nomor 2. hal. 171-182. Amir, M Taufiq. 2010. Inovasi Pendidikan melalui Problem based Learning.
Jakarta: Prenada Media Grup. Arends, Richad I . 2007. Learning to Teach. New York: McGraw-Hill.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta:Rineka Cipta. ____ 2012. Dasar-dasar evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ariani, Dhorothea Wahyu. Pengendalian Kualitas Statistik.Jogjakarta: Andi
Offset Ayfer Alfer, 2008. Attitudes Toward Problem Based Learning in a New Turkish
Medicine Curriculum. World Applied Sciences Journal 4 6: 830-836, ISSN 1818-4952 © IDOSI Publications.
Azizah, Utiya. 2004. Laju Reaksi.Jakarta: Depdiknas .
Barell, Jhon. 2007. Problem Based Learning An Inquiry Approach. California:
Corwin Press. Baswedan, Anies R. 2014. Gawat Darurat Pendidikan Indonesia. Jakarta:
Kemendikbud RI. Damanik, Heni Akhwat. 2013. Sistem Pendidikan Indonesia Antara Masalah Dan
Solusi. Bogor:Kompasiana. Fauziah, Resti., Abdullah, dan Hakim. 2013. Pembelajaran Saintifik Elektronika
Dasar Berorientasi Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Bandung: INVOTEC, Volume IX No.2.
73
Hadjar, Ibnu. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Harlen, Wynne dan Jos Elstgeest, 1992. UNESCO Source for science in the primary school. Paris: Unesco Publising.
Herlanti, Yanti. 2006. Tanya Jawab Seputar Penelitian Tindakan Sains, Jakarta: Jurusan Pendidikan IPA, FITK, UIN Syarif Hidayatullah.
Irianto, Agus. Statistik Konsep dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Prenada Media Grup
Irvan, Permana. 2009. Memahami Kimia SMAMA Untuk Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departmen Pendidikan Nasional.
Nurgiantoro, Burhan. 2002 Statistika Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Muderawan, IW., Siwa, dan Tika. 2013. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek Dalam Pembelajaran Kimia Terhadap Keterampilan Proses Sains Ditinjau
Dari Gaya Kognitif Siswa. e-journal pascasarjana UPG volume 3. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013Tentang
Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah AtasMadrasah Aliyah.
Prastowo, Andi. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif: Diva Press. Prawiradilaga, Dewi Salma. 2007 Prinsip Desain pembelajaran. Jakarta: Prenada
Media Group. R, Nuryani. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri
Malang. Riduwan.2007. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta. Romauli, Tiona. dkk. 2009.
Indikator-indikator Penilaian Pelaksanaan Problem- Based Learning Berdasarkan Pembelajaran Konstruktif, Mandiri,
Kolaboratif dan Konstektual di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta:Kencana.
Sari, Devi Diyas. 2012. Penerapan Model Problem Based Learning PBL Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Pada
Pembelajaran IPA Kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman.Yogyakarta: Skripsi UNY.
Semiawan, Cony dkk. 1985. Pendekatan Proses Sains. Jakarta: PT Gramedia. Sofyan, Ahmad. Tonih Feronika dan Burhanudin Milama. 2006. Evaluasi
Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi.Jakarta: UIN Jakarta Press. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD.
Bandung:Alfabeta. Sukardjo. 2007. Sains Kimia SMA. Jakarta: Sinar Grafika.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Metode Penelitian Pendidikan.cet.ke-7.
Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. ____ Pengemabangan Kurikulum Teori dan Praktek. 2007. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Susanti, Wulan. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Laju Reaksi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Skripsi Pendidikan Kimia.
Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3.
Utami, Budi. 2009. Kimia Untuk SMAMA Kelas XI Program Ilmu Alam. Jakarta: CV.HaKa MJ.
Ward, Hellen. 2010. Pengajaran Sains berdasarkan Cara Kerja Otak. Jakarta:PT. Indeks.
Yamin, Martins. 2013. Strategi Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Referensi.
Yusri. 2009. Statistika Sosial Aplikasi dan Interpretasi. Jogjakarta: Graha ilmu. Zulfiani, Tonih Feronika dan Kinkin Suartini. 2009. Strategi Pembelajaran Sains.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.