Implementasi Kebijakan Pendidikan Etika Lalu Lintas di SMA Negeri
55
“Kita ada pagi simpati, pagi simpati itu petugas yang senantiasa sambil berjabat tangan dengan siswa yang datang sambil
mengamati kendaraan motor yang hadir kalu nanti ada yang sampai paling tidak terdengar suara yang tidak lagi standar
pabrik diblombong umpamanya pasti akan kelihatan dan itu akan diberikan pembinaan bahwa tidak seperti itu cara
berkendara dan alhamdulilah ini anak-anak dah menyadari hal itu” WS17-9-2013.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh JM: “Setiap pagi ada guru yang menyambut kedatangan siswa masuk
sekolah, fungsinya memberikan salam dan menyapa siswa serta untuk melihat kerapian dan disiplin siswa yang memasuki
lingkungan sekolah, dan memantau siswa yang berkendara kesekolah, apakah mereka menggunakan keselamatan
berkendara atau tidak seperti memakai helm. Bila siswa tidak memakai helm maka guru akan menegur siswa tersebut”
JM16-9-2013.
Diperkuat oleh yang diungkapkan siswa HD : “Ada guru yang berada di pintu gerbang tiap pagi, kemudian
kita biasannya mencium tangan dan mengucapkan salam pada guru itu. Dan biasanya guru melihat kerapian siswa dan para
guru sering menegur siswa yang tidak rapi dan tidak membolehkan siswa kelas satu membawa sepeda motor
kesekolah” HD18-9-2013.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti setiap pagi terdapat beberapa guru yang berada di depan sekolah, setiap warga
sekolah yang akan memasuki sekolah selalu menyapa dan memberikan salam serta berjabat tangan. Selain itu guru tersebut juga
memantau kerapian dan juga kedisiplinan siswa. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas dapat
disimpulkan bahwa SMA Negeri 5 Yogyakarta membuat program kegiatan yang setiap hari biasa dilaksanakan dalam mendukung
kebijakan pendidikan etika lalu lintas di sekolah. Program kegiatannya
56
yaitu program pagi simpati, program ini dilakukan setiap pagi hari ketika semua warga sekolah memasuki lingkungan sekolah, program
kegiatan tersebut dilakukan dengan memberikan senyum salam dan menyapa. Selain itu dalam pelaksanaannya juga sering digunakan
guru untuk melihat kerapian dan disiplin siswa yang mengendarai kendaraan bermotor ke lingkungan sekolah, apabila ada siswa yang
tidak disiplin berkendara seperti tidak memakai helm maka guru akan menegur siswa yang bersangkutan.
2 Keteladanan
Pendidik memiliki peran dalam membentuk kesadaran berlalu lintas bagi anak didiknya diantaranya dapat dilakukan dengan
menanamkan pengetahuan tentang tata cara berlalu lintas, menanamkan nilai-nilai etika serta budaya lalu lintas dan membangun
prilaku berlalu lintas yang baik kepada peserta didik. Hal ini sesuai dengan penuturan SR ketika peneliti memberikan pertanyaan tentang
keteladanan pendidik kepada peserta didik mengenai etika lalu lintas. SR mengungkapkan :
“Guru harus menjadi panutan bagi siswa maka harus berbuat baik, contohnya dengan menggunakan kendaraan sesuai standar,
dan menggunakan kelengkapan berkendara seperti STNK, SIM dan helm” SR21-9-2013.
SR menyatakan guru memiliki peran yang amat penting bagi sikap dan perilaku siswa, oleh karena itu guru harus menjadi panutan
dari segi sikap dan tindakan sebaik mungkin sehingga dapat menjadi
57
panutan bagi siswa. Misalnya dengan menggunakan kelengkapan kendaraan sesuai standar. Hal serupa juga diungkapkan oleh SS :
“Selaku sumber inspirasi dan teladan, sosok guru amat strategis dalam penularan kesadaran etika berlalu lintas jalan yang aman
dan selamat. Langkah itu bisa dimulai dengan hal yang dianggap sepele, misalnya, memakai helm saat bersepeda motor ke
sekolah. Ingat, sosok guru, digugu dan ditiru” SS21-9-2013.
SS menuturkan bahwa peran guru sangat strategis dalam penularan atau penyampaian etika lalu lintas karena guru merupakan
sumber inspirasi dan teladan bagi siswa, langkah-langkah guru untuk memberikan teladan berlalu lintas dengan hal yang dianggap sepele
seperti memakai helm saat berkendaraan kesekolah. Sehingga harapan guru sikap yang diperlihatkan bisa di ikuti oleh siswa. Pernyataan di
atas juga diperkuat oleh penuturan BS: “Dengan sikap dan prilaku yang baik dan memberi contoh yang
baik pada siswa, misalnya dengan melengkapi segala kelengkapan berkendaraan seperti helm dan mengetahui
peraturan lalu lintas” BS19-9-2013.
