Pecking Order Theory Pengertian Kebijakan Utang

17 modalnya. Dengan kata lain bahwa tidak menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya. Studi MM ini didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antaran lain : a. Tidak terdapat agency cost b. Tidak ada pajak c. Investor dapat berutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan d. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan e. Tidak ada biaya kebangkrutan f. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari utang g. Para investor adalah price-takers h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar market value. Penggunaan utang dapat mengurangi penghasilan kena pajak karena perusahaan diwajibkan untuk membayar bunga pinjaman. Pengurangan pajak dapat menambah laba perusahaan yang dimanfaatkan untuk reinvestasi ataupun untuk pembagian dividen kepada para pemegang saham. Reinvestasi dan pembagian dividen akan meningkatkan penilaian investor sehingga dapat meningkatkan minat mereka membeli saham.

2.1.2.1 Pecking Order Theory

Menurut Myers 1984 dalam Syahyunan 2015, pecking order theory menyatakan “Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat Universitas Sumatera Utara 18 hitungnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang melimpah”. Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi hierarki dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Meggison, dan Gitman 2004 dalam Syahyunan 2015, terdapat skenario urutan hierarki dalam memilih sumber pendanaan, yaitu : a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan. b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen dan yang terakhir saham biasa. c. Terdapat kebijakan dividen yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran dividen yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi. d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan dividen yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Universitas Sumatera Utara 19 Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urutan-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tigkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil. Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai dengan skenario urutan hierarki yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid 1992 dan Sigh 1995 dalam Syahyunan 2015 menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berutang dalam membiayai perusahaannya”. Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih menerbitkan utang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.

2.1.2.2 Trade-off Theory

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Kepemilikan Manajerial, Set Kesempatan Investasi, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 52 101

Pengaruh Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Arus Kas Bebas, dna Kesempatan Investasi Terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014.

0 5 26

Pengaruh Kepemilikan Blockholder, Arus Kas Bebas untuk Perusahaan, Ukuran Perusahaan dan Set Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Utang Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 1 11

Pengaruh Kepemilikan Blockholder, Arus Kas Bebas untuk Perusahaan, Ukuran Perusahaan dan Set Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Utang Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Kepemilikan Blockholder, Arus Kas Bebas untuk Perusahaan, Ukuran Perusahaan dan Set Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Utang Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

Pengaruh Kepemilikan Blockholder, Arus Kas Bebas untuk Perusahaan, Ukuran Perusahaan dan Set Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Utang Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 29

Pengaruh Kepemilikan Blockholder, Arus Kas Bebas untuk Perusahaan, Ukuran Perusahaan dan Set Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Utang Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Chapter III V

0 1 57

Pengaruh Kepemilikan Blockholder, Arus Kas Bebas untuk Perusahaan, Ukuran Perusahaan dan Set Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Utang Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 2 6

Pengaruh Kepemilikan Blockholder, Arus Kas Bebas untuk Perusahaan, Ukuran Perusahaan dan Set Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Utang Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

0 0 18

PENGARUH KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, SET KESEMPATAN INVESTASI, ARUS KAS BEBAS, KEBIJAKAN DEVIDEN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR - Perbanas Institutional Repository

0 0 16