6.68 6.90 5.50 6.98 4.67 4.97 4.89 KONDISI UMUM ProdukHukum BankIndonesia

berlangsung dengan pembiayaan konsumsi melalui kredit perbankan, terlihat dari laju pemberian kredit konsumsi yang terbesar setelah kredit modal kerja. Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumut Grafik 1.2. Perkembangan Kegiatan Usaha BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 2 ‐15 ‐10 ‐5 5 10 15 20 25 30 35 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2006 20 07 2008 200 9 Sumbe r : SKDU KBI Medan BPS, diolah 2,00 1,00 ‐ 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 SBT PDRB qtq di Sumut 8,37 8,55 6,68 4,18 5,35 5,51 7,73 6,97 4,67 4,97 4,57 5,36 I II III IV I II III IV I II III IV 2 4 6 8 10 2007 2008 2009 Sumber : BPS, Proyeksi BI Medan ; proyeksi BI Medan yoy Pada tahun 2009, perekonomian Sumut diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 4,89, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 6,37. Hal ini dikarenakan kualitas pertumbuhan ekonomi yang masih belum optimal setelah terjadinya krisis keuangan global, investasi yang masih tumbuh rendah dan di sisi sektoral sektor-sektor ekonomi yang tumbuh adalah sektor yang padat modal. Tabel 1.1. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Sumut I II III IV I II III IV I II IIIr IV Pertanian 5.13 6.27 5.91 3.02 5.06 6.13 7.79 7.81 4.67 6.59 4.08 3.69 3.50 5.73 4.25 Pertambangan dan Penggalian 1.42 1.17 ‐1.94 6.34 1.67 3.25 7.32 7.96 7.76 6.58 2.24 ‐1.66 1.09 1.07 0.67 Industri Pengolahan ‐3.02 ‐3.65 ‐5.72 1.77 ‐2.73 1.02 0.37 4.56 5.73 2.92 2.70 3.17 2.70 4.41 3.24 Listrik, Gas dan Air Bersih ‐14.17 ‐11.72 ‐9.48 6.83 ‐7.84 ‐0.37 2.66 5.11 7.69 3.76 8.89 7.13 4.77 3.51 5.62 Bangunan 40.29 43.04 40.98 7.47 30.69 7.75 8.42 8.98 7.45 8.15 3.78 4.42 7.94 4.30 5.10 Perdagangan, Hotel dan Restoran ‐5.18 ‐5.65 ‐7.96 3.72 ‐3.93 4.20 3.94 8.20 8.08 6.11 4.88 4.51 4.28 3.64 4.32 Pengangkutan dan Komunikasi 45.56 49.94 46.65 7.40 34.52 8.91 7.87 9.44 8.54 8.69 6.01 7.04 8.30 8.27 7.42 Keuangan dan Jasa Perusahaan 39.83 37.67 34.30 10.29 28.98 12.11 8.59 9.38 7.17 9.26 6.70 6.85 9.59 9.48 8.18 Jasa ‐Jasa 25.44 21.27 18.24 4.14 16.64 7.36 9.03 10.35 11.50 9.57 8.25 6.76 7.17 5.58 6.92 PDRB 8.37

8.55 6.68

4.18 6.90

5.32 5.50

7.67 6.98

6.37 4.67

4.57 4.97

5.36 4.89

Sumber : BPS dan BI r : angka diperbaiki angka sementara 2008 2008 2007 2007 2009 2009 Sektor Ekonomi

1.2. SISI PERMINTAAN

Perekonomian Sumut pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh 5,36 yoy, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,97 yoy. Pertumbuhan ekonomi Sumut masih didorong oleh meningkatnya kegiatan konsumsi, baik pemerintah maupun swasta. Konsumsi swasta diperkirakan masih tetap tinggi seiring dengan perbaikan daya beli masyarakat dan meningkatnya optmisme masyarakat Sumut. Peningkatan konsumsi tersebut didukung pula oleh semakin meningkatnya penyaluran kredit oleh perbankan. Sementara itu, membaiknya kinerja ekspor yang diikuti oleh melambatnya pertumbuhan impor, mendorong perbaikan nilai tambah net ekspor-impor Sumut. Di sisi lain, kegiatan investasi masih tetap mengalami pertumbuhan, meskipun secara rata-rata masih lebih rendah dibandingkan tahun 2008. Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Sumut Dari Sisi Permintaan 2008 IV I II III IV Konsumsi 9,22 8,08 9,37 9,21 10,65 9,61 9,72 Investasi 14,10 11,04 9,03 5,73 5,76 4,25 6,15 Ekspor 5,87 10,39 ‐0,24 ‐1,75 ‐3,20 ‐1,39 ‐1,66 Impor 13,44 17,59 9,30 5,31 5,06 3,96 5,84 PDRB 6,98

6,37 4,67

4,57 4,97

5,36 4,89

Sumber : BPS dan BI proyeksi KBI Medan Jenis Penggunaan 2008 2009 2009

1. Konsumsi

Konsumsi pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh 9,61 yoy, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 9,22. Sebagaimana triwulan-triwulan sebelumnya, pertumbuhan konsumsi masih didorong oleh kinerja konsumsi swasta. Berbagai indikator memperlihatkan bahwa konsumsi swasta pada akhir tahun 2009 masih tetap tinggi dan tumbuh signifikan dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, stimulus fiskal terus menunjukkan peningkatan terutama sejak paruh kedua tahun 2009. Pada akhir tahun 2009, realisasi anggaran pemerintah Sumut diperkirakan mencapai 70 dari total anggaran. Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini 20 40 60 80 100 120 140 3 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2007 2008 2009 Sumber : Survei Konsumen, KBI Medan 50 100 150 200 250 Sumber : Survei Konsumen, KBI Medan Pembelian brg tahan lama Penghasilan saat ini 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2007 2008 2009 Konsumsi swasta pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh 9,48 yoy, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 8,81 yoy. Konsumsi swasta mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan daya beli, membaiknya ekspektasi konsumen dan tingginya penyaluran kredit perbankan. Sementara itu, rata-rata indeks keyakinan konsumen IKK selama tahun 2009 meningkat menjadi 104,66 setelah pada tahun sebelumnya berada pada indeks 90,32. Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi Grafik 1.6. Pertumbuhan Penjualan Elektronik Beberapa prompt indikator konsumsi mengindikasikan pengeluaran masyarakat Sumut untuk pembelian barang-barang konsumsi masih cukup tinggi. Konsumsi durable dan non durable goods pada triwulan IV-2009 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Sementara itu, indikator barang konsumsi lainnya seperti konsumsi BBM, penjualan makanan dan minuman, penjualan perlengkapan rumah tangga, serta penjualan pakaian dan perlengkapannya mengalami peningkatan selama tahun 2009. Grafik I.7. Pertumbuhan Penjualan BBM Grafik I.8. Penjualan MakananTembakau BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 4 Grafik I.9. Penjualan Perlengkapan RT Grafik I.10. Penjualan PakaianPerlengkapan Pertumbuhan konsumsi masyarakat antara lain juga ditopang oleh penyaluran kredit konsumsi yang terus mengalami peningkatan. Penyaluran kredit baru untuk jenis penggunaan konsumsi pada triwulan IV-2009 mencapai Rp1,10 triliun. Dengan tambahan penyaluran kredit baru tersebut, outstanding penyaluran kredit konsumsi bank umum di Sumut mencapai Rp18,64 triliun. Grafik I.11. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik I.12. Penyaluran Kredit Baru untuk oleh Bank Umum di Sumut konsumsi oleh Bank Umum di Sumut ‐60 ‐40 ‐20 20 40 60 80 100 120 5 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1 Dari sisi daya beli, beberapa indikator dan hasil survei mencerminkan daya beli masyarakat pada level yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Indikator dimaksud antara lain adalah kenaikan pendapatan, yang tercermin dalam peningkatan UMP Sumut menjadi Rp905.000. I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2006 2007 2008 2009 Sumber : Laporan Bank Umum Rp Miliar 200 400 600 800

