PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW II DITINJAU DARI INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA
commit to user
i
PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW II DITINJAU DARI INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF
SISWA
Skripsi
Disusun Oleh: Chafidhoh NIM. K 2306020
PROGRAM FISIKA JURUSAN P.MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
(2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW II DITINJAU DARI INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF
SISWA
Oleh:
Chafidhoh
NIM K2306020Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
(3)
commit to user
iii
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
(5)
commit to user
v
ABSTRAK
Chafidhoh. PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW II DITINJAU DARI INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta, Februari 2011
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya : (1) perbedaan pengaruh antara model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw II; (2) perbedaan pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah; (3) interaksi antara pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan disain faktorial 2 x 2. Populasi penelitian adalah semua siswa kelas X Madrasah Aliyah Al-Mukmin Sukoharjo tahun ajaran 2009/2010. Pengambilan sampel diambil secara acak (cluster random sampling) sehingga didapat 2 kelas, kelas XC terdiri dari 31 siswa dengan perlakuan pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai kelompok eksperimen dan kelas XD terdiri dari 33 siswa dengan perlakuan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II sebagai kelompok kontrol. Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan teknik observasi, tes dan angket. Teknik analisis data menggunakan anava dua jalan dengan isi sel tak sama, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut anava yaitu komparasi ganda
metode Scheffe’.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkian bahwa (1) ada perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa { (FA = 4,315) > (F0.05;1,60 = 4.00)},
dan dari hasil uji lanjut anava didapatkan bahwa perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa tidak signifikan {( FA =3.693) < ( Ftabel = 4.00)}, (2)
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
rendah terhadap kemampuan kognitif siswa {( FB = 4,624) > (F0.05;1,60 = 4.00)},
dan dari hasil uji lanjut anava didapatkan bahwa perbedaan pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa adalah signifikan {(FB =4.233) > (Ftabel = 4.00)}, (3) tidak ada
interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa {( FAB = 0,699) < (F0.05;1,60 = 4.00)}.
Implikasi dari hasil penelitian ini adalah pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II dapat diterapkan dalam pembelajaran Fisika. Kedua tipe pembelajaran ini hampir sama baiknya jika digunakan dalam pembelajaran Fisika untuk materi Listrik Dinamis di SMA. Selain itu, implikasi dari hasil penelitian ini adalah interaksi sosial siswa yang tinggi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, interaksi sosial siswa perlu ditingkatkan agar diperoleh kemampuan kognitif yang optimal.
(7)
commit to user
vii
ABSTRACT
Chafidhoh. THE INFLUENCE OF PHYSICS LEARNING WITH COOPERATIVE LEARNING TYPE STUDENT TEAMS-ACHIVEMENT DIVISIONS (STAD) AND JIGSAW II REVIEWED FROM STUDENTS SOCIAL INTERACTION TOWARD STUDENTS COGNITIVE ABILITY.
Thesis. Surakarta: Education and Teacher Training Faculty. Sebelas Maret University. February 2011
The purpose of this research is to find out whether there are : (1) the difference of the influence between cooperative learning model Student Teams-Achievement Divisions (STAD) type and jigsaw II type; (2) the difference of the influence of high and low category of students’ social interaction; (3) the interaction between the influence of Student Teams-Achievement Divisions (STAD) and jigsaw II, the type of cooperative learning, and students’ social
interaction toward students’ cognitive ability; on the subject of Dynamic
Electricity.
The method used in this research is experiment 2 x 2 factorial design. The population of this research was first year students (X class) of Madrasah Aliyah Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo at the 2009/2010 academic years. This research use cluster random sampling technique and found two classes, XC class which consists of 31 students with cooperative learning type STAD as experiment group and XD class which consists of 33 students with cooperative learning type jigsaw II as control group. The techniques of collecting data of this research were the documentation, testing, and questionnaire. The techniques of data analysis are use two way analysis of variation with different cell then proceed with Scheffe’s double comparison method.
Based on this research, it can be concluded (1) there is difference of the influence between cooperative learning model of Student Teams-Achievement Divisions (STAD) type and jigsaw II type toward students’ cognitive ability ({ (FA = 4,315) > (F0.05;1,60 = 4.00)}, and from Scheffe’s method was obtained that
the difference is not significant {( FA =3.693) < ( F table = 4.00)}, (2) there is
difference of influence between the high and low category of students’ social
(8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
and from Scheffe’s method is obtained that the difference is significant {(FB
=4.233) > (F table = 4.00)}, (3) there is no interaction between influence of using
cooperative learning type Student Teams-Achievement Divisions (STAD) and
jigsaw II and students’ social interaction toward students’ cognitive ability {( FAB
= 0,699) < (F0.05;1,60 = 4.00)}.
The implication of this research is Student Teams-Achievement Divisions (STAD) and jigsaw II, type of cooperative learning models, can be applied at physics learning. Both type of this learning are much the same in quality, if used in learning physics at topics Dynamic Electricity in Senior High School. The other implication of this research is student with high social interaction has more significant influence to students’ cognitive ability than student with lower social interaction. Hence social interaction should be increased to get optimal students’ cognitive ability.
(9)
commit to user
ix
MOTTO
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran
dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah).”
(QS. Al Baqarah : 269)
“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila telah selesai
(dari suatu urusan) , kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan
hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap.”
(10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
Bapak dan Ibu tercinta yang selalu
melimpahkan do’a dan kasih sayang.
Kakak-kakakku dan adikku yang selalu memberiku semangat.
Teman-temanku di Karimah yang selalu mendoakan dan memberiku dukungan
(11)
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya , penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan P. MIPA FKIP UNS.
2. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd. Selaku Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan P. MIPA FKIP UNS dan juga pembimbing I atas curahan pikiran, tenaga, waktu, dan ketulusan bimbingannya dalam menyelesaikan Skripsi ini. 3. Bapak Drs. Edy Wiyono, M.Pd. Selaku Pembimbing Akademik atas bantuan
dan bimbingannya.
4. Bapak Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si selaku pembimbing II atas curahan pikiran, tenaga, waktu, dan ketulusan bimbingannya dalam menyelesaikan Skripsi ini.
5. Ustadz Muchson, S.Ag Selaku Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo yang telah memberikan ijin penelitian.
6. Bapak Suryanto, S.Pd selaku guru Fisika MA Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo. 7. Siswa kelas XC dan XD MA Al-Mukmin tahun ajaran 2009-2010 atas
kerjasamanya.
8. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Februari 2011
(12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 3
C. Pembatasan Masalah 4
D. Perumusan Masalah 4
E. Tujuan Penelitian 4
F. Manfaat Penelitian 5
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 6
1. Teori Belajar 6
2. Pembelajaran Fisika 9
3. Model Pembelajaran Kooperatif 11
4. Tipe Pembelajaran Student Team Achivement Divisions (STAD)
14
5. Tipe Pembelajaran Jigsaw II 18
6. Interaksi Sosial 21
7. Kemampuan Kognitif Siswa 25
8. Konsep Listrik Dinamis 27
B. Penelitian yang Relevan 36
C. Kerangka Berpikir 36
D. Perumusan Hipotesis 39
BAB III. METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 40
1. Tempat Penelitian 40
(13)
commit to user
xiii
B. Metode Penelitian 40
C. Populasi dan Sampel 41
1. Populasi 41
2. Sampel 41
D. Variabel Penelitian 42
1. Variabel Bebas 42
2. Variabel Terikat 43
E. Teknik Pengumpulan Data 44
F. Instrumen Penelitian 44
1. Instrumen Tes Kemampuan Kognitif Siswa 45
a. Validitas 45
b. Reliabilitas 46
c. Taraf Kesukaran 47
d. Daya Pembeda 47
2. Instrumen Angket Interaksi Sosial Siswa 48
a. Validitas 49
b. Reliabilitas 49
G. Teknik Analisa Data 50
1. Uji Prasyarat Analisis 50
a. Uji Normalitas 50
b. Uji Homogenitas 51
2. Uji Hipotesis 52
a. Uji Anava Dua Jalan 52
b. Uji Lanjut Anava 56
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data 58
1. Data Angket Interkasi Sosial Siswa 58
2. Data Kemampuan Kognitif Siswa 60
B. Pengujian Prasyarat Analisis 62
1. Uji Normalitas 62
(14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
C. Hasil Pengujian Hipotesis 63
1. Hasil Analisis Variansi Dua Jalan 63
2. Hasil Uji Lanjut Anava 65
D. Pembahasan Hasil Analisis Data 66
1. Uji Hipotesis Pertama 66
2. Uji Hipotesis Kedua 67
3. Uji Hipotesis Ketiga 67
E. Keterbatasan Penelitian 68
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan 69
B. Implikasi 69
C. Saran 70
(15)
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Nilai Perkembangan Individu 16
Tabel 3.1. Desain Faktorial Penelitian 2 x 2 (A x B) 41
Tabel 3.2. Jumlah AB 53
Tabel 3.3. Rangkuman Analisis 56
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Data Interaksi Sosial Siswa Kelompok Eksperimen
58
Tabel 4.2. Disribusi Frekuensi Data Interaksi Sosial Kelompok Kelompok Kontrol
59
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen
60
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Kontrol
61
Tabel 4.5. Rangkuman Hasil Analisis Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen dan KElompok Kontrol
62
Tabel 4.6. Rangkuman Anava Dua Jalan dengan Isi Sel Tak sama 63
(16)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Bagan Pembelajaran Kooperatif STAD 17 Gambar 2.2. Skema Kerja Kelompok Pada Tipe Pembelajaran Jigsaw II 19 Gambar 2.3. Bagan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw II 20 Gambar 2.4. Arus Elektron Berlawanan dengan Arus Konvensional 27 Gambar 2.5. Kuat Arus Listrik Merupakan Kelajuan Muatan yang
Melewati Suatu Luasan Tertentu
28
Gambar 2.6. Rangkaian untuk menyelidiki Pengaruh Suhu Pada Hambatan Kawat
29
Gambar 2.7. Skema Diagram untuk Hukum 1 Kirchoff Serta Analogi Mekaniknya
31
Gambar 2.8. a. Dua Buah Lampu yang Dihubungkan Secara Seri b. Rangkaian Pengganti Peralatan
31 31
Gambar 2.9. Rangkaian Hambatan Paralel 32
Gambar 2.10. Rangkaian Seri Sumber Tegangan 33
Gambar.2.11. Rangkaian Paralel Sumber Tegangan Identik 33
Gambar 2.12. Rangkaian Jembatan Weatstone 34
Gambar 2.13. Paradigma Penelitian 39
Gambar 4.1. Histogram Data Interaksi Sosial Siswa Kelompok Eksperimen
59
Gambar 4.2. Histogram Data Interaksi Sosial Siswa Kelompok Kontrol 60 Gambar 4.3. Histogram Data Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok
Eksperimen
61
Gambar 4.4. Histogram Data Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Kontrol
(17)
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
1. Jadwal Penelitian 74
2. Rencana Pembelajaran I 75
3. Lembar Diskusi Siswa (LDS) I 80
4. Jawaban LDS I 87
5. Soal Kuis I 90
6. Tampilan Flash I 93
7. Rencana Pembelajaran II 95
8. Lembar Diskusi Siswa (LDS) II 100
9. Jawaban LDS II 106
10. Soal Kuis II 108
11. Tampilan Flash II 111
12. Rencana Pembelajaran III 113
13. Lembar Diskusi Siswa (LDS) III 117
14. Jawaban LDS III 122
15. Soal Kuis III 124
16. Tampilan Flash III 127
17. Lembar Rangkuman Tim 128
18. Sertifikat Penghargaan 133
19. Kisi-Kisi Angket Interaksi Sosial Siswa (Uji Coba) 135
20. Uji Coba Angket Interaksi Sosial Siswa 136
21. Kisi-Kisi Angket Interaksi Sosial Siswa 140
22. Angket Interaksi Sosial Siswa 141
23. Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Uji Coba Angket Interaksi Sosial 144 24. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Kognitif (Uji Coba) 147 25. Tabel Item Soal Tes Uji Coba Kemampuan Kognitif Siswa Pokok
Bahasan Listrik Dinamis
148
26. Soal-Soal Tes Kemampuan Kognitif (Uji Coba) 151 27. Jawaban Soal Tes Kemampuan Kognitif (Uji Coba) 165
(18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
28. Kisi-Kisi Soal Tes Kognitif 166
29. Tabel Item Soal Tes Kemampuan Kognitif Siswa Pokok Bahasan Listrik Dinamis
167
30. Soal-Soal Tes Kognitif 170
31. Jawaban Soal Kognitif 181
32. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Soal Tes Kemampuan Kognitif (Uji Coba)
182
33. Data Induk Penelitian 186
34. Data Keadaan Awal Siswa 189
35. Uji Normalitas Keadaan Awal Siswa Kelompok Eksperimen 191 36. Uji Normalitas Keadaan Awal Siswa Kelompok Kontrol 192 37. Uji Homogenitas Keadaan Awal Siswa Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
193
38. Uji Kesamaan Keadaan Awal Antara Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol
195
39. Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen 197 40. Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Kontrol 198 41. Uji Homogenitas Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
199
42. Uji Hipotesis Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama 201
43. Uji Lanjut Pasca Anava 204
44. Tabel-Tabel Statistik 206
(19)
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian manusia. Masyarakat yang baik dan berkualitas dapat terwujud dengan adanya proses pendidikan yang baik dan berkualitas pula. Upaya mewujudkan masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat.
Mengingat pemahaman di atas maka sekolah mendapatkan prioritas utama dalam menjalankan proses pendidikan guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, sekolah diharapkan mampu melahirkan calon penerus pembangunan masa depan yang cerdas spiritual, emosional dan intelektual.
Keberhasilan pendidikan nasional selalu terkait dengan usaha untuk mencapai keberhasilan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, secara langsung berhasil tidaknya proses pendidikan dipengaruhi oleh mutu proses pembelajaran dan hasil belajar yang dicapai dalam pelaksanaan sistem pendidikan di sekolah. Suatu proses pembelajaran akan berhasil dengan baik bila komponen-komponennya saling berinteraksi dengan baik. Komponen-komponen pembelajaran tersebut antara lain: guru, siswa, bahan ajar, sarana pra sarana, dll.
Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa memegang peranan yang sangat penting. Guru merupakan seorang pendidik profesional yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik guna mengembangkan potensi dirinya. Sedangkan siswa merupakan seorang individu yang senantiasa belajar untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya hingga diperoleh hasil belajar yang baik. Oleh karena
(20)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
itu, interaksi yang baik antara keduanya akan memberikan hasil yang positif terhadap tujuan pembelajaran.
Baik tidaknya hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa sebagai peserta didik, misalnya minat belajar siswa, gaya belajar siswa, motivasi berprestasi, interaksi sosial siswa, kecerdasan, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa atau dari rangsangan pihak luar, misalnya pendekatan / model pembelajaran.
Pendekatan dan model pembelajaran merupakan faktor eksternal yang harus disusun dengan menyesuaikan karakteristik materi yang akan disampaikan, sebab tidak semua model cocok untuk setiap materi pelajaran. Selain itu, pendekatan dan model yang digunakan juga harus mampu menarik minat belajar siswa, sehingga siswa akan merasa nyaman dalam belajar dan hasil yang diperoleh akan memuaskan. Dengan kata lain, melalui pendekatan dan model yang tepat, maka hasil belajar yang didapat akan maksimal.
Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran tersebut antara lain model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran terpadu, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran quantum, model pembelajaran inkuiri dan lain-lain, yang dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan hasil belajar yang ingin dicapai serta materi yang akan disampaikan.
Saat ini masih banyak guru yang menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher Centered Learning atau TCL). Penggunaan model pembelajaran yang berpusat pada guru ini sedikit sekali melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, akibatnya siswa pasif, merasa bosan dan minat belajarnya menjadi rendah. Apalagi dalam pelajaran Fisika yang memang sejak dulu dianggap mata pelajaran yang sukar, siswa menjadi semakin tidak tertarik untuk belajar Fisika. Padahal Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa sekolah menengah.
(21)
commit to user
Agar pembelajaran Fisika menjadi lebih menarik, guru harus menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan ciri Fisika dan melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembalajaran atau dengan kata lain guru harus menerapkan model pembelajaran yang berpusat pada siswa ( Student Centered Learning atau SCL). Selain itu juga model yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik materi Fisika yang akan dipelajari, sebab materi pelajaran Fisika mempunyai karakteristik yang berbeda antara materi yang satu dengan materi yang lain.
