Observasi PROSIDING Seminar Nasional Biologi, Lingkungan, dan Pembelajaran
                                                                                Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA....
| Seminar Nasional Biologi, Lingkungan, dan Pembelajaran, 188-189
Copyright © 2015 | ISBN 978-602-73551-0-1
yang  membutuhkan  keaktifan  tersebut  peserta  didik dilatih
untuk mampu
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Selain itu, peserta didik dapat
berinteraksi  secara  efektif  dengan  semua  anggota kelompok dan menguasai konsep tertentu pada tingkat
yang  setara.  Hal  ini  didukung  melalui  penerapan model pembelajaran berbasis masalah di kelas seperti
yang  telah  dilakukan  pada  siklus  I  dan  II.  Dengan demikian,  dapat  disimpulkan  bahwa  terjadi
peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas VII G SMP Negeri  37  Jakarta  Tahun  Ajaran  20142015  melalui
penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada konsep kerusakan lingkungan dan pengelolaannya.
PENUTUP Simpulan
Dari  penelitian  tindakan  kelas  yang  telah dilaksanakan pada tanggal 12 dan 19 Mei 2015 pada
peserta  didik  kelas  VII  G  SMP  Negeri  37  Jakarta Tahun Ajaran 20142015 dengan menerapkan model
pembelajaran  berbasis  masalah  pada  konsep kerusakan  lingkungan  dan  pengelolaannya,  maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Model  pembelajaran  berbasis  masalah  mampu
meningkatkan  hasil  belajar  peserta  didik  kelas VII  G di SMP Negeri 37 Jakarta Tahun Ajaran
20142015  pada  konsep  kerusakan  lingkungan dan
pengelolaannya. Dengan
demikian, pembelajaran  berbasis  masalah  dapat  dijadikan
model pembelajaran
alternatif untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
2. Terdapat  perbandingan  peningkatan  yang
signifikan  pada  nilai  N-Gain  dari  siklus  I  ke siklus II. Hal ini dapat dilihat dari persentase nilai
N-Gain  untuk  kategori  nilai  rendah  menurun dengan persentase 44,44 pada siklus I menjadi
16,67.  Sedangkan  persentase  nilai  N-Gain untuk  kategori  nilai  sedang  tidak  mengalami
perubahan yaitu dengan nilai persentase 36,11 di  kedua  siklus.  Dan  persentase  nilai  N-Gain
kategori nilai tinggi meningkat dari 19,44 pada siklus  I  menjadi  47,22  pada  siklus  II.
Penjelasan  lebih  lengkap  telah  dipaparkan  pada tabel deskripsi data antar siklus.
3. Peserta  didik  pada  siklus  II  telah  banyak  yang
mencapai  nilai  kriteria  ketuntasan  minimal KKM dengan nilai ≥75.
4. Berdasarkan  lembar  observasi  aktivitas  peserta
didik dan guru terlihat peningkatan yang cukup signifikan
pula saat
diterapkan model
pembelajaran  berbasis  masalah  dari  siklus  I  ke siklus II.
Saran
Setelah  mengadakan  penelitian  tindakan  kelas pada peserta didik kelas VII G SMP Negeri 37 Jakarta
Tahun  Ajaran  20142015  pada  konsep  kerusakan lingkungan  dan  pengelolaannya,  maka  disarankan
pada:
1.
Guru sebaiknya
mencoba modelmetode
pembelajaran  lain  selain  ceramahkonvensional di  depan  kelas  untuk  menciptakan  situasi
pembelajaran  yang  lebih  menyenangkan, partisipatif dan aktif.
2.
Guru  sebaiknya  dalam  menyampaikan  materi pembelajaran  tetap  memperhatikan  aktivitas
yang  dilakukan  oleh  peserta  didik  sehingga peserta didik tetap dalam kondisi fokus dan tertib
selama
proses pembelajaran
dan tidak
mengalihkan  perhatian  untuk  berbicara  dengan teman lainnya.
3.
Guru  sebaiknya  dapat lebih  memotivasi  peserta didik  tanpa  mengenal  lelah  sehingga  peserta
didik akan berusaha untuk belajar lebih baik dan mendapatkan hasil belajar yang lebih baik pula.