1.00 1.40

jumlah kredit pertumbuhan yoy 1.200 Grafik I.13. Perkembangan UMP Sumut 2005 2006 2007 2008 2009 Sumut Rp 600,000 737,794 761,000 822,000 905,000 Rp 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 800,000 900,000 1,000,000

2. Investasi

Kegiatan investasi pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh 4,25 yoy, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya yang sebesar 5,76 yoy. Pertumbuhan investasi terutama didorong oleh meningkatnya kegiatan investasi sektor bangunan. Indikator investasi khususnya investasi sektor bangunan masih menunjukkan peningkatan walaupun tidak setinggi periode sebelumnya. Peningkatan investasi sektor bangunan dikonfirmasi oleh meningkatnya penjualan bahan konstruksi dan penjualan semen. Penjualan bahan konstruksi dan semen mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan sektor swasta dan pemerintah khususnya terkait dengan pembangunan infrastruktur. Nilai penjualan bahan konstruksi pada bulan Desember mencapai Rp965,6 juta atau tumbuh 0,15 qtq, sedangkan penjualan semen mencapai 247,1 ribu ton, atau tumbuh sekitar 62,57 qtq atau 20,54 yoy. Grafik I.14. Pengadaan Semen di Sumut Grafik I.15. Penjualan Bahan Konstruksi BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 6 Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan untuk tujuan investasi terus menunjukkan tren peningkatan. Pertumbuhan kredit investasi pada Desember 2009 tercatat sebesar 15,58 yoy dengan outstanding kredit mencapai Rp16,62 triliun. Selain kredit perbankan, sektor riil diperkirakan juga menggunakan sumber pendanaan investasi lain seperti modal sendiri, pinjaman, obligasi dan saham, meskipun proporsinya masih relatif kecil. Pilihan pembiayaan investasi di luar perbankan belum terlalu populer bagi kalangan usaha di Sumut. Grafik I.16. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Sumut Selama periode Januari-Oktober 2009 terdapat 233 proyek rencana investasi PMDN dengan nilai Rp163,75 triliun dan 1.625 proyek PMA senilai USD17,48 miliar setara dengan Rp157,32 triliun. Namun, realisasinya hanya 212 proyek PMDN dengan nilai Rp32,47 triliun dan 1.008 proyek PMA dengan nilai investasi USD9,92 miliar Rp89,28 triliun. Proyek PMA dan PMDN tersebut bisa menciptakan sebanyak 242.529 lapangan kerja baru dari yang diprediksikan 437.194 lapangan kerja baru. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu terjadi peningkatan yang signifikan nilai rencana investasi PMDN yaitu 104,5. Sementara itu, sejalan dengan terjadinya krisis keuangan global, minat rencana investasi PMA turun sebesar 28,8. Penyelesaian beberapa proyek infrastruktur di Sumut bervariasi, sebagian proyek dapat berjalan relatif lancar, namun sebagian lainnya relatif lambat, antara lain karena terkendala permasalahan teknis. Proyek-proyek yang berjalan relatif lancar antara lain adalah penyelesaian proyek fly over Amplas. Sementara itu, proyek-proyek yang masih berkutat pada permasalahan teknis, antara lain adalah beberapa rencana pembangunan proyek jalan tol dan bandara Kuala Namu. Sementara itu, selama tahun 2009, realisasi investasi mengalami peningkatan. Realisasi investasi PMA sebesar USD8.057,58 dan PMDN sebesar USD515.784,31. Diharapkan pada tahun 2010, investasi akan terus bergairah terlebih lagi dengan banyaknya duta besar negara sahabat yang menjanjikan investasi di Sumut. Rencana-rencana pembangunan infrastruktur 7 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1 BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 8 terus diupayakan untuk direalisasikan. Untuk pembangunan Bandara Kualanamu, hingga tahun 2009 pemerintah telah mengucurkan dana sebesar Rp333,238 miliar dengan estimasi kebutuhan proyek secara keseluruhan mencapai Rp4,35 triliun. Untuk target pembiayaan tahun 2010, masih mengalami kekurangan sebesar Rp1,4 triliun dan diharapkan pemerintah pusat dapat mengalokasikan dana tambahan tersebut. Untuk pembangunan jalan akses non-tol simpang Kayu Besar - Bandara Kualanamu, pelaksanaan konstruksi masih terkendala pada sebagian segmen yang lahannya belum dibebaskan. Selain itu juga karena belum ada kejelasan penetapan status kepemilikan lahan eks HGU yang telah disepakati penyelesaiannya lewat pengadilan. Untuk persoalan ini, masih diperlukan percepatan proses pelepasan aset PTPN II dari Menteri Negara BUMN, sedangkan menyangkut proses pengadilan sudah disepakati untuk dikonsinyasikan. Rencana pembangunan jalan tol Medan – Kualanamu - Tebingtinggi, saat ini telah ada MoU dengan Kementerian Transportasi RRC dalam rangka pembiayaan dan pelaksanaan konstruksi jalan tol tersebut. Namun diperlukan percepatan pembebasan lahan agar dana pinjaman dari RRC tersebut dapat terserap. Selanjutnya untuk pengembangan Pelabuhan Belawan, Teluk Nibung dan Bagan Asahan, juga memerlukan dukungan pemerintah pusat untuk percepatan pengembangannya menuju pelabuhan internasional. Pengembangan sarana dan prasarana air meliputi pembangunan Bendungan Lau Simeme, pembangunan irigasi Lae Ordi, rehabilitasi irigasi di Secanggang dan Hinai, pengendalian banjir Kota Tebing Tinggi dan sekitarnya, pengendalian banjir Sei Wampu, pembangunan daerah irigasi Siborna Kecamatan Sosa, serta pembangunan daerah irigasi di Mombang Boru. Banyaknya rencana pembangunan ini tentunya membutuhkan dana investasi yang cukup besar pula. Di pihak lain, penanaman modal di Sumut didominasi oleh Pengusaha Inggris dengan nilai investasi sekitar USD13,804 juta untuk empat proyek tahun 2009 dengan investasi terbanyak di bidang makanan. Dari empat proyek yang direncanakan investor Inggris itu, tercatat satu proyek melakukan perluasan. Nilai investasi rencana perluasannya sebesar USD1,30 juta sedangkan tiga proyek rencana pembangunan baru nilainya mencapai USD12,50 juta. Selain Inggris, investor asing yang menempati urutan kedua yakni Malaysia dengan empat proyek senilai USD 1,5 juta. Negara lainnya yang juga merencanakan berinvestasi ke Sumut sepanjang tahun 2009 yakni Maroko, Australia, Belanda, Malaysia, Korea Selatan dan Singapura. Sementara rencana proyek yang melakukan perluasan investasi yakni Amerika, Belanda, Perancis, Taiwan dan Inggris. Dari semua investor asing yang memiliki rencana investasi tersebut, berdasarkan Izin Usaha Tetap IUT, Malaysia, Belanda, Jerman, dan Singapura sudah merealisasikan proyeknya pada 2009. Jerman merupakan realisasi investasi yang paling besar mencapai USD 3,611 juta. Sementara berdasarkan sektor, investasi industri jasa masih mendominasi, misalnya jasa perhotelan, medis, perjalanan dan lainnya. 