34 misalnya satu sub pokok bahasan atau satu pokok bahasan. Depdikbud
1995: 75 mengartikan penilaian sebagai suatu proses mendapatkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang
proses dan hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa melalui kegiatan belajar-mengajar guna menentukan perlakukan selanjutnya.
Penilaian menulis permulaan yaitu penilaian terhadap hasil latihan. Penilaian ini dilakukan setelah siswa selesai mengerjakan latihan menulis.
Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan para siswa terhadap kemampuan menulis permulaan yang telah diajarkan.
Penilaian didasarkan pada: 1 kelengkapan, 2 keterbacaan, 3 kerapian, dan 4 kesesuaian bentuk dan ukuran tulisan. Penilaian terhadap tulisan
siswa dapat dengan A artinya baik sekali, B artinya baik, C artinya cukup, dan K artinya kurang. Apabila pelajaran bersifar dikte melengkapi atau
menuliskan nama benda, nilai dapat dengan skala 1-10. Penilaian tersebut didasarkan pada kebenaran tulisan.
B. Karakteristik Anak Kelas I SD
Anak usia kelas I SD merupakan masa di mana anak berada pada usia awal pembelajaran setelah berada pada jenjang taman kanak-kanak TK.
Berdasarkan pendapat Suharjo 2006: 35 dari segi antropologis pada hakikatnya anak didik merupakan makhluk individual, makhluk sosial, dan
makhluk susila moralitas. Sebagai makhluk individual, anak mempunyai karakteristik unik yang dimiliki oleh dirinya sendiri dan tidak ada
35 kembarannya dengan yang lain. Sehingga setiap anak mempunyai perbedaan-
perbedaan individual yang secara alami ada pada setiap pribadi anak. Dengan adanya karakteristik yang unik ini, maka anak didik mempunyai variasi
kelebihan, kekurangan,
kebutuhan, cita-cita,
kehendak, perasaan,
kecenderungan, dan motivasi yang berbeda-beda. Perkembangan belajar anak pada usia SD menurut Angela Anning dalam
Suharjo 2006: 36 adalah sebagai berikut. 1.
Kemampuan berpikir anak berkembang dari konkret menuju abstrak. 2.
Anak harus siap menuju ke tahap perkembangan berikutnya dan tidak boleh dipaksakan untuk bergerak menuju tahap perkembangan kognitif
yang lebih tinggi, misalnya dalam hal membaca permulaan, mengingat angka, dan belajar konservasi.
3. Anak belajar melalui pengalaman-pengalaman langsung, khususnya
melalui aktivitas bermain. 4.
Anak memerlukan pengambangan kemampuan penggunaan bahasa yang dapat digunakan secara efektif di sekolah.
5. Perkembangan sosial anak bergerak dari egosentris menuju kepada
kemampuan untuk berempati dengan orang lain. 6.
Setiap anak sebagai seorang individu yang masing-masing mempunyai cara belajar yang unik.
Menurut Jean Piaget dalam Muhibbin Syah 2003: 26 membagi perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap sebagai berikut.
36 1.
Tahap Sensori Motor 0-2 tahun Anak mulai belajar mengendalikan lingkungannya melalui
kemampuan panca indra dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata karena ada stimulus yang diterimanya.
2. Tahap Praoperasional 2-7 tahun
Pada tahap ini anak sudah mampu berfikir sebelum bertindak meskipun tingkat berfikirnya masih belu dalam tahap berfikir logis. Masih
bersifat egosentrisme, di mana anak masih berfikir subjektif dan tidak mampu melihat objektivitas pandangan orang lain. Ciri lainnya adalah
ketidakmampuannya membedakan dua objek yang sama memiliki masa, jumlah, dan volume tetap meskipun bentuknya berubah-ubah.
3. Tahap Operasional Konkret 7-11 tahun
Pada umumnya tahap ini anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi, yaitu meskipun suatu benda berubah
bentuknya namun massa, jumlah, dan volumenya adalah tetap, anak sudah mampu melakukan observasi dan penilaian. Pada tahap ini anak berada
pada tahap berfikir konkret di mana mereka hanya mampu memahami benda-benda yang konkret atau nyata dibandingkan dengan benda-benda
yang abstrak. 4.
Tahap Operasional Formal 11-15 tahun
37 Pada tahap ini kemampuan anak sudah berada pada tahap berfikir
abstrak. Anak sudah mampu mengajukan hipotesis, menghitung konsekwensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesis yang dibuat.
