BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Teknis Pengelolaan Penangkaran
Penangkaran CV Kopi Luwak Indonesia memiliki sistem pengelolaan intensif yang berarti seluruh aspek penangkaran diatur oleh pengelola. Aspek
yang diatur oleh pengelola di penangkaran musang luwak ini yaitu:
5.1.1 Bibit
5.1.1.1 Sumber dan jumlah bibit
Sumber bibit musang luwak di penangkaran berasal dari hasil penangkapan di alam yang diperoleh melalui pembelian dari pengumpul bibit di
daerah Pangalengan dan sekitarnya. Daerah yang menjadi penyedia bibit luwak meliputi Majalengka, Cililin, Cisewu dan Ciwidey. Selain itu bibit juga diperoleh
dari para petani kopi luwak yang bekerja di CV Kopi Luwak Indonesia. Sampai saat ini belum ada laporan mengenai populasi musang luwak di daerah
Pangalengan dan sekitarnya. Penangkaran ini memiliki dua sistem penangkaran yaitu inti dan plasma.
Penangkaran inti mengelola 20 individu bibit musang luwak. Adapun satu unit penangkaran plasma mengelola 5 individu musang luwak sehingga pada CV Kopi
Luwak Indonesia dengan dua puluh plasma maka membutuhkan bibit sebanyak 100 individu. Pengadaan bibit musang luwak perlu menjadi perhatian terkait
banyaknya jumlah bibit yang diperlukan, oleh karena itu diperlukan adanya jaminan keberlanjutan kehidupan musang luwak yang ditangkarkan. Apabila
musang luwak dapat hidup lebih lama maka kemungkinan penangkapan bibit di alam akan lebih kecil. Diharapkan dalam jangka panjang sumber bibit ini harus
berasal dari hasil penangkaran sehingga dapat mengurangi jumlah penangkapan dari alam.
Terkait dengan sejarah penangkaran, pada awalnya bibit yang ditangkarkan hanya berjumlah tiga ekor dan diletakkan pada kandang non
permanen. Bibit tersebut mati karena sakit sehingga pengelola melakukan upaya penyesuaian bibit terhadap kondisi kandang. Penangkaran ini belum memiliki
catatan jumlah bibit per tahun. Jumlah bibit yang dibeli tergantung kebutuhan dan
sesuai dengan jumlah kandang yang tersedia di penangkaran. Seiring berjalannya waktu setelah pembangunan kandang permanen bibit musang luwak ditambah
menjadi dua puluh ekor. Bibit tersebut dibeli dengan kisaran harga Rp 250.000- Rp 300.000 per individu.
Pengelola menentukan kriteria dalam memilih bibit yang akan dibeli. Kriteria yang ditetapkan adalah bibit tersebut berusia dua tahun karena dianggap
sudah mampu menghasilkan kopi luwak dengan baik, selain itu bibit tersebut harus sehat dan tidak cacat. Musang luwak yang berusia dua tahun sudah
memasuki masa dewasa karena usia berbiak dari musang luwak adalah 11-12 bulan. Cara membedakan musang luwak dewasa dengan musang luwak anakan
yang dilakukan pengelola adalah dengan melihat ukuran tubuh musang luwak karena secara tampilan hampir sama. Musang luwak dewasa memiliki ciri-ciri
ukuran tubuh 80-90 cm, berat 1,5-4 kg. Contoh musang luwak yang dipelihara di penangkaran dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Bibit musang luwak yang berada di penangkaran.
Penentuan kriteria bibit yang dilakukan oleh pengelola bertujuan untuk menentukan bibit yang berkualitas dalam memproduksi kopi luwak. Kualitas bibit
juga sangat diperlukan dalam pengembangan bibit musang luwak di penangkaran. Kualitas bibit di penangkaran harus diperhatikan karena sangat berhubungan
dengan kualitas keturunan yang dihasilkan sehingga dalam jangka panjang penangkaran ini perlu ada sistem pencatatan setiap bibit yang ada di dalam
penangkaran Thohari 1987.
5.1.1.2 Immobilisasi bibit