Tuberkulosis Analisis Rifampisin, Isoniazid dan Pirazinamid

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang terutama disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, tetapi juga disebabkan oleh karena infeksi Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum. Infeksi awal biasanya tanpa gejala asymptomatic dan lebih dari 95 tubuh manusia memiliki imunitas. Akan tetapi imunitas tidak cukup kuat untuk melakukan eradikasi terdahap basil tuberkulosis dan basil ini dapat memberikan peningkatan terhadap infeksi secara progresif cepat. Jika infeksi terjadi selama 2 tahun dihitung terhadap infeksi awal maka penyakit tuberkulosis akan muncul. Anak-anak dan pasien yang memiliki sistem kekebalan yang lemah akan semakin memudahkan meningkatnya resiko perkembangan basil tuberkulosis. Manifestasi yang sering dijumpai dari tuberkulosis adalah penyakit paru-paru. Pasien biasanya menunjukkan gejala batuk, demam, berkeringat dimalam hari dan penurunan berat badan Sweetman, 1999.

2.2 Rifampisin, Isoniazid dan Pirazinamid

Tuberkulosis memerlukan pengobatan dengan tiga sampai lima jenis obat yang berbeda yang diberikan secara bersama-sama sekaligus, tergantung kepada kategori pasiennya. Sediaan obat anti tuberkulosis ini dapat diberikan dalam formulasi obat tunggal dalam sediaan yang berbeda-beda atau diberikan dalam formulasi kombinasi dosis tetap fixed dose combination FDC yang mana dua Universitas Sumatera Utara atau lebih obat anti tuberkulosis berada dalam perbandingan tetap perbandingan tertentu dalam formulasi yang sama. Pihak organisasi kesehatan dunia world health organization WHO dan perkumpulan internasional yang melawan penyakit tuberkulosis dan paru-paru international union against tuberculosis and lung disease IUATLD menyarankan agar menghindari penggunaan sediaan obat anti tuberkulosis dalam formulasi obat tunggal dalam sediaan yang berbeda- beda dan menyarankan penggunaan sediaan obat anti tuberkulosis dalam formulasi kombinasi dosis tetap fixed dose combination FDC sebagai pengobatan utama untuk tuberkulosis WHO, 1999. Merujuk kepada ketentuan organisasi kesehatan dunia world health organization WHO, 1999, beberapa latar belakang atau alasan dari penggunaan sediaan obat anti tuberkulosis dalam formulasi kombinasi dosis tetap fixed dose combination FDC adalah: • Penggunaan obat monoterapi dalam pengobatan tuberkulosis dihindari, karena beresiko untuk terjadinya resistensi mikobakterium. Dengan penggunaan sediaan obat anti tuberkulosis dalam formulasi kombinasi dosis tetap maka resistensi mikobakterium akan dihindari. • Peresepan dan pemberian obat yang lebih mudah, kepatuhan pasien lebih meningkat karena obat berada dalam satu sediaan. • Distribusi dan manajemen stok obat yang lebih mudah. • Biaya sediaan obat anti tuberkulosis dalam formulasi kombinasi dosis tetap adalah sama dan bahkan lebih rendah dari jumlah biaya penggunaan sediaan obat anti tuberkulosis dalam formulasi obat tunggal dalam sediaan yang berbeda-beda. Universitas Sumatera Utara • Biaya registrasi dan pajak pada beberapa negara cukup tinggi. Sehingga bila obat anti tuberkulosis berada dalam formulasi kombinasi dosis tetap dalam satu sediaan akan menurunkan biaya.

2.2.1 Rifampisin

Rumus struktur : O NH OH OH O O OH N N N O O Η ΗΟ OH O Ο Gambar 2.1. Rumus struktur rifampisin. Nama Kimia : 5, 6, 9, 17, 19, 21-Heksahidroksi-23-metoksi-2, 4, 12, 16, 18, 20, 22-heptametil-8 [N-4-metil-1-piperazinil formimidoil]-2, 7- epoksipentadeka [1, 11, 13] trienimino nafto [2, 1-b] furan- 1, 11-2H-dion-21-asetat. Sinonim : Rifampicinum, Rifampin, Rivalzadin, 3-[{4-Metil-1- piperazinil imino} metil] rifamisin. Rumus Molekul : C 43 H 58 N 4 O Berat Molekul : 822,95. 12. Universitas Sumatera Utara Pemerian : Serbuk hablur, coklat merah. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol, eter dan aseton, mudah larut dalam kloroform, larut dalam etil asetat dan dalam metanol Depkes RI, 1995; Sweetman, 1999.