Salah satu model pembelajaran yang menerapkan SCL adalah model pembelajaran Kooperatif. Dalam pembelajaran Kooperatif siswa belajar secara bersama dalam suatu kelompok sehingga terjadi interaksi antar siswa dalam kelompoknya untuk memecahkan masalah belajar. Model pembelajaran kooperatif ada beberapa tipe, diantaranya adalah tipe Student Teams-Achivement Divisions (STAD), Team-Game-Turnament (TGT), Team-Assisted Individualization (TAI), Jigsaw II, Group Investigation dan lain-lain.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti mengambil judul penelitian “PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW II DITINJAU DARI INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF
SISWA”
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal
2. Pembelajaran Fisika selama ini cenderung Teacher Centered Learning (TCL)
3. Tidak semua model pembelajaran sesuai dengan ciri fisika 4. Karakteristik materi Fisika variatif
(22)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
C. Pembatasan Masalah
Agar dalam pembahasan permasalahan ini lebih mendalam dan cakupannya tidak terlalu luas maka permasalahan-permasalahan yang ada dibatasi sebagai berikut :
1. Faktor internal dibatasi pada interaksi sosial siswa
2. Faktor eksternal dibatasi pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II.
3. Hasil belajar siswa dibatasi pada kemampuan kognitif.
4. Materi fisika yang disampaikan dibatasi pada pokok bahasan Listrik Dinamis kompetensi dasar 1 untuk SMA kelas X
D Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Adakah perbedaan pengaruh antara model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa ?
2. Adakah pebedaan pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa ?
3. Adakah interaksi antara pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh antara model pembelajaran
pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa.
(23)
commit to user
2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa.
3. Mengetahui ada tidaknya interaksi antara pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Memberikan masukan tentang alternatif model pembelajaran yang berpusat pada siswa (SCL)
2. Dapat dijadikan sebagai informasi masukan oleh siswa tentang cara belajar dengan model pembelajaran yang baru dengan memanfaatkan teman satu kelompok sehingga siswa dapat saling bertukar pikiran antara sesama anggota kelompok, saling mendengarkandan saling menghargai pendapat orang lain.
3. Memberikan masukan bagi guru bahwa interaksi sosial mempengaruhi hasil belajar siswa.
4. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan atau referensi ilmiah untuk penelitian lebih lanjut.
(24)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Teori Belajar a. Pengertian Belajar
Setiap orang menjadi dewasa karena belajar dan pengalaman selama hidupnya. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Belajar selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah itu mengarah kepada yang lebih baik ataupun yang kurang baik. Hal lain yang selalu terkait dengan belajar adalah pengalaman yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya.
Unsur perubahan dan pengalaman hampir selalu ditekankan dalam rumusan atau definisi tentang belajar. Menurut Muhibbin Syah (2008:92) ”secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif ”. Sedangkan menurut Oemar
Hamalik (2003:154) “Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap
berkat latihan dan pengalaman”.
Ngalim Purwanto (1990: 85) mendefinisikan ”Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap
sebagai hasil belajar”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses dimana terjadi suatu perubahan dalam diri individu yang muncul karena pengalaman. Perubahan menyangkut semua aspek kepribadian individu, dapat berkenaan dengan penguasaan dan penambahan pengetahuan, kecakapan, sikap, nilai, motivasi, kebiasaan, minat dan sebagainya. Demikian juga dengan pengalaman, berkenaan dengan segala bentuk pengalaman
(25)
commit to user
atau hal-hal yang pernah dialami, seperti membaca, melihat, mendengar, merasakan, melakukan, merencanakan, menganalisis dan memecahkan masalah.
b.Tujuan Belajar
Dalam arti luas, tujuan belajar adalah suatu pernyataan tentang perubahan yang diharapkan. Perubahan ini diinginkan dan dinilai oleh guru dan pelatih, diharapkan akan terjadi dalam pemikiran, perbuatan, dan perasaan siswa sebagai hasil dari pengalaman pendidikan dan latihan.
Dimyati (2006: 10) menyebutkan bahwa setelah belajar orang akan memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Sebenarnya tujuan belajar sangat banyak dan bervariasi, namun secara umum menurut Robert M. Gagne dalam Hasibuan (1989 :5) menyebutkan bahwa tujuan belajar adalah memperoleh ketrampilan sebagai berikut :
1) Keterampilan intelektual
2) Strategi kognitif seperti memecahkan berbagai macam masalah
3) Informasi verbal yang merupakan pengetahuan yang berupa informasi dan fakta.
4) Keterampilan motorik seperti keterampilan menulis, mengetik, menggunakan berbagai alat ukur dan sebagainya.
5) Sikap dan nilai
Dari tujuan-tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar adalah memperoleh pengetahuan, pemahaman konsep, ketrampilan, dan pembentukan sikap yang meliputi aspek kognitif (keilmuan), psikomotorik dan afektif (sikap).
c. Prinsip-Prinsip Belajar
Belajar seperti halnya perkembangan berlangsung seumur hidup, apa yang dipelajari dan bagaimana belajarnya pada setiap fase perkembangan berbeda-beda. Banyak teori yang membahas masalah belajar, tiap teori bertolak dari asumsi dasar tertentu tentang belajar. Meskipun demikian, ada beberapa pandangan umum yang sama atau relatif sama diantara asumsi-asumsi tersebut. Beberapa kesamaan ini dipandang sebagai prinsip belajar. Beberapa prinsip umum belajar tersebut adalah:
(26)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
(a) Belajar merupakan bagian dari perkembangan; (b) Belajar berlangsung seumur hidup; (c) Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan; (d) Belajar mencakup semua aspek kehidupan; (e) Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu; (f) Belajar berlangsung dengan guru atau tanpa guru; (g) Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi; (h) Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai yang sangat kompleks; (i) Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan; (j) Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau bimbingan dari orang lain. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2003: 165-166)
Dari prinsip-prinsip tersebut dapat diketahui bahwa belajar merupakan bagian dari perkembangan yang terjadi seumur hidup dan mencakup semua aspek kehidupan. Belajar dapat berlangsung dimanapun dan dapat bervariasi dari kegiatan yang paling sederhana hingga yang kompleks. Dalam belajar ada yang memerlukan bimbingan dari orang lain dan ada yang tidak.
d.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain Faktor-faktor fisiologis, psikologis, lingkungan belajar dan sistem instruksional (Slameto, 2003).
1) Faktor fisiologis seperti pendengaran dan penglihatan sangat mempengaruhi segala kegiatan belajar mengajar, dalam hal ini yang termasuk kondisi fisiologis diantaranya yaitu kesegaran jasmani, keletihan, kekurangan gizi, kurang tidur dan kesakitan yang diderita.
2) Faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar siswa diantaranya adalah aspek intelegensi atau kecerdasan dan bakat, minat, motivasi, perhatian, berpikir dan ingatan.
3) Faktor lingkungan belajar menurut Slameto (2003) dapat dibedakan menjadi beberapa faktor, diantaranya lingkungan dalam sekolah dan lingkungan luar sekolah yang masing-masing dapat dibedakan lagi atas lingkungan alam, lingkungan fisik dan sosial.
Faktor lingkungan belajar di dalam sekolah mencakup keadaan suhu, kelembaban dan pertukaran udara serta cahaya dalam ruangan yang semuanya mencakup sistem ventilasi dan penerangan ruangan. Faktor lingkungan belajar di luar sekolah mencakup topografi, flora, fauna, dan jenis mata
(27)
commit to user
pencaharian penduduk sekitar yang dapat dijadikan sumber bahan belajar dan sumber inspirasi bagi warga sekolah dalam menunjang proses belajar mengajar yang baik.
4) Faktor sistem instruksional yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar adalah kurikulum, bahan belajar yang mempengaruhi strategi belajar yang akan digunakan dan metode penyajian.
Dari faktor-faktor tersebut dapat juga digolongkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, misalnya bakat, minat, motivasi, sakit, letih dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa seperti lingkungan balajar, model pembelajaran, dan lain-lain.
2. Pembelajaran Fisika a. Hakikat Fisika
Fisika merupakan ilmu yang lahir berdasarkan fakta, hasil pemikiran maupun hasil eksperimen yang dilakukan oleh para ahli. Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan alam, sehingga karakteristik yang dimiliki oleh ilmu pengetahuan alam berlaku pada Fisika. Fisika dalam sekala besar dibagi menjadi 2 yaitu fisika eksperimen dan fisika teori. Menurut Brockhous yang dikutip Herbert Druxes bahwa : ”Fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam, yang memungkinkan penelitian dengan pengukuran dan percobaan, pengujian secara sistematis dan berdasarkan peraturan umum”. (Herbert Druxes, 1986 ; 3 )
Menurut Brandi/Dahmen yang juga dikutip oleh Herbert Druxes bahwa :
”Fisika adalah suatu uraian tertutup tentang semua kejadian Fisikalis yang
berdasarkan beberapa hukum dasar ” ( Herbert Druxes, 1986 : 3). Sejalan dengan
itu, Gerthsen yang dikutip oleh Herbert Druxes menyatakan bahwa ”Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana mungkin dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataan. Persyaratan utama untuk pemecahan persoalan adalah dengan mengamati gejala-gejala tersebut”. (Herbert Druxes, 1986 : 3)
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa Fisika adalah salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam yang berusaha menguraikan serta menjelaskan hukum-hukum alam dan kejadian-kejadian di alam dengan gambaran
(28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
menurut pemikiran manusia, yang mempunyai karakteristik antara lain ; kuantitas, observasi, eksperimen, prediksi, dan proses yang dapat dipelajari dengan teori, pengamatan dan eksperimen.
b.Tujuan Pembelajaran Fisika
Fungsi dan tujuan mata pelajaran Fisika di SMA dan MA adalah sebagai sarana untuk :
1) Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Memupuk sikap ilmiah yang mencakup: a) Jujur dan obyektif terhadap data.
b) Terbuka dan menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu. c) Ulet dan tidak cepat putus asa.
d) Kritis terhadap pernyataan ilmiah yaitu tidak mudah percaya tanpa ada dukungan hasil observasi empiris.
e) Dapat bekerjasama dengan orang lain.
3) Mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
4) Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
5) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta dapat menjelaskan berbagai peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi. Dari pendapat tersebut, pembalajaran fisika tidak hanya memberikan produk ilmiah, tetapi lebih jauh bagaimana memperoleh produk ilmiah tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dalam pembelajaran Fisika hendaklah merangsang perhatian siswa terhadap Fisika, merangsang keingintahuan siswa,
(29)
commit to user
mengajar Fisika untuk menimbulkan keinginan meneliti, mengajarkan fisika sebagai konsep, bukan faktor-faktor yang terlepas-lepas dan menekankan pada pemikiran serta penalaran bukan hafalan. Sehingga dalam diri siswa akan tertanam sikap ilmiah dan memperoleh produk ilmiah secara bermakna.
Sehingga dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika berorientasi pada hakikat fisika.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran
Keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pemilihan model pembelajaran oleh guru. Model pembelajaran yang tepat akan mampu membawa peran serta siswa dan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Menurut kamus lengkap bahasa indonesia model diartikan sebagai mode, ragam, acuan, ukuran yang dicontoh.
Menurut Gazali dalam Slameto (2003:30) pembelajaran merupakan proses penanaman pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat. Proses pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Dengan demikian model pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu acuan yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan bahan pembelajaran sekaligus mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pada suatu proses pembelajaran tidak ada model pembelajaran yang tepat untuk semua topik dan semua situasi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran guru harus senantiasa memperhatikan kondisi siswa, sarana
(30)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
prasarana yang ada serta materi pembelajaran yang akan dipelajari agar tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai.
b. Pembahasan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif
1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang lebih menekankan pada kegiatan belajar siswa secara bersama dalam suatu kelompok sehingga terjadi interaksi antar siswa dalam kelompoknya untuk memecahkan masalah belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Slavin
(2008: 4) ”Dalam pembelajaran kooperatif siswa akan bekerja dalam kelompok
-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”.
Pembelajaran kooperatif secara umum mempunyai karakeristik yang membedakan dengan pembelajaran yang lain. Karakteristik tersebut adalah: (a) Siswa belajar dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama; (b) Setiap kelompok anggotanya berbeda-beda menurut tingkat kemampuan, jenis kelamin dan asal suku; (c) Guru melakukan pemantauan dan memberikan bantuan jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok; (d) Adanya saling interaksi positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi antar anggota kelompok; (e) Adanya penghargaan kelompok.
Keberhasilan dalam pembelajaran kooperatif akan tercapai jika memenuhi lima prinsip utama yaitu :
a) Keheterogenan kelompok b) Keterampilan bekerja sama c) Sumbangan dari ketua kelompok d) Ketergantungan pribadi yang positif e) Otonomi kelompok
Dalam keheterogenan kelompok, siswa dikelompokkan berdasarkan perbedaan-perbedaan menurut kemampuan, jenis kelamin dan asal suku. Adanya keheterogenan kelompok ini akan membuat proses pembelajaran kooperatif dapat berjalan lebih efektif.
(31)
commit to user
Kerja sama dalam suatu kelompok sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan kerjasama yang baik didapatkan pemahaman yang lebih baik pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Zafer Tanel dan Mustafa Erol (2008 :
132) yang menyatakan “ interaction of student with each other when solving problem, deciding on a solution by discussing with each other and evaluating different views provide them a better understanding”. Dalam suatu kerja sama, dibutuhkan adanya keterampilan-keterampilan khusus yang dimiliki oleh setiap anggota kelompok. Keterampilan tersebut dapat berupa keterampilan berkomunikasi, keterampilan berdiskusi, keterampilan dalam memecahkan masalah dan sebagainya.
Dalam suatu kelompok perlu dipilih seorang ketua kelompok untuk mengatur kelompok tersebut. Ketua kelompok dipilih berdasarkan kemampuannya yang lebih dibandingkan dengan anggota lain dalam kelompoknya. Adanya sumbangan dari ketua kelompok yang berupa informasi, pengetahuan, keterampilan, penjelasan dan sebagainya yang diberikan kepada anggota kelompok yang lain dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pencapaian hasil belajar.
Setiap anggota kelompok membutuhkan pengembangan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki yang dapat dilakukan dengan cara berinteraksi dan bekerja sama satu sama lain. Artinya, dalam proses belajar setiap siswa saling bergantung sama lain. Adanya ketergantungan pribadi yang positif antar siswa dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki.
Dalam otonomi kelompok, setiap kelompok berusaha untuk menjadi yang terbaik, sehingga setiap anggota kelompok bertanggung jawab sepenuhnya terhadap nama kelompoknya. Dalam hal ini, jika terdapat kelompok yang mengalami kesulitan maka kelompok tersebut bertanya pada gurunya, bukan pada kelompok lain.
2) Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Penggunaan model pembelajaran kooperatif dalam prakteknya memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Beberapa hal yang dipandang menjadi
(32)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kelebihan dari model pembelajaran kooperatif dibanding menggunakan model lain adalah: (a) Meningkatkan kemampuan akademik siswa; (b) Memperbaiki hubungan antar kelompok; (c) Meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi; (d) Meningkatkan rasa percaya diri siswa; (e) Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh siswa; (f) Meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas; (g) Meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi dengan siswa lainnya.
Setiap model pembelajaran selain mempunyai kelebihan, juga mempunyai kelemahan. Kelemahan model pembelajaran kooperatif antara lain: (a) Pelaksanaanya memerlukan persiapan yang rumit; (b) Apabila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya akan buruk; (c) Apabila ada siswa yang malas atau yang ingin berkuasa dalam kelompoknya menyebabkan kegiatan belajar kelompok tidak berjalan dengan baik; (d) Adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dalam belajar kelompok, sehingga kegiatan belajar kelompok menjadi tidak efektif; (e) Siswa yang tidak cocok dengan anggota kelompoknya kurang bisa bekerja sama dalam memahami materi maupun dalam menyelesaikan tugas.
4. Tipe Pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD) a. Pengertian Tipe Pembelajaran Student Team Achievement Divisions
(STAD)
Tipe pembelajaran STAD adalah salah satu tipe pembelajaran yang dikemukakan oleh Slavin. Tipe pembelajaran ini merupakan teori belajar konstruktivisme yang berdasarkan pada teori belajar kognitif. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator belajar dan bertugas menciptakan situasi belajar yang kondusif bagi siswa, sedangkan siswa bekerja sama dalam kelompoknya dalam memecahkan masalah-masalah belajar yang berkaitan dengan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Tipe pembelajaran STAD terdiri atas lima komponen utama. Menurut Slavin (2008: 143-146), komponen tersebut adalah:
(1) Presentasi materi pelajaran (2) Kegiatan kelompok
(33)
commit to user
(4) Nilai perkembangan individu (5) Penghargaan kelompok
Presentasi materi pelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Kegiatan ini berupa penyampaian informasi, pengetahuan atau hal-hal lain yang berkenaan dengan materi yang akan dipelajari oleh siswa.
Dalam kegiatan kelompok, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok yang masing-masing beranggotakan empat atau lima orang yang berbeda-beda menurut tingkat kemampuan, jenis kelamin atau ras (suku). Siswa bekerja dengan kelompok mereka dengan dipandu oleh Lembar Kegiatan Siswa (LKS) atau tugas yang diberikan oleh guru. Dalam hal ini jawaban tugas atau lembar kegiatan siswa didiskusikan oleh siswa bersama anggota kelompoknya. Bila ada siswa yang merasa kesulitan maka siswa yang mampu harus membantu kesulitan teman sekelompoknya. Jika kelompok tidak dapat mengatasi, maka perlu meminta bantuan guru. Guru harus selalu mengawasi para siswa saat kegiatan kelompok ini berlangsung, sehingga guru dapat mengetahui dan membantu siswa yang kesulitan dalam kelompok belajarnya.
