BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
Pengaturan mengenai perjanjian terdapat di dalam Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut dengan KUH Perdata yang
merupakan bagian dari KUH Perdata yang terdiri atas empat buku. Keempat buku tersebut memberikan pengaturan yang berbeda-beda, Buku I mengenai perorangan
personenrecht, Buku II memuat ketentuan hukum kebendaan zakenrecht, Buku III mengenai hukum perikatan verbintenissenrecht, dan yang terakhir adalah
Buku IV mengatur pembuktian dan daluarsa bewijs en verjaring. Dalam buku III KUH Perdata memuat pengaturan tentang verbintenissenrecht yang di dalamnya
juga tercakup istilah overeenkomst. Kata “verbintenis” bila diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan kedalam tiga istilah, yaitu
perikatan, perutangan, dan perjanjian. Sedangkan overeenkomst dapat diterjemahkan kedalam dua istilah, yaitu perjanjian dan persetujuan.
13
Terhadap istilah perikatan dan perjanjian, banyak yang menyatakan bahwa hal tersebut menunjuk kepada dua hal yang sama. Hal ini diakibatkan karena
perikatan berasal atau bersumber dari perjanjian, dimana perjanjian melahirkan Selanjutnya
peristilahan yang kini kerap digunakan terhadap terjemahan “overeenkomst” adalah perjanjian dan terjemahan dari “verbitenis” adalah perikatan.
13
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal. 74.
Universitas Sumatera Utara
perikatan yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Meskipun demikian, baik perikatan maupun perjanjian merupakan dua
hal yang relatif berbeda, R. Subekti di dalam bukunya menyatakan bahwa kata “perikatan” mempunyai arti yang lebih luas dari kata “perjanjian”, sebab di dalam
Buku III yang berjudul “Perihal Perikatan”, juga diatur perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal
perikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum onrechtmatige daad dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak
berdasarkan persetujuan zaakwaarneming.
14
Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat dilihat dalam Pasal 1233 KUH Perdata, dinyatakan bahwa: “Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik
karena perjanjian baik karena undang-undang.” Ketentuan tersebut dipertegas dengan rumusan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”. Dengan demikian jelas
bahwa apabila berbicara tentang perikatan yang ada di Buku III, maka sesungguhnya sebagian besar perikatan tersebut ditujukan pada perikatan-
perikatan yang timbul dari perjanjian.
15
dan suatu perjanjian itu merupakan sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para pihak dalam perjanjian yang
bersangkutan.
16
14
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1985, hal. 122.
15
Ibid., hal. 123.
16
J. Satrio, Hukum Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata dinyatakan sebagai suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain
atau lebih. Definisi perjanjian tersebut adalah tidak lengkap dan sangat luas. Dikatakan tidak lengkap karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja.
Sangat luas karena dapat mencakup perihal janji kawin, yaitu perbuatan di dalam hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga. Demikian halnya seperti
yang dinyatakan oleh Purwahid Patrik,
17
1. Definisi tersebut hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat
disimak dari kata “mengikatkan” yang merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari dua pihak. Sedang maksud
perjanjian itu para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampak kekurangannya yang seharusnya ditambah dengan rumusan “saling
mengikatkan diri”; bahwa kelemahan Pasal 1313 KUH
Perdata adalah sebagai berikut :
2. Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa consencuskesepakatan, termasuk
perbuatan mengurus kepentingan orang lain zaakwaarneming dan perbuatan melawan hukum onrechmatige daad. Hal ini menunjukkan
makna “perbuatan” itu luas dan yang menimbulkan akibat hukum; 3.
Perlu ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 BW mempunyai ruang lingkup di dalam hukum harta kekayaan vermogensrecht.
R. Subekti memberikan definisi perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
17
Purwahid Patrik, Dasar-DasarHukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 45.
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan sesuatu hal.
18
Mariam Darus Badrulzaman mengartikan perjanjian adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak
di dalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.
19
Sedangkan M. Yahya Harahap menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaanharta
benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan para pihak lain untuk
melaksanakan prestasi.
20
B. Unsur-Unsur Perjanjian