2.2.1.1 Penggunaan dan Cara Pemberian

Rifampisin adalah kelompok antimikobakterial dan digunakan untuk pengobatan berbagai jenis infeksi. Sering digunakan dalam bentuk kombinasi dengan antibakterial lainnya untuk menghindari resistensi dan untuk pengobatan tuberkulosis. Penggunaan pada pasien dewasa secara umumnya adalah 600 mg per hari melalui mulut pada keadaan lambung kosong. Sedangkan pada pasien anak-anak diberikan dosis 10 mgkg hingga 20 mgkg per hari dengan batas maksimum 600 mg per hari Sweetman, 1999.

2.2.1.2 Farmakokinetika

Rifampisin segera diabsorbsi dari saluran pencernaan. Konsentrasi maksimum obat dalam plasma adalah 7 µgmL sampai 24 µgmL setelah 2 jam sampai 4 jam pemberian dosis 600 mg. Hal ini dapat berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Rifampisin berada 80 dalam protein plasma. Waktu paruh rifampisin berkisar antara 2 jam sampai 5 jam, dengan waktu paruh yang lebih pendek 1 jam sampai 3 jam pada penggunaan 2 minggu pertama karena rifampisin menginduksi metabolisme terhadap rifampisin itu sendiri. Rifampisin secara cepat dimetabolisme di hati menjadi 25-O-deasetilrifampisin. Deasetilrifampisin diserap kembali ke saluran cerna dan meningkatkan ekskresi Universitas Sumatera Utara melalui feses, tetapi siklus enterohepatik tetap berjalan. Sekitar 60 obat diekskresikan melalui feses sedangkan 30 obat diekskresikan melalui urin, setengah bagian tersebut diekskresikan dalam waktu 24 jam. Metabolit formilrifampisin juga diekskresikan melalui urin. Pada pasien gangguan ginjal waktu paruh rifampisin menjadi lebih panjang dari normalnya Sweetman, 1999; Peloquin, 2002.

2.2.1.3 Efek Samping

Efek samping dari penggunaan rifampisin adalah gangguan saluran cerna anoreksia, diare, mual dan muntah, gangguan darah trombositopenia, eosinofilia, leukopenia dan anemia, gangguan saraf sakit kepala, udema dan perubahan warna pada urin, feses, keringat, air liur, dahak, air mata dan cairan tubuh lainnya menjadi jingga hingga merah Sweetman, 1999.

2.2.2 Isoniazid

Rumus struktur : N N H NH 2 O Gambar 2.2. Rumus struktur isoniazid. Nama Kimia : Asam isonikotinat hidrazida. Sinonim : Isoniazidum, INH, INAH, Isonikotinoilhidrazin, Isonikotinilhidrazida, Isonikotinilhidrazin, Tubazid. Universitas Sumatera Utara Rumus Molekul : C 6 H 7 N 3 O Berat Molekul : 137,14. . Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, perlahan-lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya. Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, sukar larut dalam kloroform dan dalam eter, praktis tidak larut dalam benzena Depkes RI, 1995; Sweetman, 1999.

2.2.2.1 Penggunaan dan Cara Pemberian

Isoniazid adalah turunan hidrazida dan merupakan obat utama dalam pengobatan penyakit tuberkulosis. Sering digunakan dalam bentuk kombinasi. Penggunaan pada pasien dewasa secara umumnya adalah 300 mg per hari melalui mulut pada keadaan lambung kosong. Sedangkan pada pasien anak-anak bervariasi, yakni: 5 mgkg per hari menurut Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization WHO, 10 mgkg per hari di Inggris United Kingdom UK dan 10 mgkg hingga 15 mgkg per hari di Amerika Serikat United States of AmericaUSA dengan semuanya mencantumkan batas maksimum 300 mg per hari Sweetman, 1999.

2.2.2.2 Farmakokinetika

Isoniazid segera diabsorbsi dari saluran pencernaan. Konsentrasi maksimum obat dalam plasma adalah 3 µgmL sampai 7 µgmL setelah 1 jam sampai 2 jam pemberian dosis 300 mg. Waktu paruh isoniazid berkisar antara 1 jam sampai 6 jam, dengan waktu paruh yang lebih pendek pada individu yang memiliki Universitas Sumatera Utara asetilator yang cepat. Rute metabolik primer adalah asetilasi dari isoniazid menghasilkan asetilisoniazid oleh N-asetiltransferase yang ditemukan dalam hati dan usus halus. Asetilisoniazid kemudian dihidrolisis menjadi asam isonikotinat dan monoasetilhidrazin. Asam isonikotinat berkonjugasi dengan glisin menghasilkan asam isonikotiurat isonikotinil glisin, sedangkan monoasetilhidrazin yang kemudian mengalami asetilasi menjadi diasetilhidrazin. Beberapa bagian yang tidak dimetabolisme akan mengalami konjugasi membentuk hidrazon. Metabolit Isoniazid tidak memiliki aktivitas tuberkulostatik. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, lebih dari 75 dari obat diekskresikan melalui urine selama 24 jam yang terutama sebagai metabolit. Sejumlah kecil obat yang diekskresikan melalui feses. Isoniazid juga akan dikeluarkan dari tubuh bila pasien menjalani dialisis Sweetman, 1999.