3. Ekspor - Impor Kegiatan ekspor-impor Sumut masih memberi andil terhadap perekonomian Sumut. Pada triwulan IV-2009, ekspor Sumut terus melanjutkan tren peningkatan meskipun cenderung agak melambat. Pertumbuhan ekspor melambat seiring dengan melandainya kinerja ekspor CPO Sumut ke luar negeri yang merupakan komoditi terbesar ekspor. Begitu pula dengan ekspor Sumut ke daerahprovinsi lain di dalam negeri yang cenderung menurun dikonfirmasi oleh penurunan volume bongkar muat barang melalui Pelabuhan Belawan. Impor Sumut menunjukkan penurunan pada triwulan IV-2009, khususnya impor dari luar negeriantar negara. Nilai impor Sumut diperkirakan tumbuh sebesar 3,96 pada triwulan IV- 2009, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,06. Aktivitas impor memasuki akhir tahun 2009 mulai mengalami penurunan setelah pada awal tahun mengalami lonjakan untuk mendukung ekspansi pada sisi penawaran berupa impor barang modal dan bahan baku dan memenuhi kebutuhan konsumsi langsung masyarakat berupa barang konsumsi. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan kegiatan konsumsi pada triwulan laporan masih dapat dipenuhi oleh impor yang dilakukan pada triwulan-triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi 5,36 pada triwulan laporan diperkirakan dicukupi oleh produksi maupun bahan baku yang berasal dari dalam negeri. Grafik I.17. Perkembangan Nilai Ekspor Impor Grafik I.18. Perkembangan Volume Ekspor Impor 9 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1 Grafik I.19. Volume Muat Barang di Pelabuhan Belawan Ekspor masih didominasi oleh produk manufaktur dengan pangsa hingga 72,60 dari total nilai ekspor. Komoditas ekspor produk manufaktur yang utama tetap berupa produk makanan dan minuman, produk kimia dan bahan kimia serta karet dan produk plastik. Grafik I.20. Perkembangan Nilai Ekspor Tabel I.3. Nilai Ekspor Triwulan IV-2009 Produk Utama Ekspor karet alam Sumut tahun 2010 diperkirakan meningkat dibanding tahun 2009 namun kondisinya belum seperti tahun 2008. Peningkatan volume ekspor pada tahun 2010 seiring dengan mulai membaiknya kondisi perekonomian global, terutama mulai pulihnya sektor otomotif dunia. Volume ekspor karet tahun 2010 diperkirakan akan mengalami kenaikan mengingat konsumen karet alam seperti China juga termasuk negara yang memiliki daya tahan terhadap krisis. Peningkatan volume ekspor karet alam Sumut tahun 2010 salah satunya dipicu kemungkinan tidak akan ada lagi pembatasan ekspor karet yang dilakukan oleh International Tripartite Rubber Council ITRC yang beranggotakan tiga negara produsen karet alam terbesar dunia yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia. Kebijakan membatasi BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 10 11 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1 volume ekspor oleh ITRC pada akhir tahun 2008 dilakukan untuk mengontrol fluktuasi harga karet alam dunia yang sempat merosot tajam hingga USD1,02kg. Harga karet alam dunia menurun tajam seiring dengan krisis keuangan global yang mulai merebak di AS akhir tahun 2008. Selama ini AS yang merupakan salah satu produsen otomotif dunia, adalah pasar ekspor karet alam terbesar di luar Jepang dan China. Sampai sekarang dampak krisis ekonomi global untuk industri otomotif belum pulih sepenuhnya. Tetapi volume ekspor tahun 2010 diperkirakan lebih baik dibanding tahun 2009. Sementara itu, pihak Kedutaan Besar RI di Belanda yakin optimalisasi pasar ekspor komoditas asal Sumut ke dataran Eropa bisa dipacu lebih besar. Optimisme tersebut muncul setelah upaya kerja sama misi dagang antara Indonesia dengan Kota Rotterdam, Belanda khususnya dalam ekspor tembakau, kakao, dan CPO. Kota Rotterdam jadi target sebagai pintu gerbang ekspor tembakau, kakao, dan CPO asal Sumut ke dataran Eropa. Selain itu, Dubes RI untuk Argentina akan memfokuskan neraca ekspor pada komoditas kakao dan CPO saja. Karena devisa dari dua produk ini bisa mencapai lebih dari USD100 juta bila dikirim secara langsung dimana selama ini, ekspor dua komoditas tersebut hanya dalam bentuk bahan baku. Sehingga saat masuk ke Paraguay dan kemudian menyebar ke daerah sekitarnya, seperti Peru dan Argentina, komoditas tersebut sudah diklaim milik negara tersebut. Ke depan akan diupayakan langsung pasar di negara Amerika Latin dengan mengirim langsung kakao dan CPO, termasuk bahan baku untuk elektronik dan spare part. Di sisi lain, impor masih didominasi oleh bahan baku untuk mendukung kegiatan produksi terutama pada industri yang mengandung komponen impor tinggi high import content seperti industri kimia. Selain itu produk dari industri makanan dan minuman juga mendominasi impor Sumut. Produk dari industri ini kemudian menjadi komoditas ekspor yang dikirim kembali ke luar negeri, seperti tampak pada produk ekspor utama Sumut. Produk- produk yang mendominasi impor Sumut pada triwulan IV-2009 ini juga sesuai dengan subsektor industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan tinggi, yaitu Kimia dan Bahan dari Karet. Tabel I.4. Nilai Impor Triwulan IV-2009