Jean Piaget dalam Suharjo 2006: 39 juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif siswa kelas I berada pada tahap operasional konkret
dengan karakteristik anak sudah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, namun belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Pada tahapan ini anak
mulai mengurangi egoentrisnya dan lebih sosialis, serta membentuk peer group.
Siswa kelas I termasuk dalam jenjang kelas rendah. Anak yang berada di kelas rendah merupakan anak yang berada pada rentang usia dini dan
merupakan masa perkembangan anak yang pendek namun masa yang penting bagi kehidupannya. Dengan demikian seluruh potensi anak perlu didorong
agar potensi tersebut dapat berkembang secara optimal. Yulia 2013 menyatakan bahwa karateristik anak kelas rendah adalah
sebagai berikut. 1.
Siswa belajar dari hal-hal yang konkret dan secara bertahap menuju ke arah yang abstrak. Konkret berarti belajar dari hal-hal yang nyata yaitu
dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, atau dmanipulasi. 2.
Siswa memandang sesuatu sebagai suatu keutuhan dan belum dapat memisahkan suatu konsep ke bagian demi bagian.
3. Cara belajar siswa berkembang secara bertahap dari hal yang sederhana ke
hal yang lebih kompleks.
38 4.
Siswa suka bermain dan bergembira karena berada dalam tahap peralihan dari Taman Kanak-kanak TK yang penuh dengan permainan.
5. Siswa biasanya bergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi dan
suka mengalami ketidakpuasan, serta tidak suka dengan kegagalan. 6.
Siswa senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung ditinjau dari perkembangan kognitif berada pada tahap operasional konkret.
7. Senang belajar bersama temannya atau berkelompok karena bergaul
dengan teman sebaya. 8.
Siswa mulai mengalami masa peka yaitu sangat cepat untuk meniru. 9.
Bahasa yang digunakan siswa masih dipengaruhi oleh bahasa ibu karena bahasa yang sederhana tidak kompleks.
10. Siswa mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi.
Apabila dilihat dari konkteks sosial, siswa kelas I SD mempunyai biografi yang unik. Anak mempunyai latar belakang pribadi dan social yang
berbeda-beda misalnya jenis kelamin, status social, suku, perkembangan kemampuan bahasa, gaya belajar, kesehatan, dan dukungan orang tua terhadap
pendidikannya. Sejalan dengan hal tersebut, Rita Eza Izzaty, dkk. 2008: 116
mengungkapkan bahwa karakteristik siswa kelas I SD yang berada pada jenjang kelas rendah adalah sebagai berikut.
1. Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah.
2. Suka memuji diri sendiri.
39 3.
Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, maka tugas atau pekerjaan tersebut dianggap tidak penting.
4. Siswa suka membandingkan dirinya dengan anak lain apabila hal tersebut
menguntungkan bagi dirinya. 5.
Siswa suka meremehkan orang lain. Kondisi fisik dan psikologis anak juga berbeda-beda, misalnya
perkembangan kemampuan berbahasa khususnya kemampuan anak dalam membaca permulaan, gaya belajar, kondisi kesehatannya baik secara jasmani
dan rohani. Kondisi awal anak SD kelas 1 sangat heterogen. Terdapat anak yang sudah dapat berbahasan Indonesia dengan lancar. Namun juga terdapat
yang hanya baru dapat berbahasa daerah saja. . Pada tahap operasional konkret siswa kelas I SD, anak tidak berpikir
konkret atau nyata. Anak-anak yang lebih tua tidak menggunakan pikiran magis serta tidak mudah disesatkan seperti anak-anak yang lebih muda. Jean
Piaget dalam Sudarwan Danim 2010: 64 menyatakan bahwa proses berpikir anak usia sekolah dasar berubah secara signifikan selama tahap operasional
konkret. Anak-anak bisa terlibat dalam klasifikasi atau kemampuan untuk mengelompok sesuai dengan fitur dan perkembangan logis. Anak-anak yang
lebih tua telah memiliki kemampuan untuk memahami hubungan-hubungan sebab akibat dan mahir matematika serta sains. Anak telah memahami
identitas diri dan tetap konsisten Sebagai makhluk susila atau bermoral, siswa pada dasarnya memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri. Anak mampu membedakan
40 hal-hal yang baik dan yang buruk sesuai dengan nora-norma yang berlaku
dalam masyarakat. Manusia sebagai makhluk susila berarti manusia juga memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai tersebut dalam
perbuatan. Sehingga anak didik perlu diarahkan, dibimbing, dan dididik menuju tujuan hidup yang sesuai dengan nilai kesusilaan.
C. Media Pembelajaran Objek Langsung