2.2.2.3 Efek Samping

Efek samping dari penggunaan isoniazid adalah gangguan hati mual, muntah dan lelah, gangguan darah anemia, agranulositosis, trombositopenia dan eosinofilia, hipersensesitivitas eritema dan efek samping lainnya konstipasi dan retensi urin Sweetman, 1999. Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Pirazinamid

Rumus struktur : N N O NH 2 Gambar 2.3. Rumus struktur pirazinamid. Nama Kimia : Pirazinkarboksamida. Sinonim : Pirazinamidum, Asam pirazinoat amida. Rumus Molekul : C 5 H 5 N 3 O Berat Molekul : 123,11. . Pemerian : Serbuk hablur, putih hingga praktis putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam eter dan dalam kloroform Depkes RI, 1995; Sweetman, 1999.

2.2.3.1 Penggunaan dan Cara Pemberian

Pirazinamid adalah salah satu jenis obat dari terapi tuberkulosis, awal terapi adalah selama 8 minggu. Pirazinamid biasanya diberikan per hari atau 2 kali sampai 3 kali seminggu. Penggunaan pada pasien dewasa secara umumnya adalah maksimum 3 g per hari melalui mulut. Sedangkan pada pasien anak-anak dosis yang diberikan 35 mgkg per hari di Amerika Serikat United States of America USA dengan batas maksimum 1,5 g per hari Sweetman, 1999. Universitas Sumatera Utara

2.2.3.2 Farmakokinetika

Pirazinamid segera diabsorbsi dari saluran pencernaan. Konsentrasi maksimum obat dalam plasma adalah 33 µgmL setelah 2 jam pemberian dosis 1,5 g dan 59 µgmL setelah 2 jam pemberian dosis 3 g. Pirazinamid secara luas didistribusikan ke cairan tubuh. Waktu paruh pirazinamid berkisar antara 9 jam sampai 10 jam. Produk metabolisme yang terutama di hati adalah asam pirazinoat, selanjutnya mengalami hidroksilasi menjadi produk ekskresi asam 5- hidroksipirazinoat. Produk ekskresi ini segera diekskresikan melalui ginjal terutama oleh filtrasi glomerulus. Sekitar 70 dari obat diekskresikan melalui urine selama 24 jam dan 4 dalam bentuk tidak berubah yang terutama sebagai metabolit. Pirazinamid juga akan dikeluarkan dari tubuh bila pasien menjalani dialisis. Jalur metabolisme yang utama adalah pirazinamid mengalami deaminasi menjadi asam pirazinoat yang kemudian mengalami hidroksilasi menjadi asam hidroksipirazinoa, sedangkan jalur metabolisme yang lainnya adalah pirazinamid mengalami hidroksilasi menjadi hidroksipirazinamid yang kemudian mengalami deaminasi menjadi asam hidroksipirazinoat Sweetman, 1999.

2.2.3.3 Efek Samping

Efek samping dari penggunaan pirazinamid adalah gangguan hati hepatomegali, gangguan darah anemia dan efek samping lainnya mual, muntah, demam, hiperurisemiaasam urat dan disuria Sweetman, 1999. Universitas Sumatera Utara