4. Guru dalam  mengajar perlu menjadikan peserta
didik  sebagai  jiwa  dengan  potensi  yang  lebih, sehingga  guru  cukup  sebagai  fasilitator  agar
peserta didik
dapat mengembangkan
kemampuannya dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
E.  Meltzer,  David.  2009.  Addendum  to:  The Relationship  between  Mathematic  Preparation
dan  Conceptual  Learning  Gains  in  Physic:  a Possible  –  hidden  Variable”  in  Diagnostic
Pretest Scores”,
http:physic.iastate.eduperdocsAddendum _on_normalized_gain.pdf
Mahanal,  Susriyati,  dkk.,  2007.  “Penerapan Pembelajaran  Berdasarkan  Masalah  dengan
Strategi  Kooperatif  Model  STAD  pada  Mata Pelajaran
Sains untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V MI
Jenderal  Sudirman  Malang”.  Jurnal  Penelitian Kependidikan.Vol. 1.
Pravitriana, Ria.
2013. Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads
Together NHT Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Konsep Usaha dan Energi
. Skripsi. Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Regiani Y, Nursalim, Sujiyo M.
|Seminar Nasional Biologi, Lingkungan, dan Pembelajaran, 189-189 Copyright © 2015 | ISBN 978-602-73551-0-1
Rianto, Yatim.
2009. Paradigma
Baru Pembelajaran:
Sebagai Referensi
Bagi Pendidik  dalam  Implementasi  Pembelajaran
Yang Efektif dan Berkualitas . Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. Sudarman.  2007.  “Problem  Based  Learning:  Suatu
Model  Pembelajaran  untuk  Mengembangkan dan  Meningkatkan  Kemampuan  Memecahkan
Masalah”. Jurnal Pendidikan Inovatif. Vol. 2.
Sudijono,  Anas.  2010.    Pengantar  Statistik Pendidikan
. Jakarta: Rajawali Pers. Sugiyanto.  2010.  Model  –  Model  Pembelajaran
Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka. Trianto.  2010.  Mendesain  Model  Pembelajaran
Inovatif-Progresif . Jakarta: Kencana.
-------.  2007.  Model-Model  Pembelajaran  Inovatif Berorientasi  Konstruktivistik
. Jakarta:  Prestasi Pustaka
Seminar Nasional Biologi, Lingkungan, dan Pembelajaran Pendidikan Biologi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 24 Oktober 2015
Copyright © 2015, ISBN 978-602-73551-0-1
PENDIDIKAN KEBENCANAAN SEBAGAI SOLUSI DI NEGARA RAWAN BENCANA Ani Nuraisyah
Universitas Pakuan Bogor; aninuraisyah2110gmail.com
Abstrak
Pendidikan  merupakan  sebuah  investasi  jangka  panjang  yang  memiliki  peranan  strategis  dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam kaitannya dengan masalah kebencanaan
yang sering terjadi di Negara Indonesia, peran pendidikan menjadi sangat penting untuk menciptakan bibit tunas bangsa yang cerdas dan berkualitas yang mampu berpikir global, namun dapat melakukan tindak aksi
secara local dalam rangka pengurangan resiko bencana. Bencana datangnya sering tidak terduga dan dapat berakibat fatal bagi  masyarakat. Namun demikian  kejadian bencana jangan dipandang  sebagai hal  yang
menakutkan,  tetapi  harus  disikapi  dengan  kesiapsiagaan  dan  kewaspadaan.  Pendekatan  pengetahuan kebencanaan merupakan modal penting bagi pendidikan mitigasi bencana relatif sudah dimiliki oleh guru.
Pihak  sekolah,  perlu  memberikan  pengetahuan  kepadaguru-guru  agar  mampumengembangkan pengetahuan kebencanaan sehingga guru  mampu  mengintegrasikan dalam  matapelajaran yang diajarkan
pada  siswa.  Pihak  pemerintah,  perlu  pengembangan  pelatihan-pelatihan  yang  terkait  dengan  mitigasi bencana  di  sekolah  karena  peran  sekolah  strategis  dan  sistematis  bagi  proses  pembelajaram  mitigasi
bencana. Kata kunci
:  Pendidikan, Bencana, Sekolah Siaga Bencana
PENDAHULUAN
Tahun  2005,  Konferensi  Dunia  untuk Pengurangan  Risiko  Bencana  World  Conference  on
Disaster Reduction diselenggarakan di Kobe, Jepang.
