Menumbuhkan sifat berani sehingga dengan keberanianya mampu
“Yang tadinya ga berani untuk ngomong sama orang, sekarang justru kadang kita ikut istilahnya kampanye. Yang tadinya kita diem aja ketika ada orang dan sekarang
banyak ngobrol, banyak ngasih tahu, tuker pendapat juga sama orang, banyak banget manfaatnya. Mungkin saya juga sebelum kesini ga bakal jadi kaya gini gitu kan,
yaudahlah terima nasib mau gimana, sekarang kan setelah bergabung di wisma kita lebih peduli dengan sesama karena semuanya emang harus diperjuangin. Dan bahkan
sekarang lebih PD aja, ke mall juga kita biasa aja, dan sama tatapan orangpun lebih biasa Bahkan sekarangpun dari yayasan sendiri sudah ada 5 orang yang aktif di
organisasi Young Voice”
25
. “Pada tahaun 2012, Yayasan Wisma Cheshire mulai menjalankan inisiatif baru yaitu
Young Voice Indonesia dimana kami bekerja sama dengan pemuda-pemudi disabilitas yang berumur dari 16-25 tahun untuk mengkampanyekan hak-hak disabilitas lewat
seminar, lagu, pentas seni dan terjun langsung di satu kelompok masyarakat”.
26
Begitu pula di tuturkan oleh ketua yayasan Ibu Fetty Elliot mengenai perkembangan yang dilihatkan oleh resident di yayasan wisma Cheshire,
bahwa:
“Perbedaan dapat dilihat ketika mereka pada masa-masa awal bergabung dengan YWC, masih terlihat tidak percaya diri, tidak memiliki skill yang memadai, dan masih
berada pada masa-masa trauma. Setelah bergabung dengan YWC dan terlibat aktif dalam program dan aktivitas di sini, banyak di antara mereka yang percaya dirinya
meningkat, lebih disiplin, memiliki berbagai keterampilan hidup, dan mau berusaha untuk meningkatkan taraf hidup dan mengejar cita-cita mereka
”.
27
Di wisma, resident dibiasakan untuk selalu bertemu dan ditemui oleh masyarakat umum, sehingga mau tidak mau mereka harus belajar
berkomunikasi sedikit demi sedikit agar mereka mulai terbiasa. Mereka mulai berani untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.selain
itu resident sering dilibatkan langsung dalam kegiatan bazar, dll. Seperti penuturan Ibu Poniati, bahwa:
25
Wawancara Pribadi dengan Mba Echi Pramitasari, Jakarta 27 Juni 2014
26
Wawancara Pribadi dengan Ibu Petty Eliot, Jakarta 16 Juli 2014
27
Ibid.,
“Terlihat perkembangannya semakin baik. Para resident masuk wisma dengan sistim batas waktu jadi mereka tidak bisa tinggal di wisma selamanya, sehingga mereka
harus bisa mandiri, bisa bersosialisasi di masyarakat, dan diharapkan bisa dapet kerja di luar seperti disini juga banyak yang sudah mendapatkan kerja. Perkembangan yang
terlihat ya kalo dulu kegiatannya kayu dan handycraft, mengikuti training, dll. Sehingga jika kedepannya mereka nanti ada kapasitas untuk bekerja diluar jadi
mereka tidak gerogi, karena melalui berbagai kegiatan tersebut mereka dilatih untuk percaya diri, bisa ngomong.”
28
Mengaktifkan kembali seseorang yang telah mengalami trauma bukanlah hal yang mudah, menyadarkan seseorang yang berada dalam
kondisi keterpurukanpun tidak mudah, namun secara perlahan dengan pemberdayaan yang diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire sedikit demi
sedikit para resident mulai menata dan membangun kehidupannya kembali. Sebagaimana yang telah dituturkan oleh Mas Heru:
“mental kita menjadi balik lagi seperti semula sebelum kecelakaan, karna waktu itu sempet drop selama 3 tahun, kemudian setelah bergabung di yayasan baru bisa balik
lagi seperti dulu. Dan selain itu saya mulai berani bergabung dalam organisasi PERPARI Persatuan Paraphlegia Indonesia, sampai saat ini kurang lebih ada 10
orang dari Yayasan yang bergabung didalamnya”.