Pelaksanaan kuis individual berlangsung kira-kira setelah satu atau dua periode penyampaian materi oleh guru dan setelah satu atau dua periode kerja kelompok. Selama kuis berlangsung setiap siswa harus mengerjakan sendiri dan tidak boleh bekerja sama dengan siswa lain meskipun dengan teman kelompoknya sendiri. Berdasarkan hal tersebut, siswa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri mengenai pemahaman materi pelajaran yang diterima. Hasil pekerjaan kuis diberi skor dengan cara dicocokkan bersama-sama atau dikumpulkan untuk dikoreksi oleh guru.
Komponen berikutnya adalah nilai perkembangan individu. Tujuan utama dengan adanya nilai perkembangan individu adalah untuk memberikan hasil akhir yang maksimal pada setiap peserta didik. Hal ini akan dapat diperoleh kalau peserta didik bekerja lebih keras dalam melaksanakan kuis. Nilai perkembangan individu didasarkan pada nilai awal pokok bahasan atau materi sebelumnya. Besarnya nilai perkembangan individu dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
(34)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Tabel 2.1. Nilai Perkembangan Individu
Nilai Kuis Nilai Perkembangan
Lebih dari 10 poin dibawah nilai awal 5
Turun dari 1 sampai 10 poin dibawah nilai awal 10 Sama dengan nilai awal sampai dengan 10 poin
diatas nilai awal 20
Lebih dari 10 poin diatas nilai awal 30
Betul semua (nilai sempurna) 30
(Sumber: Slavin, 2008:159) Komponen terakhir dalam model STAD adalah penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok ditentukan berdasarkan nilai rata-rata kelompok yang diperoleh dengan cara menghitung nilai perkembangan dari setiap anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok tersebut. Berdasarkan nilai perkembangan yang diperoleh kelompok, terdapat tiga tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi kelompok:
(1) Super Team (Tim Istimewa), diberikan kepada kelompok yang memperoleh skor rata-rata lebih besar atau sama dengan 25 poin; (2) Great Team (Tim Hebat), diberikan kepada kelompok yang
memperoleh skor rata-rata antara 20 sampai dengan 25 poin;
(3) Good Team (Tim Baik), diberikan kepada kelompok dengan skor rata-rata 15 sampai dengan 20 poin.
Proses pembelajaran dengan model STAD dapat dibuat bagan sebagai berikut
(35)
commit to user
Gambar 2.1. Bagan Pembelajaran kooperatif STAD
Menurut Mohamad Nur (2005:23-27), dalam penggunaan model pembelajaran STAD, guru perlu mempersiapkan hal-hal berikut :
a. Bahan ajar
Bahan ajar dapat dibuat sendiri oleh guru berupa lembar keja atau lembar diskusi siswa (LKS/LDS) yang dilengkapi dengan kunci jawabannya. Selain dua hal tersebut, guru juga harus mempersiapkan kuis untuk tiap kompetensi dasar yang direncanakan untuk diajarkan. b. Penempatan siswa dalam tim
Tim siswa dalam STAD harus terdiri dari 4 sampai 5 siswa yang mewakili heterogenitas siswa dalam kelas.
c. Penentuan skor dasar awal
Skor dasar awal diperoleh dari nilai kuis atau nilai ujian sebelumnya.
b. Kelebihan dan Kelemahan Tipe Pembelajaran STAD
Setiap tipe pembelajaran tidak ada yang sempurna. Masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan dari tope pembelajaran
STAD antara lain: (1) Siswa dan guru mendapatkan kemudahan untuk memahami
materi pelajaran; (2) Siswa secara kooperatif dapat menyelesaikan pokok-pokok materi yang dipelajari; (3) Siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya dengan adanya kerja sama semua unsur yang ada dalam kelas; (4) Siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam berdiskusi dan menyelesaikan tugas.
Penghargaan Kelompok Nilai Perkembangan Individu
Pelaksanaan Kuis Individual Kegiatan Kelompok Presentasi Materi Pelajaran
(36)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Di samping kelebihan-kelebihan tersebut, tipe pembelajaran STAD juga memiliki kelemahan-kelemahan. Beberapa kelemahan dari tipe pembelajaran STAD adalah: (1) Apabila ada siswa yang tidak cocok dengan anggota kelompoknya, maka siswa tersebut kurang bisa bekerjasama dalam memahami materi; (2) Ada siswa yang kurang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam kelompok belajar; (3) Apabila ada anggota kelompok yang malas, maka usaha kelompok dalam memahami materi maupun untuk memperoleh penghargaan kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Jadi, tipe pembelajaran kooperatif STAD merupakan tipe pembelajaran yang menekankan pada kegiatan belajar siswa secara bersama dalam suatu kelompok untuk saling membantu satu sama lain, sehingga terjadi interaksi antar siswa dalam kelompoknya untuk memecahkan masalah belajar. Penerapan tipe pembelajaran kooperatif STAD bertujuan agar siswa lebih termotivasi dalam belajar dan meningkatkan interaksi sosial siswa dalam kelompok belajarnya.
5. Tipe Pembelajaran JigsawII a. Pengertian Tipe pembelajaran Jigsaw II
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II merupakan modifikasi dari model pembelajaran tipe Jigsaw yang sebelumnya dikembangkan oleh Aronson (Chan Kam-wing, 2004). Tipe pembelajaran Jigsaw II juga merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Slavin.
Dalam Jigsaw II siswa bekerja dalam tim-tim heterogen seperti pada STAD. Siswa ditugasi mempelajari materi pelajaran, dan diberikan ”lembar ahli” yang berisi topik yang berbeda untuk anggota setiap tim. Setelah selesai mempelajari materi, siswa dari tim berbeda dengan topik yang sama bertemu
dalam sebuah ”kelompok ahli” untuk membahas topik mereka selama kurang
lebih 30 menit. Para ahli ini kemudian kembali kepada tim asal mereka dan secara bergantian mengajar teman satu timnya tentang topik ”keahlian mereka”. Akhirnya siswa diberi kuis tentang seluruh topik, dan skor kuis tersebut menjadi skor tim seperti pada STAD.
Berikut skema kerja kelompok pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II
(37)
commit to user
Gambar 2.2. Skema Kerja Kelompok Pada Tipe Pembelajaran Jigsaw II
Langkah-langkah pembelajaran tipe Jigsaw II adalah sebagai berikut : (a) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok asal. Setiap kelompok
beranggotakan 3-5 siswa, tiap siswa diberi nomor.
(b) Guru memberikan suatu permasalahan, pertanyaan, atau dalam bentuk LKS
(c) Masing-masing siswa dalam kelompok asal yang sama mempelajari materi yang berbeda satu sama lain.
(d) Siswa dari kelompok asal yang mempelajari materi yang sama, selanjutnya berkumpul dengan anggota kelompok lain guna membentuk kelompok gabungan ( kelompok ahli ). Dalam kelompok ahli, mereka membahas materi yang sama.
(e) Setelah selesai berdiskusi, setiap anggota kembali ke kelompok asalnya. Anggota kelompok ahli dengan masing-masing materi yang dikuasai memberikan penjelasan kepada teman kelompoknya.
(f) Guru memberikan pertanyaan secara acak kepada siswa dengan menyebutkan nomornya
(g) Diadakan test individual dengan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh nilai tinggi.
Menurut Mohamad Nur (2005 : 69) Secara rinci, kegiatan dalam metode Jigsaw II dapat dijadwalkan sebagai berikut :
(1) Membaca
Siswa menerima topik – topik ahli dan membaca bahan yang ditugaskan untuk mencari informasi.
(38)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
(2) Diskusi kelompok ahli
Siswa dengan topik ahli yang sama bertemu mendiskusikan informasi tersebut dalam kelompok-kelompok ahli.
(3) Laporan tim
Para ahli kembali ke tim asal mereka untuk mengajarkan topik-topik mereka kepada teman satu tim mereka.
(4) Kuis
Siswa mengerjakan kuis individual yang mencakup seluruh topik. (5) Penghargaan tim
Skor tim dihitung seperti pada STAD.
Proses pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dapat dibuat bagan sebagai berikut
Gambar 2.3. Bagan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw II
b. Kelebihan dan Kelemahan Tipe Pembelajaran Jigsaw II
Kelebikan dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigasaw II adalah : (1) Keaktifan setiap siswa dapat dimonitoring, sebab setiap siswa mempunyai tanggung jawab terhadap materi yang menjadi tanggungjawabnya; (2) Jigsaw II juga memberikan pengalaman pada siswa untuk berani berbicara dan menyampaikan materi ataupun pendapatnya kepada teman sekelompok dengan
Membaca
Diskusi Kelompok Ahli
Laporan Tim
Kuis
(39)
commit to user
caranya sendiri; (3) Melatih siswa bagaimana cara berkomunikasi dengan baik dan saling bekerja sama dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Selain memiliki kelebihan Jigsaw II tentu saja memiliki kekurangan, diantaranya adalah : (1) Apabila ada siswa yang kurang tepat dalam menyampaikan materi, maka akan mempengaruhi hasil belajar kelompokkya; (2) Membutuhkan banyak waktu; (3) Siswa yang dominan akan mendominasi dalam kegiatan kelompok, dan siswa yang lambat akan cenderung pasif dan minder, sedang siswa yang pandai kadang merasa bosan dengan anggota kelompok yang lamban; (4) Guru kemungkinan akan merasa kerepotan saat mengatur jalannya diskusi dan saat pergantian kelompok.
