16 tipis berwarna putih dan tidak begitu jelas menutupi alur sadap. Pengendalian
penyakit ini dilakukan dengan menggunakan fungisida Difolatan 4 F dua persen. Pemberiannya dilakukan dengan melumasi fungisida di sepanjang
jalur selebar 5-10 cm di atas dan di bawah alur sadap dengan memakai kuas. Pelumasan dilakukan segera setelah penyadapan. Bila bidang sadap sembuh,
bidang sadap ditutup dengan Secony CP 2295A. Selain pelumasan, dapat pula dilakukan penymprotan fungisida pada alur sadap.
2.1.4. Jenis-Jenis Bahan Olah Karet
Jenis karet alam yang diproduksi oleh petani Indonesia biasanya dijual dalam bentuk bahan olah karet. Bahan olah karet adalah lateks kebun serta
gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan olah karet bukanlah hasil produksi
perkebunan besar, namun merupakan bahan olah karet rakyat bokar yang biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet perkebunan
rakyat Wiyanto, 2009. Nazaruddin dan Paimin 1992 menyatakan bahwa bahan olah karet dibagi
menjadi empat macam menurut pengolahannya. Keempat macam bahan olah karet yaitu:
1 Lateks Kebun
Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik dengan atau
tanpa bahan pencegah penggumpalan zat antikoagulan. Sebagian petani karet menjual hasil produksi karetnya dalam bentuk lateks kebun ini.
Lateks kebun dibedakan menjadi dua golongan kualitas yaitu lateks kebun kualitas satu dengan kadar karet kering 28 persen dan lateks kebun kualitas
dua dengan kadar karet kering 20 persen. Latek kebun yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain tidak terdapat kotoran seperti daun
atau kayu, tidak tercampur dengan air atau yang lainnya, berwarna putih dan berbau karet segar.
2 Sheet Angin
Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa lembaran karet yang
17 sudah digiling tetapi belum jadi. Pembuatan sheet angin mengharuskan adanya
penggilingan pada gumpalan karet untuk mengeluarkan air dan serumnya. Sheet angin tidak boleh terkena sinar matahari langsung atau air selama
penyimpanan dan kotoran tidak boleh terlihat. Sheet angin dibedakan menjadi dua golongan kualitas. Sheet angin kualitas
satu memiliki kadar karet kering 90 persen dan sheet angin kualitas dua memiliki kadar karet kering 80 persen. Sheet angin dapat dibuat dengan dua
ukuran ketebalan yaitu 3 mm atau 5 mm. 3
Slab Tipis Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah
digumpalkan dengan asam semut. Slab tipis memiliki ketebalan 30 mm atau 40 mm. Dalam proses pembuatan slab tipis, air atau serum harus dikeluarkan
dengan cara digiling atau dipompa. Selama penyimpanan, slab tipis tidak boleh terkena sinar matahari langsung atau terendam air dan kotoran tidak
boleh terlihat. Slab tipis dibedakan menjadi dua kualitas yaitu kualitas satu dengan kadar karet kering 70 persen dan kualitas dua dengan kadar karet
kering 60 persen. 4
Lump Segar Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan
lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung lateks. Lump segar yang baik memiliki ketebalan 40 mm atau 60 mm. Lump segar
merupakan jenis karet yang banyak dijual oleh petani karet. Lump segar yang baik tidak memperlihatkan adanya kotoran dan tidak terkena sinar matahari
langsung atau terendam air. Lump segar juga digolongkan kedalam dua golongan kualitas. Lump segar kualitas satu memunyai kadar karet kering 60
persen dan kualitas dua memunyai kadar karet kering 50 persen. 2.2. Penelitian Terdahulu
Alfredo Zebua 2008 melakukan penelitian mengenai “Integrasi Pasar Karet Alam Indonesia Dan Dunia”. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mendeskripsikan perkembangan, keragaman dan korelasi harga karet alam Indonesia dengan Negara produsen dan konsumen utama karet alam dunia,
menganalisis integrasi pasar antara pasar karet alam Indonesia dengan Negara
18 produsen dan konsumen utama karet alam dunia, dan menganalisis hubungan
kausalitas harga antara masing-masing pasar serta pengaruh nilai tukar rupiah dan harga karet sintetik terhadap harga ekspor karet alam Indonesia.
