Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

5 Indonesia 67 didominasi oleh usia produktif atau usia pelajar Rizki Maulana, 2012: http:news.detik.com2012 . Untuk wilayah Yogyakarta yang menjadi fokus penelitian ini, jumlah kecelakan lalu lintas pada tahun 2011 berdasarkan data kepolisian daerah istimewa Yogyakarta mencapai angka 4.411 kasus sedangkan korban tewas mencapai 518 orang dan sekitar dua pertiga korban tewas tersebut beridentitas pelajar. Tingginya angka kecelakan yang dialami oleh pelajar ini juga akan semakin menambah angka dan jumlah korban kecelakaan secara keseluruhan karena kecelakan ini tidak hanya terbatas pada kecelakaan tunggal saja. Kecelakaan yang dialami oleh pelajar ini juga sering melibatkan pengguna jalan lain, dan yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakan yang melibatkan para pelajar ini apakah satu atau beberapa dari faktor umumnya menjadi penyebab kecelakaan masih perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Tingginya angka kecelakaan pelajar ini jelas menjadi suatu kondisi yang memperihatinkan mengingat pelajar pemuda adalah tonggak bangsa. Sungguh disayangkan jika para calon penerus bangsa mati sia-sia karena kecelakaan lalu lintas, menjadi suatu kerugian tersendiri bagi bangsa Indonesia dalam mengejar ketertinggalan dari bangsa lain jika orang-orang yang berpotensi memajukan negara ini tidak dapat berkontribusi karena menjadi korban kecelakaan. Hal ini kemudian ditanggapi pemerintah dengan ditandatanganinya Surat Kesepahaman Bersama SKB antara Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala 6 Kepolisian Republik Indonesia No.03IIIKB2010 dan No.B9III2010 tanggal 8 Maret 2010, tentang Mewujudkan Pendidikan Nasional dalam Berlalu Lintas. Terkait surat keputusan bersama tersebut, pemerintah provinsi daerah istimewa Yogyakarta mendukung sepenuhnya pelaksanaannya, dukungan tersebut dilakukan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menerbitkan kebijakan melalui Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No 54 Tahun 2011 tentang Pendidikan Etika Berlalu Lintas pada Satuan Pendidikan. Kebijakan ini mengharuskan pendidikan etika berlalu lintas menjadi muatan wajib dari kurikulum yang akan dipergunakan di satuan pendidikan SD, SMP, SMASMK. Pendidikan etika berlalu lintas ini dapat dilaksanakan dengan mengintegrasikan pada mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Dengan kebijakan tersebut diharapkan lingkungan satuan pendidikan menjadi tempat untuk memberikan penanaman dan pengembangan etika dan kesadaran berlalu lintas dengan berbagai kegiatan yang akan dilakukan untuk mendorong terwujudnya kesadaran berlalu lintas dan menekan angka kecelakan yang dialami oleh para pelajar. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 5 Yogyakarta, hal ini dipilih karena sekolah tersebut telah melaksanakan kebijakan pendidikan etika beralu lintas. Akan tetapi dalam pelaksanaanya belum optimal, berdasarkan hasil observasi dan wawancara menujukan tingkat kesadaran etika lalu lintas masih rendah meskipun sekolah telah melarang siswa kelas satu untuk tidak memakai kendaraan ke sekolah tetapi dalam kenyataanya mereka masih memakai 7 kendaraan bermotor kesekolah dengan berbagai alasan, padahal usia mereka belum memenuhi syarat mempunyai SIM, selain itu masih terdapat beberapa siswa yang berkendara tidak menggunakan helm dan berboncengan lebih dari satu. Berdasarkan permasalahan diatas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implementasi kebijakan pendidikan etika lalu lintas di SMA Negeri 5 Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

1. Tingginya angka kecelakaan lalu lintas di kalangan pelajar 2. Meningkatnya pelanggaran lalu lintas 3. Kurangnya pemahaman tentang etika berlalu lintas di kalangan pelajar 4. Masih rendahnya kesadaran pelajar tentang tertib dan etika lalu lintas.