2.3 Analisis Rifampisin, Isoniazid dan Pirazinamid

Menurut organisasi kesehatan dunia world health organization WHO tahun 2006, tablet campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dapat ditentukan kadarnya secara kromatografi cair kinerja tinggi. Untuk isoniazid dan pirazinamid dapat ditentukan kadarnya secara kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom L1 oktadesil silana yang terikat secara kimiawi pada partikel mikro keramik diameter kolom 4,6 mm, panjang kolom 15 cm, diameter ukuran partikel 5 µm dengan campuran fase gerak, yakni: 50 g amonium asetat dalam 1000 mL air yang kemudian ditambahkan asam asetat glasial sampai pH 5 fase gerak A dan metanol fase gerak B dengan perbandingan kedua campuran 94:6 yang laju alir flow rate 2 mLmenit dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 240 nm. Ekstraksi sampel dilakukan dengan menggunakan air. Untuk rifampisin ditentukan kadarnya secara terpisah secara kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom L1 oktadesil silana yang terikat secara kimiawi pada partikel mikro keramik diameter kolom 4,6 mm, panjang kolom 25 cm, diameter ukuran partikel 5 µm dengan campuran fase gerak, yakni: dapar fosfat pH 7 kalium dihidrogen fosfat 0,1 molL yang disesuaikan pH dengan natrium hidroksida 0,01 molL fase gerak A dan metanol fase gerak B dengan perbandingan kedua campuran 4:6 yang laju alir flow rate 1 mLmenit dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 254 nm. Ekstraksi sampel dilakukan dengan menggunakan metanol. Menurut Farmakope Amerika Serikat edisi ketiga puluh United States Pharmacopoeia 30 th Edition USP XXX tahun 2007, tablet campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dapat ditentukan kadarnya secara Universitas Sumatera Utara kromatografi cair kinerja tinggi. Untuk Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid dapat ditentukan kadarnya secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi menggunakan kolom L1 oktadesil silana yang terikat secara kimiawi pada partikel mikro keramik diameter kolom 4,6 mm, panjang kolom 25 cm, diameter ukuran partikel 5 µm dengan fase gerak campuran larutan dapar fosfat pH 6,8 dan asetonitril 96:4 fase gerak A dan campuran larutan dapar fosfat pH 6,8 dan asetonitril 55:45 fase gerak B dengan perbandingan kedua campuran yang berubah-ubah sistem gradien dapat dilihat pada Tabel 2.1 yang laju alir flow rate 1,5 mLmenit dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 238 nm. Ekstraksi sampel dilakukan dengan menggunakan dapar fosfat pH 6,8. Tabel 2.1. Perubahan perbandingan fase gerak USP XXX, 2007. Waktu menit Fase Gerak A Fase Gerak B Elusi 100 setimbang 0-5 100 isokratik 5-6 100 →0 →100 gradien linear 6-15 100 isokratik Menurut Dorneanu tahun 2010, campuran rifampisin, isoniazid dan etambutol dapat ditentukan dengan dapat ditentukan kadarnya secara kromatografi cair kinerja tinggi fase balik dengan menggunakan kolom Phenomenex Luna 100- 5 C18, diameter kolom 4,6 mm, panjang kolom 25 cm, diameter ukuran partikel 5 µm dengan fase gerak campuran larutan dapar asetat pH 5 dan metanol 80:20 fase gerak A dan campuran larutan asam oksalat 0,01 M dan asetonitril 30:70 fase gerak B dengan perbandingan kedua campuran fase gerak tersebut yang berubah-ubah sistem gradien dapat dilihat pada Tabel 2.2 yang laju alir flow rate 1 mLmenit dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 270 nm untuk isoniazid dan etambutol selama 9 menit dan diubah menjadi 320 nm untuk Universitas Sumatera Utara rifampisin hingga selesai analisis. Perubahan panjang gelombang dilakukan pada waktu 9 menit hingga 9,1 menit. Analisis untuk setiap sampel memerlukan waktu 30 menit dan untuk menyetimbangkan sistem diperlukan waktu 8 menit. Sampel diektraksi, dengan cara: sediaan dilarutkan dengan 10 mL metanol dalam labu tentukur 50 mL, disonikasi selama 10 menit, didinginkan, ditambahkan dengan air hingga garis tanda dan dikocok. Campuran disaring, dipipet filtrat 5 mL, dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL, diencerkan dengan air hingga garis tanda, dikocok dan kemudian sampel dapat dianalisis. Metode divalidasi dengan beberapa pengujian, antara lain: uji akurasi dengan parameter persentase perolehan kembali recovery percentage recovery, uji presisi dengan parameter simpangan baku relatif relative standard deviation RSD, linearitas, batas deteksi, batas kuantitasi, rentang, selektivitas dan kekuatan. Tabel 2.2. Perubahan