24 b.
Menyenangkan Kegiatan bermain tampak sebagai kegiatan yang bertujuan untuk
bersenang senang. Mesikupun tidak jarang pada saat bermain menimbulkan tangis diantara anak yang terlibat, tetapi anak anak menikmati permainannya. Mereka
bernyanyi, tertawa, berteriak lepas, dan ceria seakan tidak memiliki beban hidup. c.
Motivasi Internal Anak ikut dalam suatu kegiatan permainan secara suka rela. Mereka
termotivasi dari dalam dirinya motivasi internal untuk ikut bermain. Bentuk permainannya juga dipilih dan ditentukan bersama. Begitu pula peran tiap tiap
anak ditentukan secara adil sesuai aturan yang berlaku. d.
Memiliki aturan Setiap permainan ada aturannya. Untuk bermain petak umpet misalnya,
ada aturannya, baik untuk menentukan anak yang akan berperan sebagai pencari maupun yang dicari. Anak yang ditemukan paling awal akan menjadi pencari
berikutnya. Jika anak yang bersembunyi tidak kunjung ditemukan maka mereka akan memberikan clue atau petunjuk agar mereka menemukan teman yang dicari.
e. Simbolis dan berarti
Pada saat bermain anak menghubungkan antara pengalaman lampaunya yang tersimpan dalam LKM dengan kenyataan yang ada. Pada saat bermain anak
bisa berpura pura menjadi orang lain dan menirukan karakternta. Ia bisa menjadi seorang polisi, guru, ayah, ibu, atau menjadi bayi. Jadi, bermain memungkinkan
anak menggunakan berbagai objek sebagai simbol dari benda orang lain sehingga bermain disebut simbolis. Peran peran yang dimainkan anak biasanya meniru
25 peran peran orang dewasa dalam masyarakatnya sehingga kegiatan tersebut sangat
berarti maeningful bagi kehidupan anak kelak. Banyak anak anak sejak kecil suka berpura pura menjadi penyanyi ternyata ketika dewasa menjadi penyanyi
betulan. Hal ini bukan hal yang kebetulan, tetapi apa yang dimainkan anak memiliki arti bagi dirinya.
b. Fungsi Bermain bagi Perkembangan anak
Slamet Suyanto 2005: 119 mengemukakan bahwa bermain memiliki peran penting dalam perkembangan pada anak hampir semua bidang
perkembangan, baik perkembangan fisik-motorik, bahasa, intelektual, moral,
sosial maupun emosional.
1. Kemampuan Motorik
Piaget dikutip dalam Slamet Suyanto 2005: 119 mengemukakan bahwa berbagai penelitian menunjukan bahwa bermain memungkinkan anak bergerak
secara bebas sehingga anak mampu mengembangkan kemampuan motoriknya. Pada saat bermain anak berlatih menyesuaikan anatara pikiran dan gerakan
menjadi suatu keseimbangan. Menurut Piaget, anak terlahir dengan kemampuan reflek, kemudian ia belajar menggabungkan dua atau lebih gerak refleks, dan pada
akhirnya ia mampu mengontrol gerakkannya. Melalui bermain anak akan berlajar mengontrol gerakannya menjadi gerakan koordinasi.
2. Bermain Mengembangkan Kemampuan Kognitif
Piaget dikutip dalam Slamet Suyanto 2005: 119 anak belajar memahami pengetahuan dengan berinteraksi melalui objek yang ada disekitarnya. Bermain
memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan objek. Anak
26 memiliki kesempatan menggunakan inderanya, seperti menyentuh, mencium,
mendengarkan untuk mengetahui sifat sifat objek. Dari pengindraan tersebut anak memperoleh fakta-fakta, informasi, dan pengalaman yang akan menajdi dasar
untuk berpikir absarak. Jadi, bermain menjembatani anak dari berpikir konkret ke berpikir absrak. Penelitian Hoorn 1993 menunjukan bahwa bermain memiliki
peran sangat penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir logis, imajinatif, dan kreatif.
3. Kemampuan afektif
Setiap permainan memiliki aturan. Aturan akan diperkenalkan oleh teman bermain sedikit demi sedikit, tahap demi tahap sampai setiap anak memahami
aturan bermain. Oleh karena itu, bermain akan melatih anak menyadari adanya aturan dan pentingnya mematuhi aturan. Hal itu merupakan tahap awal dari
perkembangan moral. 4.
Kemampuan bahasa Pada saat bermain anak menggunakan bahasa, baik untuk berkomunikasi
dengan temannya maupun sekedar menyatakkan pikirannya. Sering kita menjumpai anak kecil bermain sendiri mengucapakan kata kata seakan akan ia
bercapak capak dengan diri sendiri. Ia sebenarnya sedang “membahasakan” apa yang ada dalam pikirannya. Vygotsky dikutip dalam Slamet Suyanto 2005: 119
mengemukakan bahwa peristiwa seperti itu menggambarkan bahwa anak sedang dalam menggabungkan pikiran dengan bahasa menjadi satu kesatuan. Ketika anak
bermain dengan temannya mereka saling berkomunikasi dengan menggunakan bahasa anak dan itu berarti secara tidak langsung anak belajar bahasa.