4.2 Pembahasan
4.2.1 Jenis dan Dominasi Proyeksi dalam 3 Teks Cerita Rakyat
Dari  penelitian  yang  telah  dilakukan  pada  ke  tiga  judul  cerita  rakyat  Melayu tersebut ditemukan 284 data proyeksi, dengan perincian sebagai berikut:
1. Hikayat Ketapel Awang Bungsu  HKAB
80 unit 2.
Legenda Pantai Cermin  LPC 92 unit
3. Buyung Besar  BB                                                112 unit
Dari 112 unit proyeksi tersebut dapat dilihat pendistribusiannya sebagai berikut:
Tabel 4.10: Distribusi Jenis Proyeksi Ketiga Cerita Rakyat Melayu
Judul Jenis Proyeksi
Jumlah Lokusi
Parataksis Lokusi
Hipotaksis Ide
Parataksis Ide
Hipotaksis
Hikayat Ketapel Awang Bungsu
74 5
1 80
Legenda Pantai Cermin
86 6
92
Buyung Besar 111
1 112
Jumlah 271
1 11
1 284
Berdasarkan  penghitungan  yang  dilakukan  dijumpai  jenis  proyeksi  Lokusi Parataksis mendominasi di setiap judul cerita rakyat Melayu tersebut, yaitu: HKAB sekitar
92,50  ;  LPC  sekitar  93,48  dan  BB  sekitar  99,11.  Secara  keseluruhan  persentase proporsi untuk setiap jenis proyeksi dapat dilihat di tabel di bawah ini:
Tabel 4.11: Proporsi Setiap Jenis Proyeksi Ketiga Cerita Rakyat Melayu
Jenis Proyeksi Jumlah
Lokusi Parataksis
Lokusi Hipotaksis
Ide Parataksis Ide Hipotaksis
95,42 0,35
3,87 0,35
100
Secara keseluruhan dari empat jenis proyeksi yang diteliti dalam 3 teks cerita rakyat Melayu  didapati  bahwa  semua  jenis  proyeksi  ada.  Namun,  pada  judul  cerita  rakyat
‘Hikayat Ketapel Awang Bungsu’, jenis Lokusi Hipotaksis tidak dijumpai keberadaannya. Pada  judul  cerita  ‘Legenda  Pantai  Cermin’,  Jenis  proyeksi  Lokusi  Hipotaksis  dan    Ide
Hipotaksis  juga  tidak  dijumpai  keberadaanya.  Dan  untuk  cerita  rakyat  yang  berjudul ‘Buyung  Besar’  dijumpai  bahwa  jenis  proyeksi  Ide  Parataksis  dan  Ide  Hipotaksis  tidak
dijumpai keberadaanya. Dari paparan di atas dapat disimpulkan persamaan diantara ketiga teks cerita rakyat
Melayu  tersebut;  yaitu  jenis  Lokusi  Parataksis  selalu  mendominasi  dan  jumlah  perolehan yang didapat sangat signifikan dibanding dengan jenis-jenis proyeksi yang lain. Selain itu,
dijumpai juga bahwa beberapa jenis Lokusi Parataksis yang dijumpai secara eksplisit tidak memiliki klausa pemproyeksi, baik secara verbal lokusi dan secara mental  Ide. Namun
setelah  diamati  apa  penyebab  dari  ketidakberadaan  klausa  pemroyeksi  ini  dijumpai jawaban;  yaitu  unit-unit  yang  diliteliti  tersebut  merupakan  sambungan  dari  dialog-dialog
sebelumnya. Dari fenomena ini dapat dirasakan   keunggulan Teori Linguistik Fungsional Sistemik  dengan  konsepnya  yang  menyatakan  bahwa  bahasa  merupakan  teks  yang
berkonstrual  saling  menentukan  dan  merujuk.    Kajian  para  pakar  Linguistik  Fungsional Sistemik  berdasarkan  kebutuhan  pemakaian  bahasa  dalam  berbagai  bidang  seperti  surat
kabar, pidato politik, bahasa hukum, pengajaran bahasa, siaran radio, iklan, debat dan lain- lain Saragih, 2001:1. Oleh karena  itu konteks situasi di dalam ketiga teks ini  membantu
peneliti memahami bahwa unit-unit yang tidak mempunyai klausa pemproyeksi itu ternyata adalah  jenis  proyeksi  Lokusi  Parataksis  berdasarkan  konteks  dari  teks-teks  ketiga  cerita
tersebut.  Di  dalam  analisa  data  peneliti  memberi  tanda  kurung      pada  jenis  proyeksi Lokusi  Parataksis  yang  dimaksud  untuk  membedakannya  dengan  jenis  proyeksi  Lokusi
Parataksis yang mempunyai klausa pemroyeksi.