perbandingan fase gerak Dorneanu, 2010. Waktu menit Fase Gerak A Fase Gerak B Elusi 100 setimbang 0-6,5 100 isokratik 6,5-15 100 →50 →50 gradien linear 15-22 50 →0 50 →100 gradien linear Menurut Dionex tahun 2010, untuk penetapan kadar rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol secara kromatografi cair kinerja tinggi fase normal dengan menggunakan kolom Acclaim Polar Advantage II diameter kolom 4,6 mm, panjang kolom 15 cm, temperatur kolom 35 o C, diameter ukuran partikel 3 µm dengan fase gerak campuran 8 asetonitril dalam larutan NaH 2 PO 4 20 mM 1,5 mL trietilamin per liter pH 6,8 fase gerak A dan 50 asetonitril dalam larutan NaH 2 PO 4 20 mM 1,5 mL trietilamin per liter pH 6,8 fase gerak B dengan perbandingan kedua campuran fase gerak tersebut yang berubah-ubah Universitas Sumatera Utara sistem gradien dapat dilihat pada Tabel 2.3 yang laju alir flow rate 1 mLmenit dan deteksi dilakukan pada panjang gelombang 200 nm dan 238 nm. Sampel diektraksi, dengan cara: satu tablet dimasukkan dalam gelas beker 50 mL, ditambahkan 5 mL asetonitil dan 20 mL fase gerak A, diaduk, disonikasi hingga larut, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 mL, ditambahkan dengan fase gerak A hingga garis tanda dan dikocok. Campuran disaring, dipipet filtrat 0,75 mL, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 mL, diencerkan dengan fase gerak A hingga garis tanda, dikocok dan kemudian sampel dapat dianalisis. Analisis untuk setiap sampel memerlukan waktu 10,5 menit. Metode divalidasi dengan beberapa pengujian, antara lain: uji akurasi dengan parameter persentase perolehan kembali recovery percentage recovery, uji presisi dengan parameter simpangan baku relatif relative standard deviation RSD dan linearitas. Tabel 2.3. Perubahan perbandingan fase gerak Dionex, 2010. Waktu menit Fase Gerak A Fase Gerak B Elusi 100 setimbang 3 100 isokratik 3-3,5 100 →0 →100 gradien linear 3,5-10,5 100 isokratik Menurut Song dan kawan-kawan tahun 2007, rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol dan dua metabolit utamanya yakni: asetilisoniazid dan 25-desasetilrifampisin dapat ditentukan kadarnya dari dalam darah untuk monitoring terapi obat secara kromatografi cair kinerja tinggi tandem spektrometri massa KCKTSMSM menggunakan kolom Hydrosphere C18, diameter kolom 3 mm, panjang kolom 5 cm, diameter ukuran partikel 3 µm dengan fase gerak campuran asam format 0,3 dalam metanol fase gerak A dan asam format 0,3 dalam air fase gerak B dengan perbandingan kedua campuran fase gerak tersebut Universitas Sumatera Utara yang berubah-ubah sistem gradien dapat dilihat pada Tabel 2.4. Laju alir flow rate juga berubah-ubah selama analisis sistem gradien, yakni: 0,15 mLmenit selama 1,8 menit kemudian berubah menjadi 0,4 mLmenit dalam waktu 0,2 menit hingga 2 menit selanjutnya dipertahankan selama 2 menit hingga 4 menit. Deteksi dilakukan pada mode ion positif dan hanya memerlukan waktu 4 menit untuk analisis setiap sampelnya. Pada penelitian ini digunakan baku dalam internal standard, yakni: rifabutin dan asam 6-aminonikotinat. Serta dilakukan uji validasi terhadap metode ini, yang mencakup: uji akurasi dengan parameter persentase perolehan kembali recovery percentage recovery, uji presisi dengan parameter simpangan baku relatif relative standard deviation RSD, batas deteksi, batas kuantitasi dan linearitas. Sampel dipersiapkan dengan dua tahap pengendapan protein, yakni: metanol 50 selama 20 menit dan metanol 100 selama 20 menit selanjutnya dilakukan penyaringan kemudian filtrat yang diperoleh dapat digunakan dianalisis. Pada penelitian ini didapatkan bahwa puncak isoniazid, pirazinamid, etambutol, asetilisoniazid dan 6-aminonikotinat masih tumpang tindih. Begitu pula dengan puncak rifampisin dan 25- desasetilrifampisin juga masih tumpang tindih. Hanya puncak rifabutin yang terpisah dengan baik dengan puncak yang lainnya. Akan tetapi, dengan kromatografi cair kinerja tinggi tandem spektrometri massa KCKTSMSM dilakukan pendeteksian dengan mode pemantauan reaksi berganda multiple reaction monitoring MRM, maka setiap senyawa akan dideteksi sebagai kromatogram yang terpisah masing-masing. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Perubahan perbandingan fase gerak Song, 2007. Waktu menit Fase Gerak A Fase Gerak B Elusi 60 40 setimbang 1,8 60 40 isokratik 1,8-2 60 →80 40 →20 gradien linear 2-3 80 →60 20 →40 gradien linear 3-4 60 40 isokratik

2.4 Spektrofotometri Infra Merah