1.3. SISI PENAWARAN

Perkembangan di sisi permintaan, terutama konsumsi direspon oleh beberapa sektor ekonomi utama, yaitu sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan komunikasi dan jasa yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi. Sementara itu, sektor perdagangan masih tetap tumbuh walaupun relatif melambat seiring mulai hilangnya pengaruh hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan sebelumnya. Secara keseluruhan perekonomian di triwulan IV-2009 tumbuh cukup tinggi namun masih belum mencerminkan kualitas pertumbuhan yang diharapkan karena pertumbuhan kurang dipicu oleh pertumbuhan investasi dan dari sisi sektoral pertumbuhan kurang didukung oleh pertumbuhan pada sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara cukup signifikan. Selama tahun 2009, perekonomian Sumut didorong oleh pertumbuhan dua sektor ekonomi non dominan, yaitu sektor keuangan dan jasa perusahaan serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Kedua sektor ini mulai menunjukkan sumbangan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Sumut. Di sisi lain, walaupun kinerja sektor pertanian pada triwulan ini tumbuh signifikan, secara keseluruhan kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami penurunan. Agar dapat terus mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang, berbagai persoalan yang membayangi kinerja sektor-sektor andalan ini perlu mendapat perhatian dan penanganan khusus. BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 12 Grafik I.21. Perkembangan Pertumbuhan Sektor Andalan

1. Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV-2009 mengalami perkembangan yang positif dan diperkirakan tumbuh 5,73 yoy. Perbaikan kinerja tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor tanaman pangan. Produksi sektor pertanian pada triwulan ini lebih baik dibandingkan produksi pada periode yang sama tahun lalu. Peningkatan sektor pertanian pada triwulan IV-2009 sejalan dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan petani. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan nilai tukar petani NTP yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Sumut terhadap perkembangan harga-harga di kabupatenkota di Provinsi Sumut, NTP pada bulan November 2009 sebesar 101,80, meningkat 1,10 poin dibandingkan angka NTP pada bulan Oktober 2009 yang sebesar 100,70. Grafik I.22. Nilai Tukar Petani Sumut Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian juga sejalan dengan penyaluran kredit perbankan ke sektor ini yang meningkat 15,10 qtq atau 28,33 yoy. Nilai kredit ke sektor pertanian mencapai Rp11,28 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp9,80 triliun. 13 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1 Grafik I.23. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pertanian a. Produksi Padi Menurut data Dinas Pertanian, pada angka ramalan Aram III-2009 produksi padi Sumut masih mencapai 3,48 juta ton atau bertambah dibandingkan dengan angka tetap Atap 2008 sebanyak 3,34 juta ton. Produktivitas selama 2009 mencapai 45,46 kwintalha di seluruh lahan padi Sumut di 27 kabupatenkota, sedangkan di 3 kabupaten sebagai daerah kontribusi terbesar dengan produktivitas tertinggi yakni 46,98-49,02 kuintalha, yakni Simalungun, Langkat, dan Deli Serdang. Adapun proyeksi 2010 produksi diharapkan mencapai 3,68 juta ton. Target produksi padi Sumut sebesar 3,68 juta ton pada tahun 2010 yaitu guna mewujudkan posisi sebagai salah satu lumbung padi nasional. Peningkatan produksi padi itu juga dibarengi dengan penambahan luas panen dan produktivitas tanaman padi per hektar. Optimisme akan swasembada beras di tahun depan dikarenakan pertanaman padi yang berhasil dengan baik karena tidak terjadinya musim kemarau hampir sepanjang tahun. Peningkatan juga didukung oleh mulai berkurangnya keluhan kelangkaan pupuk urea bersubsidi di daerah sentra padi. Sebagai sentra produksi padi di Sumut pada 2010 Kabupaten Simalungun ditargetkan memproduksi padi 450.558 ton, disusul Langkat sebanyak 388,282 ton, dan Deli Serdang 377,579 ton. Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman padi di Sumut itu antara lain dipicu penggunaan bibit unggul dan tetap tingginya minat bertanam padi. Produksi padi diperkirakan akan terus meningkat dilihat dari rencana pemerintah yang akan kembali menaikkan patokan harga pembelian pemerintah HPP beras dan gabah. Pada 2009, HPP di Sumut naik dibandingkan 2008 atau masing-masing sebesar Rp4.600kg untuk beras, sedangkan gabah kering panen GKP Rp2.400kg dan GKG gabah kering giling Rp3.000kg. Untuk memenuhi stok beras di Sumut tahun 2010, Bulog mendatangkan beras dari Yogyakrata, Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan total sebanyak 115.500 ton. BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 14 15 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1 Sementara itu, jika tanaman padi hibrida berhasil ditingkatkan di tahun 2010 seluas 21.820 ha, maka Sumut akan mendapatkan Bantuan Langsung Pupuk BLP untuk tiga jenis pupuk yakni NPK, Organik Granul dan pupuk organik cair. Bantuan dari Departemen Pertanian ini diperkirakan disalurkan bersamaan dengan Bantuan Langsung Benih Unggul BLBU 2010. Penggunaan padi hibrida dapat meningkatkan produktivitas tanaman hingga produksi diharapkan semakin tinggi. Berdasarkan data, Sumut akan mendapatkan BLP jenis NPK sebesar 5.455.000 kg, organik granul sebanyak 16.365.000 kg dan jenis pupuk Organik Cair sebesar 109.100 liter. Sedangkan penyaluran akan dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri SHS dan PT. Pertani. Untuk daerah yang mendapatkan BLP tersebut yakni di 19 kabupatenkota diantaranya terbesar yakni Kabupaten Langkat, Deliserdang, Serdang Bedagai, Simalungun dan Batubara. BLP akan diterima langsung oleh petani sesuai dengan Calon Penerima Calon Lahan CPCL di kabupatenkota masing-masing. Penerima alokasi BLP tersebut sesuai dengan jumlah kelompok tani di tiap kebupatenkota dan Sumut merupakan daerah terbesar di luar pulau Jawa dalam hal penerimaan alokasi BLP mengingat Sumut merupakan daerah sentral agribisnis. b. Produksi Jagung Selama tahun 2009, dengan produksi jagung sebesar 1.190.822 ton, Sumut berada di peringkat kelima penghasil jagung nasional dan pada 2010, Sumut berupaya mempertahankan posisinya dalam daerah sepuluh besar dengan produksi 1.267.218 ton. Kenaikan produksi jagung tahun 2010 sebanyak 96.396 ton itu bukan hanya karena ada penambahan luas areal tanaman, tetapi juga dari produktivitas yang meningkat dibandingkan tahun 2009. Tahun 2009, produktivitas tanaman jagung Sumut rata-rata mencapai 46 kwintalha. Untuk Tanah Karo dan Simalungun produktivitasnya diperkirakan sudah mencapai 50 kwintalha. Di Sumut, daerah penghasil jagung terbesar yakni Simalungun, Tanah Karo dan Deli Serdang. Tantangan dalam pengembangan produksi jagung seperti serangan penyakit hawar daun, tetapi semakin bisa diatasi dengan adanya benih yang tahan dengan serangan penyakit itu. Dengan semakin banyaknya produksi jagung, diharapkan ketergantungan pabrikan pakan Sumut dengan jagung impor kian berkurang dan bahkan Sumut diharapkan bisa surplus. BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 16 c. Produksi Kedelai Dinas Pertanian Sumut tahun 2010 menargetkan bisa menaikkan produksi kedelai hingga 91,80 dari angka ramalan aram II-2009 atau mencapai 31.638 ton. Target peningkatan produksi yang cukup tinggi itu untuk mendukung program pemerintah yang menargetkan swasembada kedelai di tahun 2014. Pada 2014 pemerintah berharap tidak lagi mengimpor kedelai yang kini sekitar 1,1 juta ton per tahun, meski pada tahun 1992 pernah mencapai swasembada dengan produksi sekitar 1,8 juta ton. Dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lainnya, rencana peningkatan produksi kedelai adalah yang paling tinggi. Untuk tanaman padi misalnya, target kenaikan produksinya di 2010 hanya 6,11 dibandingkan produksi di aram II-2009 dan jagung sekitar 8,09. Peningkatan produksi yang besar pada kedelai juga mengacu pada masih sangat minimnya produksi kedelai di Sumut 16.495 ton, padahal potensinya masih cukup besar. Produksi kedelai Sumut sendiri ditargetkan bisa mencapai sekitar 18 ribu tahun 2010. Dinas Pertanian optimistis bisa mencapai target produksi 2010 itu, karena beberapa perusahaan perkebunan khususnya PT.PN tertarik berbisnis kedelai. Kenaikan produksi semakin bisa diyakini tercapai karena produktivitas tanaman di Sumut juga terus naik atau sudah di kisaran 12,34 kwintalha. Penggunaan bibit unggul juga terus meningkat dan pemerintah sendiri juga memberikan bantuan benih unggul. 2. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri tumbuh lebih cepat pada triwulan ini dan memberikan sumbangan yang relatif stabil terhadap perekonomian Sumut. Pada triwulan IV-2009, sektor ini diperkirakan tumbuh 4,41 yoy lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,70 yoy. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi relatif meningkatnya pertumbuhan di sektor industri antara lain adalah kenaikan permintaan domestik yang meningkatkan penggunakan kapasitas yang sudah ada dan di sisi lain aktivitas pasar ekspor mulai bergairah kembali. Dengan kata lain, insentif pasar mulai meningkat. Sebagaimana pola periode sebelumnya, kinerja sektor industri pengolahan masih didorong oleh pertumbuhan sektor non migas, sedangkan kinerja sektor migas masih menunjukkan tren yang menurun. Sementara itu, kinerja produk utama industri Sumut seperti plastik, karet dan makanan, minuman dan tembakau diperkirakan mengalami penurunan. Terlihat dari nilai ekspor yang menurun hingga bulan November 2009. Grafik I.24. Nilai dan Volume Ekspor Grafik I.25. Nilai dan Volume Ekspor Plastik, Karet dan Produk Turunannya Makanan, Minuman dan Tembakau Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit bank umum ke sektor industri pengolahan mengalami penurunan pertumbuhan 3,65 yoy, namun bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 6,03 qtq. Nilai kredit ke sektor industri pengolahan mencapai Rp17,93 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp16,91 triliun. Grafik I.26. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Industri Pengolahan

3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 3,64 yoy , melambat dibandingkan dengan triwulan III-2009 4,28. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran PHR pada triwulan laporan diperkirakan mengalami penurunan seiring mulai hilangnya pengaruh hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan sebelumnya. Penurunan pertumbuhan yang terjadi di sektor perdagangan diindikasikan oleh beberapa prompt indikator seperti penurunan arus bongkar muat di pelabuhan Belawan. 17 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1 Tabel I.5. Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Sumut Pertumbuhan yang relatif stagnan di sub sektor hotel dan restoran antara lain tercermin pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan tingkat hunian hotel. Jumlah wisman yang masuk melalui bandara Polonia juga meningkat, demikian pula jumlah wisman yang masuk melalui Pelabuhan Belawan. Sementara itu tingkat hunian hotel di wilayah Sumut relatif meningkat. Tingkat penghunian kamar hotel rata-rata bintang di Sumut pada bulan November 2009 mencapai 37,12, meningkat dibandingkan bulan September 2009 sebesar 32,45. Secara agregat, rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu domestik pada hotel berbintang di Sumut pada bulan November 2009 mencapai 1,49 hari. Di sisi lain, rata-rata lama menginap tamu domestik pada bulan November 2009 turun 0,03 hari dibandingkan bulan Oktober 2009. Secara keseluruhan, rata-rata lama menginap tamu asing pada bulan November 2009 sebesar 1,77 hari, lebih tinggi dibandingkan tamu domestik yakni 1,46 hari. Grafik I.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor PHR Sementara itu, dukungan di sisi pembiayaan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan kecenderungan yang meningkat dan perfomance kredit yang membaik. Outstanding kredit lokasi proyek yang disalurkan di sektor ini cukup melesat dibandingkan dengan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Pada akhir Desember 2009, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp17,71 triliun, naik 11,81 yoy . BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 18 Grafik I.28. Perkembangan Arus Barang di Pelabuhan Belawan Ton