Contoh: “Aduh....,  airnya  sejuk  sekali,  paman”,
ucap Awang Bungsu pada Kolok. Lokusi Parataksis
“1 2 “Memang  demikian  adanya,  duduklah,
kita makan pagi. Pagi ini di Balai Bandar Serapuh  ada  acara  pemilihan  pengawal
baru.  Datuk  Syahperi  hendak  memilih pengawal-pengawal
baru yang
lebih tangguh.
Sebab menurut
kabar, di
Balairung  akhir-akhir  ini  sering  terjadi kerusuhan.  Ada  beberapa  orang  pengawal
yang berkhianat.
Mereka membuat
kerusuhan dalam Balai”.
Lokusi Parataksis “1 2
Contoh  di  atas  diambil  dari  Hikayat  Ketapel  Awang  Bungsu.  Di  unit  pertama  : “Aduh...,
airnya  sejuk  sekali,  paman  Adalah  ucapan  Awang  Bungsu  kepada  Pamannya  yang bernama  Kolok.  Dalam  unit  ini  nampak  jenis  terlihat  klausa  yang  memproyeksi;  yaitu
klausa  memproyeksikan  dengan  proses  verbah  secara  langsung  oleh  karenanya  jenis
proyeksi  yang  ditemukan  adalah  proyeksi  Lokusi  Parataksis.  Sedangkan  di  unit  yang  ke dua  klausa  yang  diproyeksikan  ada  yaitu:
“Memang  demikian  adanya,  duduklah,  kita makan  pagi.  Pagi  ini  di  Balai  Bandar  Serapuh  ada  acara  pemilihan  pengawal  baru.
Datuk  Syahperi  hendak  memilih  pengawal-pengawal  baru  yang  lebih  tangguh.  Sebab menurut kabar, di Balairung akhir-akhir ini sering terjadi kerusuhan. Ada beberapa orang
pengawal yang berkhianat. Mereka membuat kerusuhan dalam Balai”. Namun klausa yang memproyeksi tidak nampak secara implisit. Walaupun demikian klausa permproyeksi dapat
diketahui juga berdasarkan konteks teks dengan merujuk kepada unit yang pertama. Di unit pertama  si  Awang  Bungsu  Berkata  pada  pamannya,  oleh  karena  itu  walaupun  unit  kedua
itu  secara  eksplisit  tidak  diketahui  ujuran  siapa  karena  si  Awang  berkata  pada  pamannya otomatis yang merespon dipastikan juga adalah pamannya.
Dalam  kasus  ini  Halliday  menjelaskan 2004:  446-447 : “... the main function of
the  projecting  clause  is  simply  to  show  that  the  other  one  is  projected:  someone  said  it. There  is  nothing  in  the  wording  of  a  paratactic  projected  clause  to  show  that  is  is
projected;  it  could  occur  alone,  as  a  direct  observation.  In  the  written  English  it  is signalled prosodically, by punctuation; an if the quoted matter extends to a new paragraph
the  quotation  marks  are  usually  repeated,  as  a  reminder.  Fungsi  utama  dari  klausa pemroyeksi  hanya  untuk  menunjukkan  bahwa  klausa  yang  satunya  lagi  diproyeksi  yang
merupakan ujaran dari seseorang.... Untuk memperjelas maksudnya, Halliday memberi contoh sebagai berikut:
Contoh: “Across  the  USA,  thousands  are  victims  of  human  rights  violation,  “  said  Mr.
Pierre Sane, Amnesty’s international  secretary-general. “Too often, human rights
in  the  US  are  a  tale  of  two  nations  __  rich  and  poor,  white  and  black,  male  and female.”
Dari  contoh  di  atas “Across  the  USA,  thousands  are  victims  of  human  rights
vio lation, “ said Mr. Pierre Sane, Amnesty’s international  secretary-general merupakan 1
unit  proyeksi  yang  mempunyai  klausa  pemroyeksi  projecting  clause  yaitu  ‘said  Mr. Pierre Sane, Amnesty’s international  secretary-general dan klausa yang diproyeksi yaitu
“Across  the  USA,  thousands  are  victims  of  human  rights  violation.  Namun  pada  unit proyeksi selanjutnya yaitu
“Too often, human rights in the US are a tale of two nations __ rich  and  poor,  white  and  black,  male  and  female.”  Tidak  terlihat  klausa  pemroyeksi
projecting  clause.  Walaupun  demikian  dapat  diketahui  bahwa  unit  ini  juga  mempunyai jenis  proyeksi  lokusi  parataksis  karena  klausa  ini  adalah  kelanjutan  dari  klausa  pertama;
menggunakan proses verbal said dalam memproyeksi suatu pesan. Secara  keseluruhan  dapat  diketahui  bahwa  perbedaan  yang  dijumpai  dalam  ketiga
judul  cerita  rakyat  Melayu  tersebut  hanya  bersifat  kuantitas  bukan  kualitas;  dengan  kata lain  semakin  panjang  cerita  rakyat  tersebut  makin  banyak  data  proyeksi  yang  ditemukan.
Perbedaan yang demikian tidak memberi dampak yang signifikan pada bidang linguistik.
4.3 Diskusi