Pasal 1315 KUH Perdata bahwa “pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji
dari pada untuk dirinya sendiri”. Artinya, perjanjian hanya dapat mengikat para pihak yang membuatnya dan tidak dapat mengikat pihak lain diluar
dari pada perjanjian tersebut pihak ke tiga. Selanjutnya dalam Pasal 1340 KUH Perdata dinyatakan bahwa “perjanjian-perjanjian hanya berlaku
antara pihak-pihak yang membuatnya, perjanjian itu tidak dapat membawa rugi atau manfaat kepada pihak ketiga, selain dalam hal yang diatur dalam
Pasal 1317”. Pasal ini mempertegas pengaturan Pasal 1315 KUH Perdata, dimana suatu perjanjian tidak dapat memberikan baik kerugian maupun
manfaat terhadap pihak ke tiga. Pengecualian diberikan sebagaimana diatur dalam pasal 1317 KUH Perdata yang memperbolehkan seseorang
membuat janji guna kepentingan pihak ketiga, sepanjang perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain
mengandung kepentingan semacam itu. Sementara itu, dalam Pasal 1318 KUH Perdata, dimana seseorang memperjanjikan sesuatu hal untuk dirinya
sendiri, maka secara serta merta juga untuk kepentingan ahli warisnya dan pihak-pihak yang memperoleh hak darinya.
E. Wanprestasi
Wanprestasi wanprestatie menurut kamus hukum, berarti kelalaian, kealpaan, atau tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.
53
53
Sudarsono, Kamus Hukum, Asdi Mahasatya, Jakarta, 2007, hal. 578.
Dalam pelaksanaan perjanjian, Pasal 1234 KUH Perdata memberikan ketentuan
Universitas Sumatera Utara
mengengenai wujud prestasi, yaitu dapat berupa memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Dengan demikian, secara
sederhana wanprestasi dapat terjadi bilamana pihak debitur tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana yang disebutkan dan disepakati dalam perjanjian.
Ahmadi Miru dalam bukunya
54
1. sama sekali tidak memenuhi prestasi;
, menyatakaan bahwa ada empat macam wujud wanprestasi, yaitu :
2. prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
3. terlambat memenuhi prestasi;
4. melakukan apa yang di dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
Keempat wujud wanprestasi tersebut, dapat terjadi karena disengaja, karena kelalaian, atau karena tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja melakukan
wanprestasi, dapat terjadi karena tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut karena adanya
keadaan memaksa overmacht. Seorang debitur, bila melakukan wanprestasi maka akan menimbulkan suatu
akibat hukum dalam perjanjian. Akibat yang harus ditanggung oleh debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah sanksi, yang dapat berupa sebagai berikut :
55
a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur
Pasal 1243 KUH Perdata. Adanya pernyataan lalai dari pihak yang dirugikan merupakan persyaratan atas penggantian biaya kerugian yang
diwajibkan kepada pihak yang lalai. Pernyataan lalai dikeluarkan setelah
54
Ahmadi Miru, op.cit., hal. 74.
55
Abdul Kadir Muhammad, op.cit., hal. 242.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan pemberian teguran dan peringatan kepada pihak yang melakukan kelalaian.
b. Apabila perikatan itu timbal balik bilateral, kreditur dapat menuntut
pemutusan atau pembatalan perikatan melalui pengadilan Pasal 1266 KUH Perdata.
c. Pada perikatan untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur
sejak terjadi wanprestasi Pasal 1237 2 KUH Perdata. d.
Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian Pasal 1267 KUH Perdata.
e. Debitor wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka
pengadilan negeri dan debitur dinyatakan bersalah. Pasal 181 1 HIR. Dalam wanprestasi, selain mengidentifikasi wujud wanprestasi, yang juga
penting untuk dilakukan adalah menentukan saatmomen terjadinya wanprestasi. Dalam Pasal 1237 KUH Perdata dinyatakan bahwa, dalam hal adanya perikatan
untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan kreditor. Jika debitor lalai akan
menyerahkannya, maka sejak saat kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa wanprestasi
telah terjadi pada saat debitor pihak yang dibebani prestasi tidak melaksanakan prestasinya berupa memberikan kebendaan tertentu.