6. Interaksi Sosial a. Pengertian Interaksi Sosial
Manusia selain sebagai makhluk individu, juga merupakan makhluk sosial. Hal ini berarti manusia akan selalu membutuhkan bantuan atau peranan orang lain dalam kehidupannya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, ia akan cenderung hidup bersama-sama atau berkelompok. Dalam kebersamaan tersebut, tentunya mereka akan saling berkomunikasi. Proses komunikasi inilah yang merupakan salah satu bentuk interaksi sosial.
Menurut Bonner dalam Abu Ahmadi (2002: 54) ” Interaksi sosial adalah
suatu hubungan antara dua orang atau lebih sehingga kelakuan individu yang satu akan mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain
dan sebaliknya”. Menurut psikologi tingkah laku, interaksi sosial adalah interaksi
yang berisikan saling perangsangan dan pereaksian antara kedua belah pihak
individu. Sedangkan menurut Young dalam Ary H Gunawan (2001: 31) ”Interaksi sosial adalah kontak timbal balik antara dua orang atau lebih”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih. Hubungan tersebut akan saling mempengaruhi individu yang satu dengan individu yang lain sehingga terjadi suatu komunikasi.
(40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
b.Jenis-jenis Interaksi sosial
Menurut Ary Gunawan ( 2001: 32-33 ) jenis-jenis interaksi sosial dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu :
1) Dari Subjeknya dibedakan menjadi: a. Interaksi antara orang per orang
b. Interaksi antara orang dengan kelompok c. Interaksi antar kelompok
2) Menurut caranya a. Interaksi langsung b. Interaksi simbolik 3) Menurut Bentuknya
a. Kerjasama b. Persaingan c. Pertikaian d. Akomodasi
4)Interaksi Sosial Siswa
Menurut Sardiman A.M (2007: 111) “Siswa atau anak didik adalah salah
satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar
mengajar”. Dengan kata lain siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa akan menjadi faktor penentu, sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Berdasarkan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa interaksi sosial siswa merupakan interaksi sosial yang dilakukan oleh siswa dalam belajar
Proses belajar mengajar yang berlangsung dalam dunia pendidikan memiliki banyak unsur yang perlu diperhatikan. Salah satu unsur yang diperhatikan pertama kali adalah siswa, karena siswa yang mempunyai tujuan, baru setelah itu menurun ke unsur-unsur yang lain. Misalnya materi yang diajarkan, bahan apa yang diperlukan, bagaimana cara mengajarkan, alat apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan keadaan atau karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa merupakan subyek belajar yang
(41)
commit to user
nantinya akan menjalin hubungan, baik dengan guru maupun dengan sesama siswa. Berdasarkan hal tersebut maka didapatkan pengertian bahwa interaksi sosial siswa adalah hubungan yang saling mempengaruhi antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
e. Interaksi Sosial dalam Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusia, yaitu siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan demikian siswa sebagai subyek pokoknya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Sardiman A.M (2007: 2) bahwa Interaksi belajar mengajar mengandung arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar di satu pihak dengan warga belajar (siswa, anak didik, peserta didik/subyek belajar) yang sedang melaksanakan belajar di pihak lain.
Interaksi sosial dalam proses pembelajaran berkenaan dengan komunikasi atau hubungan timbal balik atau hubungan dua arah antar siswa dan guru atau siswa dengan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Interaksi sosial dalam proses pembelajaran dapat terlihat pada: (1) Tanya jawab atau dialog antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa; (2) Bantuan guru terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar, baik secara individual maupun kelompok; (3) Keberadaan guru dalam situasi belajar mengajar sebagai fasilitator belajar; (4) Adanya kesempatan mendapatkan umpan balik secara berkesinambungan dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Atau dengan kata lain adakah keterbukaan, perhatian, saling tanggap dan ketergantungan baik antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa lain ataukah tidak ada.
Interaksi sosial yang baik antara guru dengan siswa maupun antar siswa dalam proses pembelajaran akan menentukan pencapaian tujuan belajar maupun tujuan pendidikan itu sendiri. Salah satu tujuan pendidikan adalah adanya perubahan tingkah laku dan kepribadian peserta didik, hingga mencapai kepribadian yang utuh dan mandiri.
f. Ciri-ciri Interaksi sosial siswa dalam proses pembelajaran
Dalam proses pandidikan, interaksi yang terjadi antar komponen pendidikan haruslah bersifat edukatif, secara sadar mempunyai tujuan mendidik,
(42)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
untuk mengantarkan anak didik menuju kedewasaannya. Ciri-ciri interaksi belajar-mengajar antara lain sebagai berikut:
1) Interaksi belajar-mengajar mempunyai tujuan
2) Ada sesuatu prosedur yang direncanakan, didesain dan ditetapkan 3) Ditandai adanya aktifitas siswa
4) Ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus 5) Guru berperan sebagai pembimbing
6) Membutuhkan disiplin (pola tingkah laku diatur sedemikian rupa) 7) Adanya batas waktu. (Edi Suardi dalam Sardiman A. M. 2007: 15)
Sardiman A. M. (2001: 22) mengemukakan bahwa “Proses interaksi itu
adalah 1) Proses Internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar. 2) dilakukan
secara aktif dengan segenap panca indera ikut beroperasi”. Dalam hal ini
partisipasi merupakan peran aktif peserta didik dalam interaksi. Menurut Nana Sudjana (1996: 61) keaktifan peserta didik dapat dilihat dalam hal:
1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya 2) Terlibat dalam pemecahan masalah
3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi
4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah
5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru 6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya 7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalahh yang sejenis
8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
g. Interaksi Sosial di Luar Proses Pembelajaran
Hubungan guru dengan siswa dalam proses belajar-mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yanag dipergunakan, namun jika hubungan guru-siswa merupakan hubungan yanag tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu keluaran yang tidak diinginkan. Sardiman A. M. (2001: 145)
mengemukakan bahwa “kegiatan belajar-mengajar, tidak hanya melalui
(43)
commit to user
contact-hours di dalam hubungan guru-siswa”. Contact-hours adalah jam-jam bertemu antara guru-siswa di luar jam-jam presentasi atau mengajar di depan kelas seperti biasanya.
Pada saat-saat semacam itu dapat dikembangkan komunikasi dua arah. Guru dapat menanyai dan mengungkapkan keadaan siswa dan sebaliknya siswa mengajukan berbagai persoalan dan hambatan yang sedang dihadapi. Terjadilah proses interaksi dan komunikasi yang humanistik. Hal ini jelas akan sangat membantu keberhasilan studi para siswa. Berhasil dalam arti tidak hanya sekedar tahu atau mendapatkan nilai baik dalam ujian, tetapi akan menyentuh pada soal sikap mental dan tingkah laku atau hal-hal yang intrinsik.
7. Kemampuan Kognitif Siswa
Istilah ”cognitive” berasal dari kata cognition yang artinya mengetahui. Dalam arti luas, cognition ( kognisi ) berarti perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neiser, 1976 dalam Slameto 1995 : 12). Dalam perkembangannya istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu ranah kemampuan manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan.
Kemampuan kognitif dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk menggunakan pengetahuan yang dimiliki secara optimal untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan diri dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu pendidikan dan pembelajaran perlu diupayakan agar kemampuan kognitif para siswa dapat berfungsi secara positif dan bertanggungjawab.
Untuk mengembangkan kemampuan kognitif siswa dalam memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta keyakinan terhadap nilai-nilai moral yang menyatu dalam pengetahuannya, guru diharapkan melatih penggunaan pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu ( procedural knowledge) yang relevan dengan kemampuan normatif (declarative knowledge). Hal ini berhubungan dengan penggunaan pendekatan dan metode mengajar yang memungkinkan siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman mendalam terhadap isi pelajaran. Sehubungan dengan hal ini,
(44)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Muhibbin Syah (1995: 84) mengemukakan bahwa guru diharapkan mampu menjauhkan siswa, strategi dan preferensi akal, yang hanya mengarah pada aspirsi asal naik atau lulus.