4. Sektor Keuangan

Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa terus melanjutkan tren perbaikan dengan mencatat pertumbuhan signifikan pada triwulan ini 9,48. Perbaikan kinerja ini terutama disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan di subsektor perbankan yang juga memiliki pangsa dominan di sektor ini. Kinerja perbankan Sumut yang terus membaik ini ditunjukkan oleh berbagai ukuran kinerja perbankan seperti pertumbuhan kredit dan DPK, rasio LDR dan NPL. Seluruh indikator tersebut secara konsisten menunjukkan bahwa telah terjadi perbaikan hingga akhir tahun 2009. Perbankan Sumut membukukan pertumbuhan kredit sebesar 12,56. Net Interest Margin NIM yang merupakan indikator sumber pendapatan utama perbankan dari kegiatan tradisionalnya simpan-pinjam, terus tumbuh pada triwulan IV-2009. Pencapaian ini dicapai seiring dengan tren penurunan BI-rate yang berimplikasi pada penurunan cost of fund perbankan sehingga spread pendapatan bunga yang diperoleh makin tinggi. Perbankan Sumut juga mencatatkan peningkatan pendapatan yang signifikan dari fee-based activities. Tabel I.6. Perkembangan Kegiatan Bank 19 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1

5. Sektor Bangunan

Pada triwulan IV-2009, sektor bangunan masih mengalami tekanan sehingga tumbuh diperkirakan lebih lambat 4,30 dibandingkan triwulan sebelumnya 7,94 yoy. Kemunduran yang dialami oleh sektor properti belum sepenuhnya pulih hingga akhir tahun 2009. Realisasi berbagai proyek fisik menjelang akhir tahun mampu mendorong pertumbuhan yang positif meskipun tidak cukup untuk membawa pertumbuhan sektor bangunan pada pertumbuhan yang lebih tinggi lagi. Hal ini dapat terlihat dari realisasi pengadaan semen Sumut yang masih mengalami peningkatan 20,54 yoy dengan jumlah 247,1 ribu ton. Grafik I.29. Realisasi Pengadaan Semen Sumut Akan tetapi dari hasil Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia SHPR perkembangan properti komersial pada triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami penurunan yang signifikan, terutama untuk jenis perumahan tipe besar. Tabel I.7. Perkembangan Pembangunan Perumahan di Kota Medan Sementara itu, pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum di Sumut ke sektor bangunan dan konstruksi tumbuh 32 yoy. Penyaluran kredit sektor ini mencapai Rp2,64 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp2 triliun. Sebagian besar kredit disalurkan ke subsektor konstruksi lainnya dan subsektor perumahan sederhana. BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 20 Grafik I.30. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Konstruksi

6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Pada triwulan IV-2009, sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh relatif melambat dibandingkan dengan triwulan III-2009 8,30, namun masih tumbuh pada level yang tinggi 8,27. Faktor yang mempengaruhi sub sector komunikasi masih tumbuh tinggi antara lain adalah perilaku masyarakat yang sudah memasukkan sarana komunikasi sebagai kebutuhan pokok gaya hidup dan disisi lain inovasi layanan serta persaingan ketat di bisnis seluler telah menyebabkan biaya turun dan mampu menjadikan harga lebih menarik dan terjangkau. Hal ini menjadi daya tarik bagi konsumen untuk meningkatkan konsumsi layanan komunikasi. Sementara itu, subsektor pengangkutan diperkirakan mengalami penurunan antara lain tercermin pada penurunan beberapa prompt indikator di sektor ini. Prompt indikator yang menurun antara lain adalah penurunan jumlah penumpang domestik dan internasional di Bandara Polonia dan Pelabuhan Belawan. Tabel I.8. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional Di Bandara Polonia 21 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1 Tabel I.9. Jumlah Penumpang Dalam Negeri Di Pelabuhan Belawan Dilihat dari sisi pembiayaan, dukungan pembiayaan perbankan terhadap sektor ini menunjukkan perkembangan yang meningkat. Outstanding kredit yang disalurkan perbankan pada posisi akhir Desember 2009 tercatat sebesar Rp1,24 triliun, naik 24,40 dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya Rp1 triliun. Grafik I.31. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pengangkutan Komunikasi

7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Kinerja sektor listrik diperkirakan tumbuh sebesar 3,51 yoy, relatif melambat dibandingkan dengan triwulan III-2009 sebesar 4,77. Pertumbuhan di sektor listrik, gas dan air bersih ini didukung pula oleh kinerja sisi pembiayaan perbankan. Kredit perbankan yang disalurkan ke sektor listrik dan gas terus menunjukkan pertumbuhan positif melanjutkan tren yang terjadi sejak periode-periode sebelumnya dengan outstanding kredit sebesar Rp0,10 triliun. Sementara itu, PT. PLN Persero menyatakan krisis pasokan listrik di wilayah Sumut telah teratasi secara bertahap dengan masuknya tambahan daya sejumlah pembangkit listrik. Pada akhir 2009, awal 2010 hingga 2011 akan masuk sejumlah pembangkit baru. Pada akhir 2009, sistem Sumut akan mendapat tambahan pasokan listrik sebesar 330 Megawatt MW BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 22 23 Perkembangan Ekonomi Makro Regional | BAB 1 yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU Labuhan Angin, Sibolga berkapasitas 2x115 MW dan task force pembangkit di sekitar Sumut berkapasitas 105 MW. Selanjutnya, pada 2010 akan masuk pasokan listrik sebesar 180 MW dari Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTA Asahan I berkapasitas 2x90 MW dimulai pada bulan Februari. Setelah itu juga akan masuk PLTU Pangkalan Susu, Langkat, Sumut sebesar 400 MW yang merupakan bagian dari program percepatan PLTU 10.000 MW tahap pertama. Dari rencana sudah terlihat jelas tambahan pasokan listrik sejak akhir 2009 ini hingga dua tahun ke depan. Pertumbuhan beban listrik di Sumut, bila dilepas akan semakin tinggi mencapai 9-11 tahun. Apalagi proses industrialisasi khususnya di Medan, Riau dan Aceh terus tumbuh. Dengan selesainya sistem interkoneksi dari Sumut ke Sumbangteng Sumbar dan Riau hingga Aceh dapat dilakukan transfer daya, sehingga mendorong percepatan pembangunan perekonomian daerah. Hal ini juga didukung dengan sistem interkoneksi Sumatera. Sebelum 2012, sistem interkoneksi 275 KV dari Sumbagsel hingga Sumbagteng diharapkan dapat selesai. Sejak 2008, sistem kelistrikan di Sumut telah memperoleh transfer daya swap dari PT. Inalum sebesar 45 MW dari kontrak 90 MW. Bahkan, pada 2009, PLN di sistem Sumut telah membantu transfer daya ke sistem Sumbar dan Riau sekitar 20-60 MW. Selain itu, secara bertahap PLN Sumut memperbaiki pembangkit sehingga dapat menambah kapasitas pasokan listriknya. Saat ini tercatat daya mampu sistem mencapai 1.357 MW dengan beban puncak 1.251 MW. Selanjutnya, pada akhir 2011, sistem Sumut akan memperoleh tambahan daya PLTU Meulaboh 2x100 MW, artinya pada 2010-2011, total daya tambahan listrik mencapai 780 MW. Kemudian prospek tambahan pembangkit setelah 2012, akan memperoleh tambahan 4 pembangkit listrik swasta Independent Power ProducerIPP masing-masing dari PLTU Kuala Tanjung 2x125 MW, PLTP Sarulla Unit 1 sebesar 110 MW, PLTP Sarulla Unit 2 sebesar 110 MW, serta pengoperasian PLTA Asahan III berkapasitas 2x87 MW. Ke depan, sistem kelistrikan di Sumut akan semakin bagus dengan tambahan daya dari sejumlah pembangkit baru, maka tidak ada lagi pemadaman bergilir. Tabel I.10. Pasokan Listrik Sumut dan Prospeknya Tahun Nama Pembangkit 2009 PLTU Labuhan Angin, Sibolga 2x115 MW 2010 PLTU Pangkalan Susu, Langkat 400 MW PLTA Asahan I 2x90 MW 2011 PLTU Meulaboh 2x100 MW 2012 PLTU Kuala Tanjung 2x125 MW PLTP Sarulla Unit 1 110 MW PLTP Sarulla Unit 2 110 MW PLTA Asahan III 2x87 MW Sumber : PLN, Sumut Daya

