Faktor Determinan Penyakit Paru Obstruksi Kronik PPOK

Menurut hasil penelitian Shinta dkk di RSU dr Soetomo Surabaya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 46 penderita yang paling besar adalah proporsi penderita pada kelompok umur 60 tahun sebesar 39 penderita 84,8, dan penderita yang merokok sebanyak 29 penderita dengan proporsi 63. 8 Menurut hasil penelitian Manik di RS Haji Medan pada tahun 2000-2002 menunjukkan bahwa dari 132 penderita yang paling besar adalah proporsi penderita pada kelompok umur ≥ 55 tahun sebesar 121 kasus 91,67. 12 Kejadian PPOK terutama di negara berkembang meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok dan polusi udara. Di Amerika Serikat pada tahun 2000, PPOK merupakan penyebab kematian ketiga setelah kardiovaskuler dan kanker, akibat tingginya jumlah perokok. 22 Angka kematian PPOK selama menjalani perawatan ICU karena eksaserbasi penyakitnya adalah 13-24 Knaus, 1995; Seneff, 1995. CFR kematian 1 tahun pasca perawatan ICU penderita PPOK berusia lebih atau sama dengan 65 tahun adalah 59 Seneff, 1995. Penderita PPOK yang dirawat di ICU mudah terkena infeksi sekunder karena produksi mukus meningkat sehingga kuman mudah berkembang. 23

