Perikanan Tangkap Kebijakan pengembangan perikanan tangkap di kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud

Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan berdasarkan letak dan jenis usaha penangkapannya. Pelabuhan perikanan pantai tipe D memiliki kriteria sebagai berikut Lubis 2000: 1 Tersedianya lahan seluas 10 Ha; 2 Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan 30 GT; 3 Melayani kapal- kapal perikanan 15 unithari; 4 Jumlah ikan yang didaratkan 10 tonhari ; 5 tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri perikanan ; 6 Dekat dengan pemukiman nelayan. 4 Unit pengolahan Unit pengolahan termasuk didalamnya pengawetan bertujuan untuk mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap sempurna segar atau dalam wujud olahan, secara ekonomis nilai tambah produk juga meningkat. Pengolahan tersebut dapat dilakukan secara tradisional misalnya penggaraman, pengeringan dan pengasapan ataupun dengan cara modern Moeljanto 1996. 5 Unit pembinaan Pembinaan merupakan suatu proses untuk peningkatan produksi dan produktivitas perikanan yang merupakan salah satu tujuan pembangunan sektor perikanan. Pembinaan tersebut terdiri dari pembinaan usaha perikanan dan pembinaan mutu hasil perikanan. Pembinaan usaha perikanan bertujuan untuk pengembangan usaha di bidang perikanan yang merupakan bagian dari dunia usaha pada umumnya. Pembinaan usaha perikanan terdiri dari pembinaan kelembagaan usaha perikanan, perkreditan dan permodalan dan pembinaan perijinan usaha perikanan. Sedangkan pembinaan mutu hasil perikanan diantaranya adalah pembinaan unit pengolahan dan pengawasan mutu hasil perikanan. 6 Unit Pemasaran Pemasaran merupakan tindakan yang bertalian dengan pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Adapun skema penyaluran hasil perikanan adalah sebagai berikut: Gambar 3 Jalur pemasaran perikanan tangkap di Kab. Kepulauan Talaud Perikanan merupakan harapan masa depan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia melalui pemanfaatan sumberdaya dengan optimal. Oleh karena itu pembangunan perikanan tangkap sangat urgent karena perikanan merupakan salah satu sektor pembangunan kelautan yang berperan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nelayan, perbaikan gizi, meningkatkan kesempatan usaha dan meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor dan penurunan impor Dahuri 1998a. Kualitas dan kuantitas sumberdaya perikanan sebagai sasaran dari kegiatan perikanan tangkap sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan sebagai tempat hidupnya. Ketersediaan atau stok ikan secara alami di perairan merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produktifitas usaha kegiatan penangkapan, sedangkan jumlah tangkapan yang diperbolehan adalah 80 dari potensi lestari Dahuri 2002. Pembangunan perikanan tangkap bersifat komplek sehingga dalam pengelolaannya membutuhkan perhatian khusus karena memiliki karakteristik sendiri, yaitu : 1 Sumberdya perikanan merupakan milik bersama common resources dan akses eksploitasi terbuka bagi banyak orang open access. Sehingga rentan terhadap masalah over eksploitasi sebagai akibat dari entry nelayan yang terlalu banyak; 2 Sumberdaya perikanan dan kelautan umumnya dapat pulih sampai tingkat ekploitasi maksimum tertentu maximum harvest. Intensitas panen yang terlalu tinggi dapat mengancam keberlanjutan stok sumberdaya perikanan; 3 Usaha dibidang perikanan dan kelautan mengandung eksternalitas kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan perikanan dapat mempengaruhi profitabilitas perusahaan lainnya atau kualitas lingkungan alam Nelayan Tempat Pelelangan Ikan Grosir Pengelolaan Pengecer Konsumen sekitarnya. Telah tertihat pula bahwa praktek yang demikian itu mengakibatkan rusaknya sumberdaya hayati laut, seperti gejala tangkap lebih overfishing, rusaknya terumbu karang akibat penangkapan ikan secara merusak pengeboman, rusaknya hutan mangrove, dsb. Melalui UU No.221999 tentang otonomi daerah pemerintah daerah kini memiliki otoritas yang lebih besar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung bersifat terbuka open access. Pembangunan usaha perikanan tangkap dapat diwujudkan melalui kebijakan dan program yang berdasarkan pada pendekatan sistem usaha perikanan tangkap. Pendekatan tersebut menerangkan bahwa ada lima kebijakan yang dapat ditempuh untuk merealisasikan tujuan industri perikanan tangkap Dahuri 2002b: 1 Optimalisasi tingkat penangkapan ikan sesuai potensi lestari pada setiap wilayah perikanan; 2 Penanganan dan pengolahan hasil perikanan; 3 Transportasi dan pemasaran hasil perikanan; 4 Pengembangan prasarana dan sarana; 5 Sistem usaha kemitraan usaha perikanan secara terpadu dan saling menguntungkan. Kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat, terutama di daerah pesisir. Oleh karena itu, kelestarian sumberdaya harus dilestarikan sebagai landasan utama untuk mencapai kesejateraan tersebut. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan diharapakan tidak menyebabkan rusaknya fishing ground, spawning ground, maupun nursery ground ikan. Selain itu, tidak pula merusak hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun yang memiliki keterkaitan ekologis dengan ikan. Aspek kelestarian juga berkaitan dengan kegiatan monitoring, controlling dan surveilance terhadap ketersediaan sumberdaya ikan termasuk kondisi lingkungan perairan laut dari pencemaran. Oleh karena itu, solusi jangka pendek yang diperlukan saat ini adalah disusunnya suatu kerangka umum atau perencanaan yang dapat dijadikan pegangan dan petunjuk bagi pemerintah provinsi maupun daerah dalam meregulasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap. Perencanaan perikanan yang harus diwujudkan adalah sebuah sistim agribisnis perikanan yang tangguh. Yaitu dapat menghasilkan keuntungan efisiensi secara langgeng sehingga dapat mensejahterakan para pelakunya terutama nelayan. Berkontribusi secara signifikan bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dan mampu memelihara kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya Dahuri 2002b. Dengan demikian akan terwujud sebuah sektor perikanan yang terpadu.