Selain berdasarkan ketentuan Pasal 1237 KUH Perdata, pernyataan lalai secara prosedural dapat dikatakan sebagai penentuan saatmomen terjadinya
Universitas Sumatera Utara
wanprestasi. Bentuk pernyataan lalai yang diberikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi menurut Pasal 1238 KUH Perdata ada tiga macam, yaitu :
1 Surat perintah, berupa peritah lisan yang disampaikan melalui juru sita
pada pengadilan kepada debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam perjanjian, yang berwujud salinan surat
peringatan. Surat Edaran SEMA Nomor 31963 yang secara subtantif mengakui bahwa turunan surat gugatan kreditur atau pihak yang
mempunyai hak menerima prestasi kepada debitur atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak, dapat
dianggap pernyataan lalai
56
2 Akta sejenis, yaitu akta otentik yang sejenis dengan perintah lisan juru sita
pada pengadilan itu, yang antara lain dapat berupa surat, telegram, dal lainnya;
;
3 Sesuai dengan kesepakatan yang dinyatakan secara tegas dalam kontrak itu
sendiri. Wanprestasi dapat mengakibatkan kreditur menderita kerugian. Oleh karena
itu, kreditur dapat memilih beberapa kemungkinan akibat yang harus ditanggung oleh pihak yang melakukan wanprestasi, yang dapat berupa tuntutan pembatalan
kontrak dan pemenuhan kontrak. Bila diuraikan lebih lanjut, maka terdapat empat kemungkinan, yaitu :
a pembatalan perjanjian saja;
b pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi;
56
Muhammad Syaifuddin, op.cit., hal. 342.
Universitas Sumatera Utara
c pemenuhan kontrak saja;
d pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.
Selain dari pada keempat kemungkinan tersebut, masih ada lagi satu kemungkinan lagi, yaitu “penuntutan ganti rugi saja” Namun, dalam kenyataannya
tidaklah mungkin seseorang hanya menuntut ganti rugi saja yang artinya melepas kemungkinan dipenuhinya perjanjian. Karena pembatalan perjanjian atau
dipenuhinya perjanjian merupakan dua kemungkinan yang harus dihadapi para pihak dan tidak ada pilihan lain sehingga tidak mungkin ada tuntutan gantirugi
yang berdiri sendiri sebagai akibat dari suatu wanprestasi.
57
Pengertian ganti rugi schade menurut KUH Perdata adalah kerugian nyata yang dapat diduga atau diperkirakan oleh para pihak saat mereka membuat
perjanjian, yang timbul sebagai akibat wanprestasi. Ganti rugi menurut Pasal 1246 KUH Perdata terdiri atas rugi yang diderita oleh kreditur dan untung yang
sedianya seharusnya dapat dinikmati oleh kreditur. Hal ini juga sejalan dengan pendapat J.H. Niewenhuis yang menyatakan bahwa kerugian adalah berkurangnya
harta kekayaan pihak pertama yang dirugikan, yang disebabkan oleh perbuatan yang melanggar norma dalam hal ini wanprestasi oleh pihak lain. Kerugian
dibentuk oleh perbandingan antara situasi sesungguhnya “bagaimana dalam kenyataannya” keadaan harta kekayaan sebagai akibat pelanggaran norma
wanprestasi dengan situasi hipotesis situasi itu akan jadi bagaimana seandainya tidak terjadi pelanggaran norma wanprestasi.
58
57
Ahmadi Miru, op.cit. hal. 75.
58
Ibid., hal. 345.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ganti kerugian, terdapat tiga bentuk dari ganti kerugian. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1246 KUH Perdata, ketiga komponen
tersebut, yaitu : 1
Biaya kosten, yaitu segala pengeluaran atau ongkos yang secara nyata telah dikeluarkan;
2 Rugi scaaden, yaitu kerugian yang disebabkan lalainya debitur sehingga
menyebabkan berkurangnya nilai barang atau rusak barang yang menjadi prestasi dalam perjanjian;
3 Bunga interessen, yaitu keuntungan yang sedianya diperoleh atau
diharapkan oleh kreditur, dimana akibat terjadinya wanprestasi maka keuntungan tersebut menjadi hilang atau tidak lagi dapat diharapkan.
Pembebanan ganti rugi kepada pihak debitur harus dikaitkan dengan sifat pelanggaran kontraktual yang fundamental. Pelanggaran-pelanggaran kecil yang
secara signifikan tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan kontrak hendaknya ditoleransi oleh pihak kreditur dan tidak secara membabi buta menerapkan sanksi
kepada debitur dalam bentuk ganti rugi. Jadi, perlu memperhitungkan secara proposional sesuai dengan kadar kesalahan dan beban yang harus dipikul oleh
salah satu pihak, sehingga kontrak berjalan dengan baik.
59
59
Agus Yudha Hernoko, op.cit., hal. 268.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN
A. Pengertian dan Pengaturan Mengenai Perjanjian Pemborongan