BS mengungkapkan bahwa sikap dan prilaku yang ditampilkan guru adalah salah satu indikator yang dijadikan siswa sebagai
pedoman atau panutan, maka dari itu guru harus selalu menjaga dan menampilkan hal-hal yang baik pada siswanya. Karena bagaimanapun
guru dapat berperan secara aktif menjadi teladan untuk menciptakan etika lalu lintas demi keselamtan bersama.
Berdasarkan hasil wawancara narasumber di atas dapat peneliti simpulkan bahwa keteladanan guru merupakan hal yang sangat
penting, hal ini dikarenakan guru adalah seorang yang dianggap
58
berilmu dan juga sebagai sumber pengetahuan, oleh karena itu guru selalu dituntut serta selalu menampilkan sikap dan perilaku yang
menjadi inspirasi serta teladan bagi siswanya. Salah satu bentuk keteladanan yang diberikan guru dalam menanamkan etika lalu lintas
disekolah adalah dengan melengkapi kendaraan, membawa surat kendaraan STNK, SIM dan mamakai alat keselamatan berkendara
kesekolah seperti menggunakan helm. 3
Pengkondisian Sekolah juga menerapkan implementasi kebijakan pendidikan
etika lalu lintas melalui pengkondisian, salah satunya dengan cara
pemisahan tempat parkir siswa dan guru, hal ini disampaikan WS :
“Menyediakan tempat parkir bagi warga sekolah yang memakai kendaraan sehingga mereka dapat menempatkan kendaraan
bermotor ditempat parkir yang semestinya, maksudnya kalau siswa parkir di tempat parkir siswa begitu juga guru
menempatkan parkir di tempat parkir guru” WS17-9-2013.
WS menuturkan bahwa sekolah telah memberikan fasilitas dalam menunjang etika lalu lintas disekolah dengan menyediakan
tempat parkir, sehingga bagi warga sekolah yang memakai kendaraan kesekolah dapat menempatkan kendaraan ketempat yang telah
disediakan. Hal senada juga diungkapkan oleh JM : “Para siswa diperbolehkan memarkir sepeda motor di halaman
sekolah jika memiliki SIM. Sebaliknya, siswa yang tidak memiliki SIM hanya boleh memarkir di lahan di luar pagar
sekolah. Keamanan sepeda motor siswa yang diparkir di luar pagar tentu tidak terjamin” 16-9-2013.
59
JM mengungkapkan bahwa upaya sekolah dalam
mengkondisikan disiplin lalu lintas disekolah adalah dengan tidak memberikan kesempatan bagi para siswa pengendara sepeda motor
kesekolah yang belum mempunyai SIM untuk tidak memarkirkan sepeda motor di halaman sekolah dan mereka hanya diperbolehkan
memarkirkan sepeda motor diluar pagar sekolah. Hal serupa juga diungkapkan BD selaku siswa :
“Saya memarkirkan sepeda motor di luar sekolah di depan rumah warga karena sekolah tidak membolehkan siswa yang
belum berumur 17 th atau belum punya SIM” BD18-9-2013.
Penanaman etika lalu lintas dalam budaya sekolah yang teridiri atas kegiatan rutin, keteladanan dan pengkondisian belum sepenuhnya
berdampak pada siswa sebagai sasaran kebijakan dalam berlalu lintas di jalan raya, hal ini berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
peneliti di jalan raya sekitar sekolah yang sering dilalui siswa pada jam masuk dan pulang sekolah. Peneliti melihat masih banyak siswa
yang melakukan pelanggaran lalu lintas seperti siswa tidak memakai helm ketika diantar dan dijemput oleh orang tua, selain itu masih
banyak kelas 10 yang tetap memakai kendaraan kesekolah dan dititipkan di balai desa yang berada tak jauh dari sekolah. Selain itu
masih terdapat beberapa siswa yang tidak menghidupkan lampu kendaraan saat di jalan raya.
60
c. Pengembangan Diri
Pengembangan diri yang dilakukan sekolah untuk meningkatkan disiplin lalu lintas adalah dengan mengoptimalkan kegiatan
ekstrakurikuler, kegiatan ekstrrakurikuler yang dapat menanamkan disiplin lalu lintas diantaranya ekstrakurikuler pramuka, PMR dan PKS.
Hal tersebut diungkapkan SR : “Memang belum ada, tetapi ada ekstrakurikuler yang ada
hubungannya dengan etika lalu lintas, seperti ekstrakurikuler patroli keamanan sekolah atau PKS, PMR dan pramuka, dengan
ekstrakurikuler tersebut diharapkan mampu membangun kepedulian siswa mengenai keselamatan berlalu lintas” SR21-9-
2013.
Peleton inti juga merupakan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan etika lalu lintas, seperti yang disampaikan SF:
“Ada seperti PKS, palang merah remaja kemudian tonti juga termasuk” SF18-9-2013.
Menurut hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menanamkan etika lalu lintas kepada siswa tidak hanya diintegrasikan
kedalam mata pelajaran saja akan tetapi juga dapat dilakukan melalui ekstrakurikuler seperti PKS, PMR, tonti dan pramuka, dari
ekstrakurikuler tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian keselamatan berlalu lintas serta sebagai wahana dalam mengembangkan
diri siswa.
61