8. Sektor Jasa-Jasa

Kinerja sektor jasa-jasa pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,58, menurun dibandingkan dengan triwulan III-2009 sebesar 7,17. Faktor yang mempengaruhi penurunan di sektor ini terutama adalah penurunan daya beli setelah menghadapi perayaan hari besar keagamaan dan melewati libur panjang. Pada triwulan sebelumnya konsumen sudah membelanjakan sebagian penghasilannya di jasa-jasa hiburan, seperti bioskop dan lainnya. Sementara itu, seiring dengan keterbatasan perekonomian untuk menyerap tenaga kerja, maka jasa-jasa rumah tangga maupun perseorangan yang sifatnya lebih cenderung informal diperkirakan juga menurun. Grafik I.32. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Jasa-Jasa Penyaluran kredit ke sektor jasa-jasa juga menunjukkan penurunan sebesar 0,48 yoy dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Nilai kredit sektor ini mencapai Rp4,14 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,16 triliun. Dilihat dari penyaluran kredit per subsektor, pertumbuhan kredit sektor ini terutama didominasi oleh penyaluran kredit ke subsektor hiburan. BAB 1 | Perkembangan Ekonomi Makro Regional 24 KRISIS INDUSTRI PERKAYUAN DI SUMATERA UTARABOKS 5 Bantuan Benih Padi Gratis Sebanyak 7.737 ton di Sumut Tidak dapat dipungkiri potensi Sumatera Utara Sumut sangat besar di bidang pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit. Dengan luas lahan perkebunan sawit yang mencapai 970,7 ribu ha, Sumut menyumbangkan 3,52 juta ton minyak sawit mentah pada tahun 2008. Jumlah itu mencapai sekitar 22,56 dari 15,60 juta ton produksi minyak sawit mentah nasional pada tahun yang sama. Dengan memperhatikan potensi dan pencapaian tersebut, dirasakan perlu untuk mengembangkan industri kelapa sawit yang handal. Pengembangan dimulai dari hulu sampai ke hilir secara komprehensif, sehingga akan tercipta nilai tambah yang lebih besar. Kawasan Sei Semangke-Kabupaten Simalungun dipilih sebagai kawasan pembangunan klaster industri hilir kelapa sawit dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara yang umumnya dikelola PTPN III. Pembangunan kawasan ini juga sekaligus sebagai bentuk realisasi Peraturan Presiden Perpres No. 51 Tahun 2009 tentang Pengembangan Industri Hilir berbasis Pertanian. Pencanangan klaster industri berbasis pertanian dan oleochemical di Sumut bertujuan untuk membangun suatu kawasan industri terpadu yang terfokus dan komprehensif sehingga diharapkan mempunyai daya saing dan bernilai tinggi. Fasilitas dan infrastruktur yang direncanakan untuk klaster industri berbasis pertanian dan oleochemical ini di antaranya adalah ƒ pabrik pengolahan CPO Crude Palm Oil ƒ tangki penyimpanan CPO Crude Palm Oil ƒ pengolah limbah cair ƒ sumber air bersih ƒ kantor pemasaran ƒ perumahan pegawai ƒ sekolah ƒ minimarket ƒ sarana olah raga ƒ fasilitas ibadah. Klaster Industri Berbasis Pertanian dan Oleochemical BOKS 1 25 Boks 1 | Klaster Industri Berbasis Pertanian dan Oleochemical Manfaat nyata lainnya yang dapat dipetik dari klaster yang baru diresmikan oleh Menteri Perindustrian, MS. Hidayat pada 27 Januari 2010 adalah penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, dan peningkatan ekonomi masyarakat. Klaster ini juga diharapkan dapat mendukung pencapaian salah satu sasaran pembangunan perkebunan tahun 2010, yaitu produksi kelapa sawit CPO 20,51 juta ton. Sasaran ini sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah RKP Sub Sektor Perkebunan tahun 2010. Target akhirnya, tidak sebatas hanya CPO tetapi juga produk turunan CPO, seperti oleochemical, biodiesel, dan cooking oil. Tahun 2020, diharapkan ekspor dalam bentuk minyak sawit mentah hanya sekitar 30,00. Sumber: berbagai sumber, diolah. 26 Klaster Industri Berbasis Pertanian dan Oleochemical| Boks 1 KRISIS INDUSTRI PERKAYUAN DI SUMATERA UTARABOKS 5 Bantuan Benih Padi Gratis Sebanyak 7.737 ton di Sumut Survei Prospek Industri dan Perdagangan Sumut 2010 BOKS 2 Survei Prospek Industri dan perdagangan, hotel dan restoran ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan sektor industri dan perdagangan, perhotelan dan restoran, khususnya prospek kegiatan ekonomi tahun 2010 yang didasarkan pada kegiatan industri tahun 2009. Survei ini dilakukan melalui sebuah paket kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan umum yang bersifat kualitatif yang dikirimkan kepada perusahaan-perusahaan. Jumlah responden yang terlibat sebanyak 150 responden tersebar di Kota Medan dan sekitarnya yang meliputi sektor industri serta sektor perdagangan, perhotelan dan restoran. Skala usaha responden meliputi usaha mikro, usaha kecil ataupun usaha sedangmenengah. Profil Responden Berdasarkan status perusahaannya, sebanyak 147 unit usaha atau 98,00 kepemilikan modal adalah milik domestik dan 3 unit usaha atau 2,00 merupakan modal milik asing. Berdasarkan jumlah tenaga kerjanya, sebanyak 33 unit usaha atau 22,00 berskala usaha mikro, 30 unit usaha atau 20,00berskala unit usaha kecil dan 87 unit usaha atau 58,00 berskala sedangbesar. Ekspektasi Kegiatan Usaha Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat 35,33 responden atau sebanyak 53 unit usaha yang memiliki ekspektasi volume produksivolume hunianvolume kunjungan 1 yang meningkat pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2009, sebanyak 83 unit usaha atau 55,33 responden menyatakan bahwa tahun 2010 volume produksi sama saja dengan tahun 2009, sedangkan 14 unit usaha atau 9,33 persen mengatakan bahwa ada 27 1 Volume produksi bagi usaha industri dan perdagangan, volume hunian bagi usaha perhotelan, dan volume kunjungan bagi restoran. Boks 2 |Survei Prospek Industri dan Perdagangan Sumut 2010 penurunan volume produksi tahun 2010 dibandingkan tahun 2009. Secara umum trend ekspektasi tahun 2010 dibandingkan tahun 2009 adalah meningkat. Terdapat berbagai alasan penyebab terjadinya peningkatan ataupun penurunan volume produksi di tahun 2010, yaitu: ƒ Peningkatan kualitas; ƒ Jumlah konsumen yang meningkat; ƒ Kebutuhan masyarakat meningkat; ƒ Adanya launching produk baru; ƒ Kemudahan yang diberikan pemerintah pada sub sektor tertentu. Ekspektasi Jumlah Karyawan Sebanyak 32,00 responden menyatakan harapan mereka pada tahun 2010 akan terjadi peningkatan jumlah karyawan, 60,67 responden menyatakan bahwa jumlah karyawan mereka pada tahun 2010 akan tetap seperti pada tahun 2009, sedangkan 7,33 menyatakan akan mengurangi jumlah karyawan pada tahun 2010. 28 Boks 2 |Survei Prospek Industri dan Perdagangan Sumut 2010 BAB II Perkembangan Inflasi Daerah B B B A A A B B B 2 22 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

