Letak Geografis DESKRIPSI KEADAAN BAHASA SIKKA

22 Pertama, Adat Budaya Lio: masyarakat yang mendiami bagian barat Kabupaten Sikka. Pakaian adat Lio busana wanita dikenal dengan lawo-lambu dan busana pria dikenal dengan regi-semba-lesu. Kesenian khas adalah tarian ga’i atau gawi yang mengungkapkan pentingnya kebersamaan dalam menantang alam dan merenda kehidupan. G a’i atau gawi aslinya ditarikan dengan iringan tempurung kelapa. Kedua, Adat Budaya Sikka Krowe: masyarakat yang mendiami bagian tengah kabupaten Sikka. Busana adat perempuan Sikka-Krowe terdiri dari utang, dong , dan labu . Tatanan rambut disebut konde . Sementara busana pria terdiri dari liparagi, lensu dan labu. Tarian adatnya disebut soka hegong , yang diiringi musik tradisioanal gong waning . Ketiga, Adat Budaya Palue: masyarakat yang mendiami pulau Palue. Masyarakat Palue memiliki ritus adat unik Patikarapau yakni upacara pemberian makan kepada nenek moyang berupa penyembelihan kerbau. Acara ini kerap disatukan dengan peresmian perahu besar yang dibuat digunung, dan pada saat ritual Patikarapau perahu ini digotong kelaut. Busana adat Palue disebut Tama Koka . Terdapat dua tarian besar di Palue yaitu tarian Misa dan Togo . Keempat, Adat Budaya MuhangTana Ai: masyarakat yang mendiami bagian paling timur Kabupaten Sikka. Pakaian dan tarian budaya Muhang sama dengan Sikka Krowe, yang membedakan adalah dialek bahasa dan ritual adat. Kelima, Adat Budaya BajoBugis: umumnya mendiami pesisir pantai. Budaya ini dibawa oleh perantau yang berasal dari Bone, Buton, Bugis dan Bajo PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 di Sulawesi Selatan. Namun kini kesemua kelompok budaya dan etnis tersebut umumnya hidup berbaur bersama. Salah satu tradisi yang masih melekat di dalam kehidupan masyarakat kabupaten Sikka hingga saat ini adalah menenun. Hasil dari menenun yaitu tenun ikat yang biasa disebut dengan utang dan lipa sarung. Tenun ikat tidak hanya menghasilkan tekstil semata, namun setiap motif tenun ikat selalu punya makna simbolis, bahkan pada jaman kerajaan menjadi penanda status adat dan sosial. Budaya Sikka juga sangat kaya akan barang-barang pusaka, baik yang asli dari kerajaan Sikka sebelum maupun sesudah Portugis. Benda pusaka budaya antara lain: benda peninggalan pra-sejarah Tempayan Dongson, Replika Perahu Perak Dobo, benda-benda peninggalan kebesaran kerajaan misalnya Regalia, dan Patung keagamaan Patung Bayi Yesus, Watu Cruz .

2.3.5 Keadaan Bahasa

Bahasa Sikka merupakan salah satu dari 35-an bahasa daerah yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah 1977:26. Bahasa Sikka digunakan oleh masyarakat Sikka. Penggunaan bahasa Sikka selain untuk berkomunikasi, juga untuk mempererat hubungan antar sesama. Dalam percakapan sehari-hari terdapat beberapa dialek yang menjadi ciri khas dari suatu wilayah di kabupaten Sikka. Dialek tersebut cenderung berbeda di setiap etnis hal itu dipengaruhi oleh unsur kebahasaan yang disebut unsur suprasegmental. Unsur- unsur suprasegmental terdiri atas keras lemahnya suara tekanan, tinggi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 rendahnya suara nada, panjang-pendeknya ucapan durasi dan jarak waktu pengucapannya jeda Wijana dan Rohadi 2011: 2. Berikut pembagian dialek yang terdapat di Kabupaten Sikka berdasarkan etnisnya: a. Etnis Sikka Krowe. Kelompok etnis yang menggunakan bahasa Sikka Krowe adalah yang mendiami sebagian besar wilayah kabupaten Sikka yang terdiri dari sub etnis Sikka Lela, Nita Koting, Nelle Baluele, Habi, Ili, Wetakara, Bola, Wolomude, Wolonwaru, Doreng, Halelebing. Dialek yang digunakan oleh etnis ini sesuai dengan kecamatan masing- masing. Misalnya masyarakat Sikka dan Lela menggunakan dialek Lela Sikka, dan masyarakat Nita mengunakan dialek Nita, dst. Perbedaan dialek disetiap kecamatan ini merupakan pengaruh dari tinggi rendahnya suara, kerasnya ucapan, dan panjang pendeknya ucapan. b. Etnis Sikka Muhan. Kelompok etnis yang menggunakan bahasa Sikka Muhan adalah kelompok etnis Tana Ai yang mendiami wilayah sekitar Kringa dan Werang, atau bagian timur kabupaten Sikka, wilayah perbatasan dengan kabupaten Flores Timur. Kelompok etnis ini merupakan penganut sistem kekerabatan matrilinear. Dialek yang digunakan adalah dialek Sikka Muhan c. Etnis Lio. Kelompok etnis ini menggunakan bahasa Lio. Etnis Lio mendiami bagian barat kabupaten Sikka seperti Mblengu, Mego, Nualolo, dan Bu. Dialek yang digunakan adalah dialek Lio.