Dari  konferensi  lintas-negara  ini  disusun  dan disepakati  kerangka  kerja  aksi  bersama  untuk
pengurangan  risiko  bencana  hingga  tahun  2015. Kesepakatan  tentang  misi  membangun  ketahanan
negara  dan  masyarakat  terhadap  bencana  tersebut dikenal  sebagai  Platform Global  untuk  Pengurangan
Risiko Bencana dengan Kerangka Kerja Hyogo 2005- 2015 Hyogo Framework for ActionHFA 2005-2015.
Kerangka  aksi  itu  merekomendasikan  5 prioritas tindakan untuk dilakukan  oleh suatu  negara
yakni:  1  Memastikan  bahwa  pengurangan  risiko bencana PRB ditempatkan sebagai prioritas nasional
dan lokal dengan dasar institusional yang kuat dalam pelaksanaannya; 2 Mengidentifikasi, mengevaluasi,
dan
memonitor risiko-risiko
bencana dan
meningkatkan  pemanfaatan  peringatan  dini;  3 menggunakan  pengetahuan,  inovasi,  dan  pendidikan
untuk membangun suatu budaya aman dan ketahanan pada  semua  tingkatan;  4  Mengurangi  faktor-faktor
risiko  dasar;  dan  5  Memperkuat  kesiapsiagaan terhadap  bencana  dengan  respon  yang  efektif  pada
semua  tingkatan.  Memperkuat  kapasitas-kapasitas pada  tingkat  komunitas  untuk  mengurangi  risiko
bencana  pada  tingkat  lokal,  dimana  individu  dan komunitas memobilisir sumberdaya lokal untuk upaya
mengurangi kerentanan terhadap bahaya. Semenjak
itu, Platform
Global terus
mendorong  implementasi  dan  kerjasama  dalam pengupayaan  pengurangan  risiko  bencana  dalam
pembangunan di negara-negara. Juni 2009, misalnya, platform  ini  mendorong  penekanan  pentingnya
pengurangan  risiko  bencana  dalam  pengelolaan dampak perubahan iklim dan pencegahan tergerusnya
sejahteraan  sosial  dan  ekonomi  akibat  bencana. Platform  ini  juga  menyoroti  makin  meningkatnya
kemauan  politik  political  will  dalam  melakukan upaya  pengurangan  risiko  bencana.  Pemerintah
maupun      masyarakat      sipil      didorong      untuk mengimplementasikan        praktik        pembangunan
bottom-up
yang  menempatkan  masyarakat  sebagai pihak  paling  mengenal  dan  menyadari  atas  bahaya
yang  mereka  hadapi,  sehingga  masyarakat  memiliki kemampuan untuk mengelola an melakukan tindakan-
tindakan konkrit.
Sejalan dengan perkembangan gerakan global, pemerintah  dan  masyarakat  sipil  Indonesia  pun
bergerak  aktif  untuk  membangun  Platform  Nasional untuk  Pengurangan  Risiko  Bencana  Planas  PRB.
Platform  ini  adalah  wadah  untuk  membangun koordinasi bagi pelbagai pemangkukepentingan PRB
di  Indonesia.  Setelah  Planas  terbentuk,  di  beberapa provinsi  pun  berdiri  Platform  DaerahForum  PRB.
Terbentuknya  platform-  platform  tersebut  menjadi
Ani N.
|Seminar Nasional Biologi, Lingkungan, dan Pembelajaran, 191-194 Copyright © 2015 | ISBN 978-602-73551-0-1
indikasi  kesadaran  masyarakat  tentang  pentingnya membangun  ketangguhan  bangsa  hingga  ke  daerah-
daerah maupun komunitas-komunitas.