2.1. KONDISI UMUM

Tekanan terhadap harga-harga di Sumut pada triwulan IV-2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin pada angka inflasi yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2009 inflasi mencapai 0,24 qtq, turun dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya 3,31 dan triwulan yang sama tahun 2008 2,13. Secara tahunan yoy inflasi di Sumut pada akhir bulan Desember 2009 sebesar 2,61 yoy, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahunan akhir triwulan sebelumnya 4,56. Faktor yang mempengaruhi relatif lebih terkendalinya harga antara lain adalah permintaan yang relatif normal setelah berakhirnya perayaan Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu faktor pemicu inflasi pada triwulan laporan antara lain adalah kenaikan harga sebagai dampak kenaikan harga di pasar internasional pada komoditas seperti emas, gangguan pasokan pada beberapa komoditas bahan makanan seperti cabe rawit dan ikan- ikanan serta masih tingginya tarif angkutan udara. Grafik 2.1. Inflasi Bulanan Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Sumut dan Nasional Sumut dan Nasional 2 4 6 8 10 12 14 ‐1 ‐0,5 0,5 1 1,5 2 2,5 3 29 Perkembangan Inflasi Daerah | BAB 2 Kestabilan harga di Sumut pada triwulan IV-2009 membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Permintaan yang stabil disertai pasokan yang relatif memadai berdampak pada relatif terkendalinya harga-harga di Sumut pada triwulan IV-2009. Inflasi triwulanan tercatat sebesar 0,24 qtq, menurun dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya 3,31 dan triwulan yang sama tahun 2008 2,13. Secara tahunan yoy inflasi di Sumut pada akhir bulan Desember 2009 sebesar 2,61 yoy, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahunan akhir triwulan sebelumnya 4,56. Inflasi triwulan IV-2009 ini merupakan inflasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2008 2009 Sumber : BPS Sumut Nasional 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 2007 2008 2009 Sumber : BPS Sumut Nasional BAB 2 | Perkembangan Inflasi Daerah 30 terendah sejak tahun 2007 baik dihitung secara triwulanan qtq maupun tahunan yoy. Sementara itu bila dilihat berdasarkan empat kota penyumbang inflasi Sumut, maka inflasi tahunan terendah berturut-turut adalah Sibolga 1,59, Padangsidempuan 1,87, Medan 2,69 dan Pematangsiantar 2,72. Secara umum, faktor-faktor penyebab tekanan inflasi pada triwulan IV-2009 antara lain adalah : • Kenaikan harga komoditas emas di pasar internasional • Masih tingginya tarif angkutan udara. • Kenaikan harga bahan baku makanan yang menjadi konsumsi masyarakat banyak seperti kedelai dan tepung gandum. Kenaikan harga bahan baku tersebut imported inflation berdampak pada naiknya harga pada komoditas tempe mentah, tahu, roti manis dan roti tawar serta beberapa komoditas makanan lainnya. • Gangguan pasokan pada beberapa kelompok bahan makanan, walaupun tidak signifikan. Survei Penjualan Eceran SPE mengkonfirmasi hal tersebut sebagaimana tercermin pada pertumbuhan riil SPE per Desember 2009 yang meningkat menjadi 2,12 dari -1,41 pada Oktober 2009. Sementara itu bila dilihat secara bulanan, tekanan inflasi pada bulan Desember tercatat sebesar 0,52 mtm, meningkat signifikan dibandingkan dengan bulan lalu yang mengalami deflasi sebesar 0,52 mtm. Akan tetapi sampai dengan akhir bulan Desember angka inflasi tahunan tercatat hanya sebesar 2,61 yoy masih jauh lebih rendah dibandingkan bulan September 2009.

2.2. INFLASI TRIWULANAN