Dari hasil pengukuran, elusi menggunakan fase gerak metanol 100 menunjukkan peningkatan kadar yang dihasilkan dibandingkan dua fase gerak yang
digunakan sebelumnya. Hasil perhitungan menunjukkan hasil perolehan kembali sebesar 92,9167. Perolehan kembali tersebut sudah memenuhi kriteria untuk
kadar ≤ 10 ppm yaitu antara 80-110 menurut Gonzales dan Herrador 2007.
Dengan demikian maka digunakan metanol 100 sebagai eluen untuk mengambil bisfenol A yang tertahan pada fase diam SPE.
E. Validasi Prosedur Analisis
1. Efisiensi Proses Pemekatan Sampel
Efisiensi proses pemekatan sampel menggunakan SPE digunakan untuk mengetahui seberapa efisien proses pemekatan yang dilakukan oleh peneliti. Selain
itu juga untuk mengetahui apakah pemekatan yang dilakukan oleh peneliti dapat menghilangkan atau mengurangi senyawa bisfenol A yang terkandung dalam
sampel. Untuk menghitung nilai akurasi dari penelitian ini dilakukan prosedur penambahan baku standard addition method. Metode penambahan baku
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah tertentu baku ke dalam sejumlah tertentu sampel kemudian dilakukan proses pemekatan menggunakan SPE. Sampel
yang sudah diadisi dan dilakukan proses pemekatan dibandingkan dengan sampel yang diadisi tanpa melalui proses pemekatan.
Dari hasil didapatkan rata-rata recovery dari sampel yang diadisi baku dan melalui proses pemekatan sebesar 95,5770 atau dengan adanya proses
pemekatan menggunakan SPE terjadi kehilangan sebesar 9,9164. Sedangkan
pada sampel yang diadisi baku tepat sebelum diinjeksikan ke sistem KCKT tanpa melalui proses pemekatan dengan SPE mempunyai rata-rata recovery sebesar
105,4734.
Tabel II. Rata-rata recovery
Adisi Replikasi
Recovery Rata-rata
recovery CV
tanpa proses pemekatan
Replikasi I 106,7463
105,4734 1.5077
Replikasi II 105,8653
Replikasi III 103,8084
dengan proses
pemekatan
Replikasi I 95.9218
95.5770 0.5547
Replikasi II 94.9372
Replikasi III 95.8721
Tabel III. Efisiensi Proses Estraksi
Efisiensi recovery
Kehilangan efisiensi
kehilangan akibat pemekatan
95.5570 9.9164
tanpa proses pemekatan 105.4734
90.0836
2. Akurasi
Validasi merupakan parameter yang mempunyai syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk menunjukkan bahwa hasil analisis yang dilakukan telah
memenuhi syarat untuk penggunaannya Gandjar dan Rohman, 2007. Parameter validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketepatan akurasi dan LOQ
limit of quantitation. Akurasi adalah ketepatan antara antara kadar yang terukur dengan kadar
yang sebenarnya, sedangkan presisi merupakan kedekatan antara satu nilai dengan
nilai yang sebenarnya Gandjar dan Rohman, 2007. Akurasi dinyatakan dengan recovery
, dan presisi dinyatakan dengan CV. Untuk menghitung nilai akurasi dan presisi dari penelitian ini dilakukan prosedur penambahan baku standard
addition method . Metode penambahan baku dilakukan dengan cara menambahkan
sejumlah tertentu baku ke dalam sejumlah tertentu sampel. Penetapan recovery dan CV dilakukan dengan tujuan untuk melihat
apakah ada pengaruh dari proses pemekatan yang dilakukan oleh peneliti. Pengaruh yang mungkin timbul dari proses pemekatan adalah hilangnya senyawa bisfenol A
yang menyebabkan kadar bisfenol A yang terdapat pada sampel tidak terukur sepenuhnya. Nilai AUC yang diperoleh dari sampel yang sudah ditambahkan baku
kemudian dilakukan perhitungan dengan mensubtitusikannya ke dalam kurva baku. Hasil pengukuran recovery dan CV ditunjukkan pada tabel IV.