Menurut WS Winkel (1996) dasar pembagian kemampuan kognitif sering menjadi pedoman dalam menggolongkan jenis perilaku, misalnya dalam taksonomi tujuan instruksional yang dikembangkan oleh BS Bloom da kawan-kawannya. BS Bloom dan kawan-kawannya menjadi kelompok pelopor dalam menyumbangkan klasifikasi tujuan instruksional (education objective). Adapun klasifikasi kemampuan kognitif Bloom adalah sebagai beriku :
a. Pengetahuan (knowledge)
Kemampuan kognitif ini mencakup ingatan siswa akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal ini dapat meliputi fakta, kaidah, dan prinsip yang diketahui.
b. Pemahaman (comprehension)
Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Hal itu meliputi pengertian terhadap hubungan antar faktor, hubungan antar konsep, hubungan sebab akibat, dan penarikan kesimpulan.
c. Penerapan ( application)
Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk menerapkan suatu kaidah atau prinsip-prinsip pada suatu kasus atau masalah yang konkret dan baru atau penggunaan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
d. Analisis (analysis)
Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adapun kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar bersama-sama dengan hubungan antar bagian-bagian itu. e. Sintesis (synthesis)
Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru meliputi menggabungkan berbagai informasi menjadi suatu kesimpulan atau konsep.
f. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal bersama pertanggungjawaban pendapat tersebut yang berdasarkan kriteria tertentu, kemampuan ini dinyatakan dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu.
Menurut Nana Sudjana (2006 : 2), dari keenam tingkatan tersebut, kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya
(45)
commit to user
termasuk kognitif tingkat tinggi. Setiap penguasaan tiap tingkatan tersebut berdasarkan pada jenjang perkembangan usia dan kedewasaan anak didik. Pada jenjang SMA kemampuan kognitif yang harus dikuasai adalah satu sampai jenjang empat, yaitu dari pengetahuan sampai analisis.
8. Konsep Listrik Dinamis a. Kuat arus listrik
Arus listrik adalah aliran partikel-partikel bermuatan listrik. Pada abad ke-19, sebelum elektron ditemukan, arus listrik ditetapkan sebagai partikel-partikel bermuatan positif yang bergerak dari kutub positif ke kutub negatif baterai. Arah arus ini disebut arah arus listrik konvensional. Pergerakan muatan ini terjadi pada bahan yang disebut konduktor. Arah aliran elektron berlawanan dengan arah aliran partikel bermuatan positif (gambar 2.4). Jadi, seharusnya arus listrik didefinisikan berdasarkan aliran muatan negatif atau arus elektron. Oleh karena muatan negatif yang mengalir dalam satu arah ekivalen dengan muatan positif yang mengalir dalam arah berlawanan, maka arus listrik tetap didefinisikan berdasarkan aliran muatan positif (arus konvensional).
Arus konvensional
Arus elektron
Gambar 2.4. Arus Elektron Berlawanan dengan Arus Konvensional
Arus listrik selalu mengalir dari tempat yang berpotensial tinggi ke tempat yang berpotensial rendah.
Makin banyak muatan positif yang mengalir melalui suatu penampang kawat dalam suatu selang waktu dt, makin besar arus listriknya. Besaran yang menyatakan kualitas arus listrik disebut kuat arus listrik I. Kuat arus listrik I didefinisikan sebagai banyak muatan positif dq yang mengalir melalui penampang seutas kawat penghantar per satuan waktu dt, seperti terlihat pada Gambar 2.5.
(46)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dt dq
I ... (2.1) Untuk arus searah, banyak muatan listrik yang mengalir melalui penampang kawat adalah konstan terhadap waktu, sehingga persamaan (2.1) dapat dituliskan
t q
I ... (2.2) I = kuat arus listrik
dt = selang waktu
dq = banyaknya muatan yang mengalir
Permukaan
Gambar 2.5. Kuat Arus Listrik Merupakan Kelajuan Muatan yang Melewati Suatu Luasan Tertentu.
Dengan demikian, satuan arus listrik dalam SI adalah coulomb per sekon (C/s) yang lebih dikenal dengan ampere (A). Besaran kuat arus I dan waktu t termasuk besaran pokok sedangkan muatan q adalah besaran turunan.
b. Hukum Ohm
Hukum ohm menyatakan “tegangan V pada ujung-ujung sebuah komponen ohmik (komponen yang memenuhi hukum ohm) adalah sebanding dengan kuat arus I yang melalui komponen itu, asal suhu komponen dijaga tetap”. Selanjutnya pembagian antara V dan I disebut hambatan R, secara matematis dapat di tulis sebagai VI
konstant
I V
R I V
maka diperoleh VIR ………...……….………(2.4) dimana V = Tegangan (V)
I = Kuat arus (A) R = Hambatan (Ω)
(47)
commit to user
c. Faktor faktor yang mempengaruhi hambatan
1) Suhu
Umumnya, hambatan jenis bahan berubah jika suhu berubah. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan percobaan seperti pada gambar (2.6) di bawah ini.
Gambar 2.6. Rangkaian untuk Menyelidiki Pengaruh Suhu Pada Hambatan Kawat
Ketika kumparan menjadi panas dan berwarna merah, maka lampu berpijar lebih redup. Ini menandakan bahwa kuat arus yang melalui lampu berkurang. Karena tegangan baterai tetap, maka hambatan kumparan kawat yang bertambah. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa hambatan bertambah jika suhunya naik.
Dalam suatu batas perubahan suhu tertentu, perubahan fraksi hambatan jenis (/0) sebanding dengan perubahan suhu (T):
0
= T ……… ... .(2.5) dengan = - 0 ………(2.6)
T = T – T0 ……….(2.7)
dengan menggabungkan persamaan (2.4), (2.5) dan (1.6) akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
1 T
ot
………(2.8)
Keterangan: ρt = hambat jenis setelah suhu dinaikkan (Ωm)
ρo = hambat jenis mula-mula (Ωm)
α = tetapan suhu (/oC) ΔT = perubahan suhu (oC)
Kumparan
Pembakar Bunsen
(48)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Identik dengan persamaan (2.8) di atas nilai hambatan penghantar logam bertambah dengan naiknya suhu. Oleh karena hambatan suatu penghantar bergantung pada hambatan jenis yang merupakan fungsi linier dari suhu maka hambatan penghantar juga merupakan fungsi linier dari suhu.
1 T
R
Rt o ………..(2.9)
Keterangan Rt = hambatan setelah suhu dinaikkan (Ω)
Ro = hambatan mula-mula (Ω)
α = tetapan suhu hambat jenis ( C 1
o ) ΔT = perubahan suhu (o
C)
2) Panjang, luas penampang, dan jenis bahan suatu penghantar
Besar hambatan suatau penghantar pada suhu tertentu sebanding dengan panjang hambatan, jenis penghantar dan berbanding terbalik dengan luas penampangnya:
A L
R
A L
R ………..(2.10)
Keterangan : R = hambatan (Ω)
L = panjang penghantar (m)
A = luas penampang penghantar (m2) = hambat jenis (Ωm).
Untuk kawat berbentuk kawat yang penampangnya berbentuk lingkaran, maka dapat dicari luas penampangnya jika jari-jari atau diameternya diketahui,yaitu:
2
r A atau
4 D A
2
. ………(2.11)
Besaran ρ adalah suatu tetapan yang disebut hambatan jenis kawat. ρ merupakan sifat khas bahan kawat dan tidak tergantung ukuran atau bentuk kawat. Artinya, untuk jenis bahan kawat yang sama, nilai ρ adalah tetap. Karena satuan R
dalam Ω, L dalam m dan A dalam m2, maka satuan ρ adalah Ωm.
d. Hukum I Kirchhoff
Rangkaian listrik biasanya terdiri dari banyak hubungan sehingga akan terdapat banyak cabang maupun titik simpul. Titik simpul adalah titik pertemuan tiga cabang atau lebih. Hubungan jumlah kuat arus listrik yang masuk ke titik
(49)
commit to user
simpul sama dengan jumlah kuat arus listrik yang keluar daripadanya dikenal sebagai hukum I Kirchhoff.
Hukum I Kirchhoff tersebut sebenarnya tidak lain dari hukum kekekalan muatan listrik seperti tampak di dalam analogi yang ada pada Gambar 2.7 berikut. Hukum I Kirchhoff secara matematis dapat dituliskan sebagai
Imasuk = Ikeluar ... (2.12)
Aliran masuk Aliran keluar
Gambar 2.7. Skema Diagram untuk Hukum I Kirchhoff Serta Analogi Mekaniknya
Pembahasan di atas merupakan salah satu dasar kita dalam mempelajari rangkaian seri dan paralel selain hukum Ohm.
e. Susunan seri dan parallel rangkaian listrik 1) Rangkaian seri hambatan
Baterai
(a)
a i c
I I
b
a R1 R2 c
V
V R3
(b)
Gambar 2.8 (a) Dua buah Lampu yang Dihubungkan Secara Seri dan (b) Rangkaian Pengganti Peralatan Tersebut.
