Analisis Data HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

yang mempengaruhinya. Kemungkinan di pengaruhi oleh faktor siswa sendiri, siswa SMP berada pada masa remaja. Masa remaja sering dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erikson disebut dengan identitas ego Hartinah, 2011. Hal tersebut terjadi karena masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Serta karakteristik remaja pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali ingin mencoba-coba, menghayal, dan merasa gelisah, serta berani melakukan pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau “tidak dianggap”. Oleh karena itu, remaja sangat memerlukan keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik dari orang dewasa. Di sekolah siswa sebenarnya mengetahui nilai karakteristik yang harus dimiliki akan tetapi seringkali para siswa melakukan perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri dan seringkali mengikuti perilaku teman-temannya yang kurang baik tapi dianggap hal yang baik. Faktor lain terkait dengan pencapaian pendidikan karakter yaitu pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Berdasarkan pedoman Kementerian Pendidikan Nasional 2010, pendidikan karakter secara terpadu di SMP dilaksanakan melalui melalui proses pembelajaran, manajemen sekolah, dan kegiatan pembinaan kesiswaan. Kemungkinan terjadi dalam pencapaian hasil pendidikan karakter ketiga hal tersebut belum optimal dan kurang teraplikasi nyata dalam kehidupan sehari-hari bagi siswa. Pertama, pendidikan karakter yang terintegrasi pada proses pembelajaran, nilai-nilai karakter termuat di semua mata pelajaran. Integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran belum sepenuhnya mengarah pada internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku sehari-hari akan tetapi, nilai-nilai karakter itu hanya tertempel pada RPP tanpa ada penghayatan secara nyata maka, guru mata pelajaran sangat berperan penting, untuk membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif dan pengalaman nilai secara nyata pada kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun dirumah. Kedua, pendidikan karakter terpadu melalui manajemen sekolah, kemungkinan program yang telah dirancang sekolah terkait dengan manajemen sekolah sudah memadai akan tetapi, pengelolaan dan penerapannya di sekolah kurang mendukung dengan baik. Sekolah mempunyai visi dan misi akan tetapi itu hanya tempelan semata tanpa diterapkan. Peraturan tata tertib yang telah di buat dan di sepakati oleh sekolah masih banyak yang melanggar. Serta seringnya siswa melakukan pelanggaran yang hanya sepele namun, pihak sekolah hanya diam saja. Hal itu akan membuat penyakit siswa yang menganggap bahwa pelanggaran itu merupakan hal yang biasa dilakukan siswa. Jadi ketegasan pada manajemen sekolah sangat dibutuhkan dalam pencapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi di sekolah. Ketiga, pendidikan karakter terpadu melalui kegiatan pembinaan kesiswaan. Kegiatan pembinaan kesiswaan ini yang diadakan diluar jam pelajaran, kegiatan yang dilakukan di sekolah memuat nilai-nilai karakter. Kemungkinan penanaman nilai-nilai karakter kurang optimal dalam penghayatan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Penyelenggaraan pendidikan karakter di SMP Negeri 13 Yogyakarta sudah membuat perencanaan kegiatan program pendidikan karakter di sekolah serta sudah diimplementasi melalui proses pembelajaran, manajemen sekolah, kegiatan pembinaan kesiswaan akan tetapi dalam perencanaan dan implementasi yang sudah dilakukan oleh pihak sekolah kemungkinan, sekolah belum memantau proses pelaksanaan program pembinaan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan. Serta belum ada tindak lanjut untuk menyikapi program hasil pendidikan karakter terintegrasi di sekolah. Sejalan dengan pendapat Mochtar Buchori 2007, pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Maka sebab itu baik pihak sekolah maupun siswa di sekolah hendaknya saling bekerja sama untuk meningkatkan pencapaian hasil pendidikan karakter di sekolah melakukan perbaikan-perbaikan guna mencapai hasil yang lebih baik. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan evaluasi hasil pendidikan karakter terintegrasi pada siswa berdasarkan urutan kelahiran di SMP Negeri 13 Yogyakarta. Ternyata perbedaan urutan kelahiran tidak membedakan keberhasilan pendidikan karakter. Anak dari status urutan kelahiran apapun sama-sama memiliki peluang untuk mencapai keberhasilan dan kegagalan pendidikan karakter di sekolah. Adapun urutan anak dalam keluarga memiliki karakteristik masing-masing yang menonjol. Seperti yang telah di ungkapkan Adler Semiun, 2013, anak sulung merupakan anak pertama dalam keluarga yang menjadikan kebanggaan oleh orang tuanya. Karena anak sulung merupakan anak kebanggaan maka anak sulung mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup banyak dari orang tuanya. maka dari itu orang tua menaruh harapan dan tanggung jawab yang besar kepada anak sulung. Perilaku yang telah dibangun oleh orang tua dapat terwujud dalam perilaku anaknya saat di sekolah maupun di masyarakat. Anak tengah merupakan anak yang terjepit diantara kakak dan adiknya membuat anak tengah ingin mendapatkan perhatian dari orang tua, serta karena orang tuanya berbagi perhatian untuk kakak dan adiknya maka anak tengah lebih mandiri tidak ketergantungan dengan orang tuanya. Anak bungsu merupakan anak yang sangat dimanja oleh orang tua. Seringnya dimanja oleh orang menjadikan anak ia kurang bertanggung jawab. Serta anak tunggal yang merupakan anak satu-satunya dalam keluarga. Orang tua yang memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup membuat ia merasa di sayangi dam merasa banyak orang yang melindungi menjadikan anak ini kurang mandiri, serta kurang memiliki sifat kerjasama namun segi positifnya ia mudah menjalin relasi dengan teman. Namun, dalam pengaplikasiannya di sekolah urutan kelahiran sama-sama mempunyai peluang untuk mencapai keberhasilan pendidikan karakter serta guru dalam memperlakukan siswa sama di sekolah, tanpa membedakan satu dengan yang lain. Akan tetapi, karakteristik anak yang utama tergantung pada pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya. Orang tua sangatlah berperan penting pada pembentukan karakter anak dalam keluarga. Keluarga merupakan tempat utama anak mendapatkan pendidikan yang pertama. Cara orang tua dalam mendidik anaknya agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan seperti mengantarkan anak pada tahapan perkembangan sesuai dengan pertambahan usia dan tugas perkembangannya secara utuh dan optimal dipengaruhi oleh pola asuh. Pola asuh orang tua menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak dalam keluarga. Keluarga yang mendidik anaknya dengan pola asuh autoritarianotoriter, maka, karakteristik anak menjadi pendiam, penakut. Hal ini dikarenakan orang tua membatasi anaknya serta memaksakan kehendak kepada anak mengakibatkan anak menjadi tidak bebas. Orang tua yang mendidik anaknya dengan pola asuh otoritatifdemokratis akan membentuk karakteristik anak menjadi bertanggung jawab, mandiri, dapat mengontrol dan mengendalikan dirinya. Dikarenakan orang tua yang menerapkan pola asuh ini orang tua memberikan kebebasan kepada anak akan tetapi juga memberi batasan kepada anak. Orang tua yang mendidik anaknya dengan pola asuh permisif tidak peduli akan berdampak negatif kepada anak. Anak diberikan kebebasan tanpa orang tua peduli pada diri anak menjadikan kurang pengendalian diri. Apalagi anak usia remaja jika orang tuanya mendidik dengan pola asuh ini akan mengarah kepada perilaku negatif seperti merokok, minum-minuman beralkohol, terlibat tindakan kriminal. Orang tua menerapkan pola asuh permisif memanjakan anak akan membentuk karakter anak kurang bertanggung jawab dan bertindak semaunya