Temuan empiris utama pada studi ini adalah tidak berlakunya the law of one price pada keseluruhan pasar RSS dan TSR20 baik untuk data orisinal
maupun data yang telah terkonversi rupiah. Dengan kata lain, pasar komoditi ini tidak dapat terintegrasi penuh. Perkembangan harga dimasing-masing pasar selain
dipengaruhi oleh factor permintaan dan penawaran karet alam juga dipengaruhi oleh kekuatan dari nilai tukar pada masing-masing pasar. Sementara itu, korelasi
harga antara seri harga baik jenis RSS dan TSR20 menujukkan hubungan yang kuat diantara masing-masing pasar. Harga karet sintetik dunia memberikan
pengaruh yang lebih besar terhadap keragaman harga karet RSS di Indonesia jika dibandingkan dengan nilai tukar Rupiah sebaliknya, untuk harga karet TSR20,
nilai tukar Rupiah memberikan pengaruh yang besar daripada harga karet sintetik dunia
Ella Hapsari Hendratno 2008 melakukan penelitian yang mengangkat judul “Analisis Permintaan Ekspor Karet Alam Indonesia di Negara China”.
Penelitian tersebut memiliki tujuan untuk mengidentifikasi perkembangan permintaan ekspor karet alam Negara China, menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan ekspor karet alam Indonesia di Negara China, serta menganalisis strategi pengembangan ekspor karet alam Indonesia.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan ekspor karet alam Indonesia di Negara China
adalah harga ekspor karet alam Indonesia ke China tahun sebelumnya, harga karet sintetis dunia, GDP perkapita China, nilai tukar yuan per dollar US dan Volume
ekspor karet alam Indonesia ke China tahun sebelumnya. Upaya yang dibutuhkan untuk pengembangan ekspor karet alam adalah bantuan teknologi dan konsultasi
dari lembaga Litbang dan segenap stakeholders terkait lainnya. Usaha perkebunan karet yang dilaksanakan dengan menggunakan pola kemitraan dan perusahaan
kemasyarakatan yang mencakup pola pembiayaanpendanaan, bantuan pembinaan pada aspek produksi, pemasaran, dan pengelolaan usaha oleh pihak mitra
perusahaan perkebunan karet besar negaraswasta.
19 Thohir Basuki
2008 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi Petani untuk
Menanam Padi Hibrida” studi kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa barat melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pendapatan
usahatani padi inhibrida dan padi hibrida, dan mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani pada lokasi penelitian untuk
menggunakan benih padi hibrida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi hibrida yang
dilaksanakan oleh petani Kecamatan Cibuaya pada musim Rendeng 20062007 memberikan keuntungan pendapatan yang lebih kecil daripada usahatani padi
inhibrida pada waktu dan tempat yang sama. Hal ini dapat dilihat dari nilai RC yang dihasilkan yang menandakan bahwa usahatani padi inhibrida lebih efisien
daripada usahatani hibrida. Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor ysng mempengaruhi adopsi benih padi benih hibrida menunjukkan
bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan,
rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, dan umur. Dalam penelitian ini penulis menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
keputusan petani dalam memroduksi jenis bahan olah karet yang dihasilkannya. Faktor-faktor yang diduga menjadi penentu dalam pengambilan keputusan petani
karet dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor sosial ekonomi dan faktor teknis. Penulis juga menganalisis jenis bahan olah karet mana yang lebih
menguntungkan petani karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung.
20
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Konsep Usahatani
Definisi usahatani menurut Bachtiar Rifai yang dikutip oleh Hernanto 1996 adalah organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada
produksi di lapangan pertanian. Tujuan akhir dari pengorganisasian ini menurut Soekartawi et al 1986 adalah untuk memaksimumkan keuntungan atau
meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumber daya input dengan jumlah tertentu seefisien mungkin
untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan yang disebut dengan konsep meminimumkan biaya adalah menekan biaya sekecil mungkin guna
mencapai jumlah produksi tertentu. Rahim dan Diah 2007 menyatakan bahwa usahatani merupakan ilmu
yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida dengan efektif,
efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatannya meningkat. Dikatakan efisien bila petani dapat mengalokasikan
sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efektif bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran output.
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam
sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga
usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin Suratiyah 2009. Hal di atas juga sesuai dengan pendapat Soeharjo dan Patong 1973 yang
menyebutkan bahwa pengelolaan usahatani bukan hanya mengemukakan tentang bagaimana cara mendapatkan produksi yang maksimum dari semua cabang
usahatani yang diusahakan, akan tetapi juga bagaimana mempertinggi pendapatan
dari satu cabang usahatani.