Tabel IV. Akurasi dan presisi sampel air
Addisi µgmL
Recovery CV
7,1677 0,3
94,0219 4,1523
0,6 84,5746
2,8515 0,9
94,2773 2,3694
1,2 89,1184
3,2460 1,5
95,5770 0,7156
Dari tiga replikasi sampel yang diadisi dengan baku bertingkat diperoleh recovery antara 80,2012 sampai dengan 96,9087. Recovery yang peneliti
dapatkan masih memenuhi kriteria menurut Gonzales dan Herrador 2007, yaitu toleransi recovery untuk kadar
≤ 10 ppm adalah sebesar 80-110. Presisi yang didapatkan juga baik karena memenuhi kriteria kurang dari 11,3.
3. Linearitas dan
Limit of Quantification LOQ
Linearitas merupakan kemampuan prosedur analisis untuk memperoleh hasil percobaan yang berbanding lurus dengan konsentrasi analit di dalam sampel
ICH, 2005. Linearitas suatu prosedur analisis dilihat dari nilai koefisien korelasi r yang menyatakan korelasi antara jumlah analit dengan AUC yang dihasilkan
dari pengukuran. Untuk mengukur linearitas antara konstentrasi dan AUC digunakan program powerfit.
Nilai r yang diperoleh dari proses pemekatan tersaji pada tabel V. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai r yang diperoleh masih memenuhi
kriteria, yaitu r ≥ 0,98 Ahuja dan Dong, 2005.
Tabel V. Nilai linearitas kurva adisi
Linearitas r
Replikasi I 0.9991
Replikasi II
0.9971
Replikasi III 0.9965
Rata-rata 0,9976
Selain itu peneliti juga signifikansi slope antara kurva baku dengan kurva adisi menggunakan uji t. Tujuan dari analisis perbedaan signifikansi adalah untuk
mengetahui apakah proses pemekatan yang peneliti lakukan berpengaruh pada linearitas dari kurva adisi yang nantinya juga akan berpengaruh pada kadar bisfenol
A yang terkandung dalam sampel. Dari hasi pengujian didapatkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara kurva adisi dan kurva baku. Hal tersebut
menandakan bahwa proses pengayaan yang meliputi proses pemekatan tidak mempengaruhi kadar sampel yang diteliti.
Tabel VI. uji t antara kurva adisi dengan kurva baku
Uji t t
t 2,201 Replikasi I
0,0176 tidak berbeda signifikan
Replikasi II 0,0375
tidak berbeda signifikan Replikasi III
0,0279 tidak berbeda signifikan
Limit of Quantification LOQ merupakan konsentrasi terkecil dari suatu
senyawa yang diteliti, dimana dengan konsentrasi tersebut senyawa yang diteliti masih dapat diukur dengan presisi tepat Ahuja dan Dong, 2005. Dalam tabel VII
disajikan nilai LOQ dari sampel air yang mengandung bisfenol A.
Tabel VII. Nilai Limit of Quantitation LOQ
kurva adisi LOQ
µgmL LOQ rata-rata
µgmL
replikasi I 0,0065
0,0101 replikasi II
0,0115 replikasi III
0,0124
Nilai LOQ yang dihasilkan dari penelitian ini lebih kecil dari maksimal paparan konsumsi bisfenol A tiap harinya untuk manusia dewasa 60 kg dengan
konsumsi air per harinya sebanyak 2 liter, yaitu sebesar 0,3 µgmL menurut SCF tahun 2012. Hal ni berarti penetapan kadar bisfenol A yang terkandung dalam air
menggunakan instrumen KCKT setelah melalui proses pemekatan menggunakan KCKT bisa digunakan karena mempunyai LOQ yang lebih kecil dari batas
maksimal paparan konsumsi bisfenol A setiap harinya.