Berdasarkan hokum I Kirchhoff, maka kuat arus yang melalui setiap komponen rangkaian pada Gambar 2.8 besarnya sama.
I I I(R ) (R )
2
1 ……….………(1.13)
Tegangan total adalah jumlah dari teganagn masing-masing penghantar Vbc
Vab
(1)
commit to user
H1AB: Ada interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa.
H0AB: Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa.
Dari hasil analisis variansi dua jalan dengan isi sel tak sama diperoleh statistik uji FAB = 0,699, sedangkan harga kritiknya F0.05;1,60 = 4.00. Karena FAB = 0,699 < F0.05;1,60 = 4.00 maka H0B diterima dan H1B ditolak sehingga dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa.
2. Hasil Uji Lanjut Anava
Uji anava hanya memberikan kesimpulan ada atau tidaknya perbedaan pengaruh dari variabel-variebel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian ini. Selanjutnya jika terdapat perbedaan pengaruh maka perlu dilakukan uji lanjut anava untuk mengetahui manakah beda rerata dari anava yang memberikan pengaruh lebih signifikan. Berdasarkan hasil uji anava, H0A dan H0B ditolak sehingga perlu uji lanjut komparasi ganda metode Scheffe. Rangkuman hasil analisis komparasi ganda dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.7 Rangkuman Analisis Komparasi Ganda Komparasi
Rerata
Rerata Statistik Uji
j i G j i ij n n RK x x F 1 1 2 Harga Kritik p iX Xj
A1 vs A2 55.419 50.242 3.693 4.00 > 0.05
B1 vs B2 55.893 50.305 4.233 4.00 < 0.05
Perhitungan uji lanjut anava selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 43.
Dari hasil analisis komparasi ganda antar baris didapatkan FA =3.693 dan Ftabel = 4.00. Sehingga diketahui bahwa FA =3.693 < Ftabel = 4.00 dan dapat disimpulkan bahwa perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran
(2)
commit to user
Kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa tidak signifikan.
Untuk hasil komparasi ganda antar kolom didapatkan FB =4.233 dan Ftabel = 4.00. Sehingga diketahui bahwa FB =4.233 > Ftabel = 4.00 dan dapat disimpulkan bahwa perbedaan pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa adalah signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa dengan tingkat interaksi sosial yang tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan kognitif siswa dari pada siswa yang mempunyai tingkat interaksi sosial rendah.
D.Pembahasan Hasil Analisis Data
Berikut ini adalah pembahasan hasil analisis variansi dua jalan dengan isi sel tak sama dan uji komparasi ganda sehubungan dengan pengajuan hipotesis yang telah dikemukakan pada BAB II.
1. Uji Hipotesis Pertama
Hasil analisis variansi dua jalan dengan isi sel tak sama adalah FA = 4,315, dengan harga kritik F0.05;1,60 = 4.00. Karena FA = 4,315 > F0.05;1,60 = 4.00 maka H0A ditolak dan H1A diterima sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa. Karena hasil yang diperoleh adalah H0A ditolak maka kemudian dilakukan uji lanjut anava. Dari hasil uji lanjut diperoleh FA = 3.693 dan Ftabel = 4.00, ini menunjukkan bahwa perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa tidak signifikan.
Hasil penelitian untuk hipotesis pertama ini tidak sesuai dengan yang telah diprediksikan. Hal ini dapat disebabkan karena pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II hanya memiliki sedikit perbedaan, yaitu pada STAD guru terlebih dulu menyampaikan garis besar materi pelajaran yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan kelompok berupa diskusi tentang hasil simulasi yang telah dilakukan. Sedangkan pada Jigsaw II siswa membaca sendiri materi kemudian mendiskusikan dalam kelompok ahli dan diteruskan dengan diskusi
(3)
commit to user
dalam kelompok asal tentang hasil simulasi. Atau dengan kata lain yang membedakan antara dua tipe pembelajaran kooperatif tersebut adalah hanya pada perolehan informasi sebelum dilakukannya kegiatan diskusi hasil simulasi.
2. Uji Hipotesis Kedua
Hasil analisis variansi dua jalan dengan isi sel tak sama adalah FB = 4,624, dengan harga kritik F0.05;1,60 = 4.00. Karena FB = 4,624> F0.05;1,60 = 4.00 maka H0B ditolak dan H1B diterima sehingga dapat diketahui bahwa ada perbedaan pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa.
Dengan komparasi ganda didapatkan FB =4.233 dan Ftabel = 4.00. Karena FB =4.233 > Ftabel = 4.00 maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa adalah signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa dengan tingkat interaksi sosial yang tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan kognitif siswa dari pada siswa yang mempunyai tingkat interaksi sosial rendah. Hal ini disebabkan karena siswa dengan tingkat interaksi sosial yang tinggi akan mudah mengkomunikasikan kesulitan belajarnya kepada teman maupun guru sehingga siswa dapat mengatasi kesulitan belajar tersebut. Sedangkan siswa dengan tingkat interaksi sosial rendah sukar untuk mengkomunikasikan kesulitan belajarnya, sehingga kesulitan belajarnya sukar diatasi .
Jadi, hasil penelitian untuk hipotesis kedua ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah dikemukakan, yaitu bahwa interaksi sosial berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa.
3. Uji Hipotesis Ketiga
Hasil analisis variansi dua jalan dengan isi sel tak sama adalah FAB = 0,699, dengan harga kritik F0.05;1,60 = 4.00. Karena FAB = 0,699 < F0.05;1,60 = 4.00 maka H0B diterima dan H1B ditolak sehingga dapat disimpulkan tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa. Tidak adanya interaksi ini maksudnya adalah :
(4)
commit to user
a. Dari sisi baris: pada siswa dengan interaksi sosial kategori tinggi, pembelajaran STAD dan Jigsaw II akan memberikan pengaruh yang sama terhadap kemampuan kognitif siswa, demikian juga untuk siswa dengan interaksi sosial kategori rendah.
b. Dari sisi kolom: pada pembelajaran STAD, antara siswa dengan interaksi sosial kategori tinggi dan kategori rendah tidak ada perbedaan kemampuan kognitif, hal yang sama juga berlaku untuk pembelajaran dengan Jigsaw II. Jadi penggunaan pembelajaran kooperatif, tipe STAD dan JigsawII, dan interaksi sosial siswa memberikan pengaruh sendiri-sendiri terhadap kemampuan kognitif siswa.
E. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu kurang optimalnya pelaksanaan penggunaan model pembelajaran. Misalnya dalam kegiatan diskusi, partisipasi siswa untuk berdiskusi kurang optimal.
Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah tidak dapat memperoleh hasil mengenai tipe pembelajaran yang lebih efektif untuk digunakan dalam pembelajaran Fisika, karena diperoleh hasil model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II memberikan perbedaan pengaruh yang tidak signifikan.
(5)
commit to user 69
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan :
1. Berdasarkan Uji Anava didapatkan kesimpulan bahwa ada perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa. Sedangkan berdasarkan uji lanjut Anava didapatkan kesimpulan bahwa perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa tidak signifikan.
2. Berdasarkan uji Anava didapatkan kesimpulan bahwa ada perbedaan pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa, dan berdasarkan uji lanjut Anava didapatkan kesimpulan bahwa perbedaan pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa adalah signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa dengan tingkat interaksi sosial yang tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan kognitif siswa dari pada siswa yang mempunyai tingkat interaksi sosial rendah.
3. Berdasarkan uji Anava didapatkan kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa.
B. Implikasi
1. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Hal ini dapat digunakan sebagai referensi bagi guru dalam menentukan model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik.
(6)
commit to user
2. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Hal ini dapat digunakan sebagai referensi bagi guru bahwa faktor interaksi sosial siswa pada khususnya dan faktor lain yang mempengaruhi pembelajan pada umumnya, perlu diperhatikan.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Guru harus menggunakan model dan metode pembelajaran yang tepat dan bervariasi sesuai dengan materi yang dibelajarkan, sebab hal ini dapat membuat siswa lebih bersemangat dalam belajar dan hasil belajarnya lebih maksimal.
2. Guru harus memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, baik yang bersifat internal maupun eksternal 3. Guru harus memperhatikan dan memahami kesulitan yang dialami siswa
dalam proses pembelajaran, sehingga guru dapat membantu menyelesaikan kesulitan tersebut.