2.4.2 Faktor Determinan Penyakit Paru Obstruksi Kronik PPOK

Peran masing-masing faktor resiko penyebab PPOK telah banyak dipelajari di luar negeri, tetapi seberapa jauh kontribusi masing-masing faktor tersebut terhadap patogenesis PPOK tidak banyak dilaporkan. 7 Adapun beberapa faktor determinan yang menyebabkan PPOK adalah : Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008, 2010. a. Kebiasaan merokok Merokok merupakan masalah kesehatan global, WHO memperkirakan jumlah perokok didunia sebanyak 2,5 milyar orang dengan dua per tiganya berada di negara berkembang. Di negara berkembang paling sedikit satu dari empat orang dewasa adalah perokok. 24 Menurut buku Report of The WHO Expert Commite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya PPOK. Asap rokok dapat mengganggu aktifitas bulu getar saluran pernafasan, fungsi makrofag dan mengakibatkan hipertropi kelenjar mukosa. Pengidap PPOK yang merokok mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi 6,9-25 kali dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko PPOK yang diakibatkan oleh rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok. Mekanisme kerusakan paru akibat rokok terjadi melalui 2 tahap yaitu jalur utama melalui peradangan yang disertai kerusakan matriks ekstrasel dan jalur kedua ialah menghambat reparasi matriks ekstrasel. Mekanisme kerusakan paru akibat rokok melalui radikal bebas yang dikeluarkan oleh asap rokok. Bahan utama perusak sel akibat proses diatas adalah protease, mielperoksidase, oksidan dan radikal bebas. Sedangkan yang bertugas meredam bahan-bahan tersebut adalah Alfa-1 Antitripsin AAT, yang dapat dirusak oleh mielperoksidase MPO, radikal bebas dan oksidan. 7 b. Alfa – 1 Antritripsin AAT Alfa-1 Antitripsin adalah senyawa protein atau polipeptida yang dapat diperoleh dari darah atau cairan bronkus. Alfa – 1 Antitripsin yang Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008, 2010. ada disaluran pernafasan jumlahnya sangat sedikit yaitu 1-2 dari AAT yang ada di plasma darah. Disamping jumlahnya yang sedikit, kapasitas inhibisinya juga rendah yaitu hanya 30 aktivitas di plasma darah. Salah satu penyebab turunnya aktivitas AAT tersebut adalah karena AAT mudah dioksidasi pada gugusan yang aktif yaitu gugus methion. 7 c. Pekerjaan Faktor pekerjaan berhubungan erat dengan unsur alergi dan hiperreaktivitas bronkus. Dan umumnya pekerja tambang yang bekerja dilingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena PPOK. 7,11 d. Tempat Tinggal Orang yang tinggal di kota kemungkinan untuk terkena PPOK lebih tinggi daripada orang yang tinggal di desa. Hal ini berkaitan dengan kondisi tempat yang berbeda antara kota dan desa. Dimana dikota tingkat polusi udara lebih tinggi dibandingkan di desa. 11 e. Jenis Kelamin Pada pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. 11 f. Faktor Genetik Belum diketahui jelas apakah fator genetik berperan atau tidak, kecuali penderita dengan efisiensi alfa-1 antitripsin yang merupakan suatu protein. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008, 2010. alfa- antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autosom resesif. 13 g. Polusi Lingkungan Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit diatas, tetapi bila ditambah merokok, resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan PPOK adalah zat-zat pereduksi dan zat-zat pengoksidasi seperti N 2 O, hidrokarbon, aldehid, ozon. 13 h. Status Sosial Ekonomi Pada status ekonomi rendah kemungkinan untuk mendapatkan PPOK lebih tinggi. 10 Hal ini disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih rendah. 13,25 i. Infeksi Bronkus Di negara kita angka kejadian infeksi paru masih sangat tinggi baik itu oleh Tuberkulosis maupun oleh penyebab lain. Infeksi paru yang berulang-ulang diderita seseorang dalam jangka panjang juga akan meningkatkan risiko terkena PPOK. Menurut laporan WHO 1999, di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan kematian 130 penderita CFR 22,3 dengan tuberkulosis positif pada dahaknya. 26 Terjadi berulang yang diawali infeksi virus, kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah haemophilus Influenzae, Streptococcus Pneumonia dan Staphylococcus. Serangkaian reaksi yang terjadi akibat masuknya bakteri diproduksinya antibodi dan inhibitor protease serta pengaktifan sistem proteolitik jaringan setempat. Enzim proteolitik yang diproduksi oleh Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008, 2010. bakteri tidak dapat dibedakan dengan yang diproduksi oleh jaringan setempat. Disamping itu bakteri yang mengalami lisis juga akan mengeluarkan enzim proteolitik yang melekat pada dindingnya. 25 j. Usia Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda, umumnya setelah usia 50 tahun keatas. Hal ini dikarenakan keluhan muncul karena adanya terpaan asap beracun yang terus menerus dalam waktu yang lama. Pada orang yang masih terus merokok setelah usia 45 tahun fungsi parunya akan menurun dengan cepat dibandingkan yang tidak merokok dan pada usia di atas 60 tahun gejala-gejala PPOK akan mulai muncul. 27 k. Debu Perjalanan debu yang masuk ke saluran pernafasan dipengaruhi oleh ukuran partikel tersebut. Partikel yang berukuran 5 µm atau lebih akan mengendap di hidung, nasofaring, trakea dan percabangan bronkhus. Partikel yang berukuran kurang dari 2 µm akan berhenti di bronkiolus respiratorius dan alveolus. Partikel yang berukuran kurang dari 0,5 µm biasanya tidak sampai mengendap disaluran pernafasan akan tetapi dikeluarkan lagi. Debu yang masuk ke saluran pernafasan dapat berakibat terjadinya kerusakan jaringan setempat dari yang ringan sampai kerusakan yang parah dan menetap. Derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh debu dipengaruhi oleh faktor asal dan sifat alamiah debu, jumlah debu yang masuk dan lama paparan, serta reaksi imunologis subjek yang terkena paparan. Anita Rahmatika : Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008, 2010. Apabila terdapat debu yang masuk ke sakkus alveolus, makrofag yang ada di dinding alveolus akan memakan debu tersebut. Akan tetapi kemampuan fagositik makrofag terbatas, sehingga tidak semua debu dapat difagositik. Debu yang ada di makrofag sebagian akan dibawa ke bulu getar yang selanjutnya dibatukkan dan sebagian lagi tetap tertinggal di interstinum bersama debu yang tidak sempat di fagositik. Debu organik dapat menimbulkan fibrosis sedangkan debu mineral inorganik tidak selalu menimbulkan fibrosis jaringan. Reaksi tersebut diatas dipengaruhi juga oleh jumlah dan lamanya pemaparan serta kepekaan individu untuk menghadapi rangsangan yang diterimanya. 28 2.5 Pencegahan Penyakit Paru Obstruksi Kronik 2.5.1 Pencegahan Primer