2.2 Sumberdaya perikanan laut

Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya alam yang didukung oleh sumberdaya manusia, modal, teknologi dan informasi, yang mencakup seluruh potensi lautan maupun perairan daratan yang dapat didayagunakan untuk kegiatan usaha perikanan Setyohadi 1997. Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang relatif besar, akan tetapi sumberdaya ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mengolah dan mengeksploitasi sumberdaya tersebut. Menurut Aziz et al. 1998, potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia adalah sebesar 6,18 juta ton pertahun, yang terdiri dari potensi ikan pelagis sebesar 975,05 ribu ton, ikan ikan pelagis kecil 3,23 juta ton, ikan demersal 1,78 juta ton, ikan karang konsumsi 75 ribu ton, udang penaid 74,00 ribu ton, lobster 4,80 ribu ton, dan cumi-cumi 28,25 ribu ton. Meskipun secara keseluruhan pemanfaatan sumberdaya perikanan baru mencapai 58 persen, namun beberapa jenis ikan telah mengalami gejala tangkap lebih over fishing dibeberapa perairan nusantara. Hal ini disebabkan adanya ketimpangan struktur armada penangkapan yang didominasi oleh perahu kapal tanpa motor. Dengan komposisi ini, maka kawasan perairan yang mengalami tekanan eksploitasi yang besar adalah perairan pantai Dahuri 2002b. Sumberdaya hayati atau stok mampu tumbuh dalam kelimpahan dan biomassa, akan tetapi akan sampai pada suatu batas tertentu. Batas-batas terhadap pertumbuhan, ditentukan oleh ukuran populasi saat ini dalam hubungannya dalam kelimpahan rata-ratanya dalam keadaan tidak diusahakan. Sumberdaya perikanan laut termasuk pada kriteria sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun demikian pemanfaatan sumberdaya ini harus tetap rasional untuk menjaga kesinambungan produksi dan kelestarian sumberdaya. Secara umum sumberdaya perikanan dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu sumberdaya ikan demersal, sumberdaya pelagis kecil, sumberdaya pelagis besar dan sumberdaya biota laut Naamin 1987. Sumberdaya ini apabila dalam eksploitasinya tidak mematuhi aturan atau melampaui produksi tahunan bersih, maka kehancuran sumberdaya menjadi tinggi. Hal ini berarti bahwa sumberdaya tersebut akan menepis atau terkuras dengan berjalannya waktu. Suatu pendekatan di dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, membutuhkan strategi dan rencana pengelolaan yang meliputi pengembangan pertimbangan yang jelas tentang tindakan bersifat kehati-hatian yang diambil untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan. Mengingat pengembangan berlebihan dan kapasitas pemanenan adalah penyebab yang lazim dan akibat yang tidak diinginkan. Suatu rencana pengelolaan sumberdaya perikanan harus memasukkan mekanisme pemantauan dan pengendalian kapasitas. Disamping itu, pertimbangan harus diberikan pada bagaimana ketidakpastian dan kelalaian diperhatikan dalam mengembangkan dan membuat berbagai langkah pengelolaan sumberdaya perikanan. Sumberdaya perikanan laut yang telah dimanfaatkan oleh perikanan meliputi ikan pisces, kelompok udang crustacean, binatang berkulit lunak mollusca dan rumput laut. Sebagai suatu negara yang terletak didaerah tropis, Indonesia mempunyai beragam spesies. Sumberdaya perikanan dikelompokkan menjadi kelompok sumberdaya perikanan demersal dan pelagis Ditjenkan 1991.