METODE
Metode penelitian ini dilakukan melalui metode survey,  wawancara  dan  studi  pustaka  di  Kabupaten
Bantul  Yogyakarta  pada  bulan  Desember  2014. Survey  yang  dilakukan  dengan  mendatangi  lokasi-
lokasi  sekolah  yang  telah  menerapkan  program Sekolah
Siaga Bencana
dengan melakukan
wawancara pada warga sekolah dan melakukan studi pustaka  dengan  hasil  survey  dan  wawancara
dilapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Kebencanaan di Indonesia
Kepulauan  Indonesia  terbentuk  dari  titik-titik pertemuan  lempeng  bumi.  Di  bagian  barat, lempeng
Eurasia bertumbukan langsung dengan lempeng Indo- Australia, dan di bagian timur adalah pertemuan tiga
lempeng  yaitu  lempeng  Filipina,  Pasifik  dan Australia.  Letak  geografis  yang  demikian  ini,
menjadikan  negeri  ini  ‘sarat’  dengan  kejadian- kejadian bencana, seperti gempa bumi, tsunami, tanah
longsor,  serta  gunung  berapi.  Selain  itu,  kerentanan Indonesia  pun  diyakini  semakin  meningkat  dengan
perubahan  iklim  global  dan  laju  jumlah  penduduk beserta pluralitas yang ada. Betapa tingginya tingkat
risiko  yang  dihadapi  dengan  karakter  geografis, demografis, serta berbagai aspek lainnya. Tahun 2009,
Badan  Nasional  Penanggulangan  Bencana  BNPB mencatat  adanya  1.306  kejadian  bencana  dengan
jumlah  total  korban  meninggal  sebanyak  624  jiwa meninggal  dan  hilang,  5.570.928  orang  yang
menderita  dan  mengungsi  akibat  kejadian  bencana tersebut, serta 77.975 rumah rusak.
Gempa  bumi  Sumatera  Barat,  30  September 2009,  merupakan  satu  gambaran  betapa  besar
kerugian  yang  ditimbulkan  akibat  bencana  di Indonesia.  Terhitung  1.195  orang  meninggal  dunia
dan kerusakan 249.833 unit rumah 114.797 unit rusak berat,  2.512  unit  fasilitas  pendidikan  9.051  lokal,
fasilitas kesehatan, 1.010 unit fasilitas pemerintahan, 2.104  unit  fasilitas  ibadah,  177  km  jalan,  4,980  m
jembatan, 25 unit hotel, sarana irigasi, pasar, putusnya jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan air
bersih, serta sarana infrastruktur lainnya. Belum lagi dampak  kerugian  lain,  yakni  pada  sisi  psikologis
masyarakat  serta  sendi-  sendi  kehidupan  lainnya, seperti pendidikan, ekonomi, dan sosial.
Menyadari dampak
bencana, penting
ditumbuhkan kesadaran
dan pembudayaan
pengurangan  risiko  bencana.  Pemerintah  pun  mulai melakukan  berbagai  pengupayaan.  Tahun  2006,
Bappenas  bekerjasama  dengan  Badan  Koordinasi Nasional  Penanganan  Bencana  BAKORNAS  PB
dan  didukung  oleh  United  Nations  Development Programme  UNDP  menyusun  dokumen  Rencana
Aksi  Nasional  Pengurangan  Risiko  Bencana  RAN PRB 2006-2009.  Dokumen  ini  berisikan  komitmen
upaya-upaya
mengurangi risiko
bencana di
Indonesia.  Komitmen  pemerintah  semakin  nyata dengan ditetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007  tentang  Penanggulangan  Bencana.  UU  PB  dan turunannya  menjadi  panduan  atau  landasan  yuridis
dalam  kerja-kerja  penanggulangan  bencana  di Indonesia  yang  juga  memandatkan  visi  membangun
ketangguhan
masyarakat terhadap
bencana. Selanjutnya,  dengan  dibentuknya  Badan  Nasional
Penanggulangan  Bencana  BNPB  dan  Platform Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana Planas
PRB,  disusun  dan  ditetapkan  dokumen  RAN  PRB 2010-1012  sebagai  dokumen  nasional  yang
merupakan  panduan  pelaksanaan  pembangunan nasional dengan pengurangan risiko bencana sebagai
prioritas.  Dalam  bidang  pendidikan,  misalnya, Pemerintah  telah  mendorong  adanya  alokasi  1
Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Daerah  APBD untuk  pengurangan  risiko  bencana, serta 20 untuk
alokasi  pendidikan  sebagaimana  ditetapkan  oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.