Daya Terima Panelis Terhadap Warna Kerupuk

, sedangkan total skor pada kerupuk dengan penambahan sari bit 25 yaitu 85 70,7 . Kerupuk dengan penambahan sari bit 25 dan kerupuk dengan penambahan sari bit 50 menghasilkan aroma seperti aroma kerupuk pada umumnya. Pada dasarnya bit memiliki bau yang langu, namun pada proses pembuatan sari bit, bit dikukus sehingga dapat menghilangkan bau langu. Sesuai dengan Astawan 2009 bahwa bau langu dapat hilang ketika terkena suhu panas atau proses pemasakan dengan suhu tinggi. Menurut Kartika 1998 dalam menilai kualitas aroma biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan. Perbedaan pendapat disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan.

5.3. Daya Terima Panelis Terhadap Warna Kerupuk

Warna merupakan atribut fisik yang dinilai terlebih dahulu dalam penentuan mutu makanan dan terkadang bisa dijadikan ukuran untuk menentukan cita rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologis Nurhadi, 2010. Warna makanan yang menarik dapat mempengaruhi dan membangkitkan selera makan konsumen, bahkan warna dapat menjadi petunjuk bagi kualitas makanan yang dihasilkan. Warna juga mempunyai peran dan arti yang sangat penting pada komoditas pangan karena memengaruhi penerimaan konsumen terhadap komoditas tersebut Winarno 1997. Universitas Sumatera Utara Dari hasil penilaian terhadap daya terima warna kerupuk oleh panelis menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai warna kerupuk dengan penambahan sari bit 50 dengan total skor yaitu 98 81,6 . Hal ini dikarenakan kerupuk dengan penambahan sari bit 50 memiliki warna yang lebih merah dibandingkan kerupuk dengan penambahan sari bit 25 . Perbedaan warna yang dihasilkan pada kedua perlakuan dikarenakan, kerupuk dengan penambahan sari bit 50 penggunaan air digantikan seluruhnya oleh sari bit sehingga menghasilkan warna kerupuk yang lebih merah. Sedangkan kerupuk dengan penambahan sari bit 25 adanya pencampuran sari bit dengan air sehingga pada saat dilakukan pemanasan pada adonan akan menghasilkan warna yang kurang merah. Menurut Winarno 1992 warna pada bahan pangan dapat berasal dari pigmen alami bahan pangan itu sendiri, reaksi karamelisasi, reaksi maillard, reaksi senyawa organik dengan udara, dan penambahan zat warna, baik alami maupun sintetik. Menurut Nurhadi 2010 karakteristik warna bahan pangan sangat berhubungan dengan kualitas bahan tersebut. Perubahan warna yang terjadi pada bahan pangan melibatkan reaksi-reaksi kimia seperti hidrolisis dan oksidasi. Warna merah yang dihasilkan pada kerupuk ini dipengaruhi oleh bahan yang digunakan yaitu bit. Secara umum pewarna makanan digolongkan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Apabila ditinjau dari segi keamanan, pewarna sintetis dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan karena mengandung senyawa karsinogen yang berpotensi memicu suatu penyakit Universitas Sumatera Utara Tarigan, 2010. Salah satu sumber pewarna alami yang dapat digunakan sebagai pewarna makanan adalah pigmen betalain yang terdapat pada bit. Betalain yang terkandung dalam bit telah digunakan sebagai pewarna makanan, seperti pada es krim dan makanan penutup beku Rahayu, 2010. Hal ini dibuktikan dengan dengan tidak adanya efek karsinogenik atau efek toksik lainnya sehingga bit aman sebagai pewarna makanan Francis, 2002. Pigmen betalain dari bit menunjukan sifat antiradikal dan antioksidan yang tinggi. Kandungan betalain pada bit juga bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon usus besar. Penentuan mutu pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan terkadang sangat menentukan, selain faktor yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan Winarno, 2004.

5.4. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Kerupuk