2.3 Prasarana pelabuhan

Prasarana yang ada di pelabuhan seperti kapasitas tambat labuh, ketersediaan air bersih, fasilitas pabrik es, cold storage, dockyard, membengkel motor kapal, dan lain-lain, dapat menumbuhkan gairah dalam berinventasi. Karena ketersediaan infrastruktur tersebut merupakan faktor penunjang keberhasilan dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan dan pasca operasi penangkapan ikan atau pendaratan ikan. Pembangunan prasarana pelabuhan merupakan pelabuhan yang kompleks dan memerlukan biaya yang sangat mahal, karena meliputi pekerjaan darat da laut serta menyangkut sosial ekonomi masyarakat, sehingga perencanaannya memerlukan pentahapan yang matang. DJPT 2006 menetapkan tahapan dan metodologi pembangunan pelabuhan meliputi study, investigation, detail design, construction, operation and maintenance SIDCOM adalah sebagai berikut : 1 Study, untuk mengidentifikasi, pelajari dan mengetahui lokasi terbaik bagi suatu pelabuhan baik secara teknis dan biaya serta parameter makro ipoleksosbudhankam. 2 Investigation, untuk menentukan layaktidaknya rencana pembangunan pelabuhan dari aspek teknis konstruksi, sosial dan ekonomi. 3 Detail design, merupakan penyusunan secara detail dari masing-masing bangunaninfrastruktur pelabuhan berdasarkan perhitungan struktur dan akan menghasilkan gambar rencana bangunan, rencana kerja dan spesifikasi teknis, daftar kualitas masing-masing komponen pekerjaan, rencana anggaran biaya serta komponen lain yang dapat mendukung pelaksanaan konstruksi. 4 Construction, merupakan implementasi dari desain yang telah dibuat. Mengingat banyaknya jenis fasilitas di pelabuhan maka perlu dilakukan network planning dalam pelaksanaannya agar dapat mengurangi dampak negatif terhadap aktivitas masyarakat. 5 Operation and maintenance, fasilitas pelabuhan yang dibangun dengan spesifikasi tertentu untuk mencapai fungsi pemanfaatan maka pengelola pelabuhan perlu menyusun petunjuk teknis pemanfaatan, tata tertib penggunaan, dan petunjuk monitoring kondisi fasilitas, serta metode perawatan dan pemeliharaannya.

2.4 Usaha perikanan tangkap

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 pasal 3 bahwa wilayah Daerah Provinsi, sebagaimana yang dimaksud pasal 2 ayat 1, terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua betas mil laut yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan. Selanjutnya pasal 10 ayat 2 bahwa kewenangan Daerah di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pasal 3 meliputi hal-hal dibawah ini: 1 Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut 2 Pengaturan kepentingan administrasi 3 Pengaturan tata ruang 4 Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah 5 Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan Negara. Selanjutnya pasal 10 ayat 3 menjelaskan bahwa kewenangan daerah kabupaten dan daereah kota di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pada ayat 2