C. Batasan Masalah

Agar Masalah yang di teliti mempunyai batasan dengan lingkup penelitian yang jelas dan lebih fokus maka permasalahan dalam penelitian ini di batasi pada studi implementasi kebijakan Pendidikan etika lalu lintas dan faktor-faktor yang mempengaruh implementasi kebijakan.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Pendidikan Etika Lalu Lintas di SMA Negeri 5 Yogyakarta ? 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pendidikan Etika Lalu Lintas di SMA Negeri 5 Yogyakarta ? 8

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Pendidikan Etika Lalu Lintas di SMA Negeri 5 Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi Kebijakan Pendidikan Etika Lalu Lintas di SMA Negeri 5 Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan Pendidikan etika lalu lintas, sehingga dapat dijadikan dasar penelitian selanjutnya. 2. Bagi Institusi Sekolah Sebagai bahan masukan dan pertimbangan khususnya dalam menerapkan kebijakan Pendidikan etika lalu lintas. 3. Bagi Institusi Universitas Negeri Yogyakarta Menambah referensi dalam proses belajar-mengajar mengenai kebijakan, khususnya mengenai kebijakan pendidikan etika lalu lintas. 3. Bagi Prodi Kebijakan Pendidikan Penelitian ini bermanfaat untuk menambah refrensi tentang implementasi kebijakan pendidikan etika lalu lintas. 4. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan tentang kebijakan, khususnya kebijakan pendidikan etika lalu lintas. 9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Kebijakan Pendidikan

a. Pengertian Kebijakan

Kebijakan policy secara etimologi asal kata diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu polis yang artinya kota city. Dapat ditambahkan, kebijakan mengacu kepada cara-cara dari semua bagian pemerintahan mengarahkan untuk mengelola kegiatan mereka. Senada dengan hal tersebut Monahan dan Heng, menyatakan bahwa kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah atau lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya Syafaruddin 2008 : 75. Friedrich mengartikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Joko Widodo 2012: 13. Abidin memberikan penjelasan kebijakan sebagai keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Sedangkan Nichols berpendapat bahwa kebijakan adalah suatu keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh 10 pengambil keputusan puncak dan bukan kegiatan-kegiatan berulang dan rutin yang terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan. Syafaruddin 2008: 75-76. Pendapat lain dikemukakan oleh Hug Heclo yang melihat kebijakan sebagai cara bertindak yang disengaja untuk menyelesaikan beberapa permasalahan. Sedangkan James E. Anderson juga memberikan pandangan kebijakan sebagai perilaku sejumlah aktor pejabat, kelompok, dan instansi pemerintah atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan Arif Rohman, 2008: 108. Konsep kebijakan menurut Syafaruddin 2008: 76 merupakan seperangkat tujuan-tujuan, prinsip-prinsip serta peraturan-peraturan yang membimbing organisasi. Kebijakan dengan demikian mencakup keseluruhan petunjuk organisasi. Dengan kata lain, kebijakan adalah hasil keputusan manajemen puncak yang dibuat dengan hati-hati yang intinya berupa tujuan-tujuan, prinsip-prinsip, aturan-aturan yang mengarahkan organisasi melangkah ke masa depan. Secara ringkas ditegaskan bahwa hakikat kebijakan adalah sebagai petunjuk organisasi. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan serangkaian upaya atau tindakan yang dilakukan atau diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dan dibuat secara terencana dan memiliki prinsip-prinsip dalam bertindak untuk mencapai tujuan. 11

b. Pengertian Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan berbangsa, konsep yang sering kita dengar, kita ucapkan dan kita lakukan, Kebijakan pendidikan merupakan keputusan berupa pedoman bertindak baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun khusus, baik terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan, program serta rencana-rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan Arif Rohman, 2009: 109. Kebijakan Pendidikan merupakan bagian dari kebijakan Negara atau kebijakan publik pada umumnya. Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang mengatur penyerapan sumber, distribusi dan pengaturan perilaku dalam pendidikan. Menurut H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho 2008: 140 mengungkapkan bahwa kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah dan strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. Kebijakan pendidikan dipahami sebagai kebijakan publik dibidang pendidikan, sehingga kebijakan pendidikan dibangun sesuai dengan kepentingan publik. Kebijakan pendidikan berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan. Hal ini terjadi karena