29
Melalui berbagai kegiatan tersebut, para disabilitas sedikit demi sedikit
mulai membuka diri dan belajar untuk lebih maju lagi. Dengan berbagai motivasi dan dorongan melalui kegiatan yang diberikan oleh pihak Yayasan,
lambat laun resident mulai sadar dan secara perlahan mereka mulai merubah pola pikirnya dengan terus belajar untuk lebih baik lagi.
28
Wawancara Pribadi dengan Ibu Poniati, Jakarta 27 Juni 2014
29
Wawancara Pribadi dengan Mas Heru Zainudin, Jakarta 24 Agustus 2014
Selain itu dengan kegiatan pemberdayaan melalui keterampilan handicraft dan woodwork, kelompok disabilitas di Yayasan Wisma
Cheshire bisa mendapatkan banyak hal, diantaranya: 1.
Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka akan mendapatkan dan terus melatih skill yang melekat pada diri
mereka. 2.
Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka bisa belajar untuk bekerja dalam tim work.
3. Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka
dapat belajar mengenai pengutamaan kualitas yang baik dalam bekerja
4. Dengan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan, mereka
dapat belajar mengenai disiplin diri terutama bagaimana mengelola waktu terkait dengan perencanaan kerja dan produksi
Pendekatan pemberdayaan yang diterapkan di Yayasan Wisma Cheshire nampaknya dapat membantu kelompok disabilitas dalam memperbaiki
kehidupannya. Keterpurukan, rasa minder, dan sikap menghindar yang ada pada dirinya perlahan terkikis. Dengan pemberdayaan melalui keterampilan ini
kelompok disabilitas terus berusaha unutk memperkuat kapasitas diri. Program pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan yang diterapkan di Yayasan dapat
mengembangkan potensi diri dan mengasah kemampuan yang mereka miliki. Kemajuan-kemajuan serta Keaktifan yang telah diperlihatkan oleh para
disabilitas tersebut merupakan salah satu hasil dari kegiatan pemberdayaan yang telah dicapai dalam proses dan usaha pemberdayaan di Yayasan Wisma Cheshire.
Dari beberapa pemaparan diatas telah dijelaskan bahwa, pendekatan pemberdayaan melalui kegiatan keterampilan cukup berpengaruh bagi kelompok
disabilitas. Pemberdayaan di wisma Cheshire memfokuskan residentnya untuk lebih mandiri melalui keterampilan yang sudah diberikan. Selain itu pendekatan
pemberdayaan melalui keterampilan ini pun mengajarkan para disabilitas cara bagaimana ia dapat memanfaatkan skill yang dimilikinya agar lebih bermanfaat
serta bisa mendapatkan hasil yang berguna dan positif untuk sekarang ataupun di masa yang akan datang, untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain.
Dalam hal ini peran yang dilakukan Yayasan Wisma Cheshire sebagai pelaku perubahan dalam memberdayakan kelompok disabilitas cukup
berpengaruh positif bagi kemajuan dan kehidupan para disabilitas. Sejauh ini para resident ataupun para alumni yang pernah merasakan dan menjalani serangkaian
kegiatan di wisma merasakan manfaat yang baik khususnya untuk diri sendiri. Oleh karenanya, kelompok disabilitas merupakan kelompok yang perlu
diberdayakan. Pemberdayaan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kehidupan melalui penguatan kapasitas diri.
Tiga indicator keberdayaan menurut Parsons, diantaranya adalah: 1.
Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan
social yang lebih besar. 2.
Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengandalkan diri sendiri dan orang lain.
3. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakkan social, yang dimulai
dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian
melibatkna upaya kolektif dari orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan
30
. Dapat disimpulkan bahwa menurut Parsons pemberdayaan dilakukan
sebagai proses memampukan diri seseorang sehingga ia dapat berpartisipasi serta dapat berpengaruh dalam kehidupannya.
30
Suharto. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 63
79