1.30 1,732,132,404 0.014 0.002 -0.083 1.11 -0.024 Papua dan Kep. Maluku

Sumber: disusun berdasarkan Tabel 107 Gambar 98. Perubahan Output, Nilai Tambah Bruto dan Pendapatan Rumahtangga Sektor Kelautan akibat Perubahan Konsumsi Pemerintah pada Kelautan di NKRI Simulasi-1, KBI Simulasi-2, dan KTI Simulasi-3 Tabel 107. Dampak Spasial Perubahan Konsumsi Pemerintah untuk Kelautan terhadap Perekonomian dan Tendensi Konvergensi Ekonomi Wilayah di Indonesia Nilai Rp. Juta Perubahan Nilai Rp. Juta Perubahan Nilai Rp. Juta Perubahan 1. Sumatera 2,691,087,979 2,697,953,574 0.26 1,223,125,927 1,227,189,423 0.33 400,325,206 401,597,127 0.32 2. Jawa 7,377,611,227 7,418,687,286 0.56 3,074,256,816 3,092,582,386 0.60 1,066,527,109 1,071,796,281 0.49 3. Kalimantan 1,095,241,864 1,099,759,518 0.41 484,847,971 486,718,611 0.39 94,049,200 94,383,060 0.35 4. Sulawesi 530,614,803 532,093,057 0.28 239,504,986 240,250,379 0.31 80,740,361 80,951,024 0.26 5. Bali dan Nusteng 356,496,282 357,413,232 0.26 122,868,747 123,364,752 0.40 47,932,431 48,042,472 0.23 6. Papua dan Kep. Maluku 261,943,001 262,682,448 0.28 128,131,992 128,453,940 0.25 42,558,098 42,669,972 0.26 Jumlah Rp. Juta 12,312,995,155 12,368,589,115 0.45 5,272,736,439 5,298,559,491

0.49 1,732,132,404

1,739,439,935 0.42 Koefisien Variasi 1.34

1.32 -0.024

1.31 1.25

-0.064 1.40

1.32 -0.084

Tendensi Konvergensi Konvergen Konvergen Konvergen 1. Sumatera 2,691,087,979 2,697,313,208 0.23 1,223,125,927 1,226,827,690 0.30 400,325,206 401,481,141 0.29 2. Jawa 7,377,611,227 7,415,746,928 0.52 3,074,256,816 3,091,663,316 0.57 1,066,527,109 1,071,419,267 0.46 3. Kalimantan 1,095,241,864 1,099,411,596 0.38 484,847,971 486,559,125 0.35 94,049,200 94,355,834 0.33 4. Sulawesi 530,614,803 530,764,836 0.03 239,504,986 239,571,965 0.03 80,740,361 80,760,931 0.03 5. Bali dan Nusteng 356,496,282 356,569,805 0.02 122,868,747 122,917,601 0.04 47,932,431 47,940,107 0.02 6. Papua dan Kep. Maluku 261,943,001 261,994,185 0.02 128,131,992 128,152,589 0.02 42,558,098 42,566,633 0.02 Jumlah Rp. Juta 12,312,995,155 12,361,800,557 0.40 5,272,736,439 5,295,692,287

0.44 1,732,132,404

1,738,523,914 0.37 Koefisien Variasi 1.34

1.35 0.001

1.31 1.31 0.002 1.40

1.40 0.001

Tendensi Konvergensi Divergen Divergen Divergen 1. Sumatera 2,691,087,979 2,691,259,922 0.01 1,223,125,927 1,223,211,505 0.01 400,325,206 401,245,471 0.23 2. Jawa 7,377,611,227 7,380,526,574 0.04 3,074,256,816 3,075,956,436 0.06 1,066,527,109 1,070,339,481 0.36 3. Kalimantan 1,095,241,864 1,095,374,024 0.01 484,847,971 484,904,991 0.01 94,049,200 94,290,755 0.26 4. Sulawesi 530,614,803 531,872,130 0.24 239,504,986 240,145,261 0.27 80,740,361 80,951,024 0.26 5. Bali dan Nusteng 356,496,282 357,294,653 0.22 122,868,747 123,314,123 0.36 47,932,431 48,042,472 0.23 6. Papua dan Kep. Maluku 261,943,001 262,587,870 0.25 128,131,992 128,409,575 0.22 42,558,098 42,669,972 0.26 Jumlah Rp. Juta 12,312,995,155 12,318,915,173 0.05 5,272,736,439 5,275,941,891

0.06 1,732,132,404

1,737,539,174 0.31 Koefisien Variasi 1.34

1.31 -0.037

1.31 1.21

-0.100 1.40

1.29 -0.1126

Tendensi Konvergensi Konvergen Konvergen Konvergen Output Awal Rp. Juta Wilayah Dampak terhadap Output Nilai Tambah Bruto Awal Rp. Juta Dampak terhadap Nilai Tambah Bruto Pendapatan Awal Rp. Juta Dampak terhadap Pendapatan

I. Akibat Perubahan Konsumsi Pemerintah pada Kelautan di Semua Wilayah sebesar 100

II. Akibat Perubahan Konsumsi Pemerintah pada Kelautan sebesar 100 di KBI

III. Akibat Perubahan Konsumsi Pemerintah pada Kelautan sebesar 100 di KTI

Sumber: Tabel IRIO 2010 diolah Keterangan: tanda negatif - menunjukkan tendensi perubahan ketimpangan yang semakin konvergen dan sebaliknya tanda positif + semakin divergen Bila dampak spasial tersebut dilihat berdasarkan pada tendensi konvergensi output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga di masing-masing wilayah, maka dengan melakukan simulasi-1, dan simulasi-3 menunjukkan bahwa akibat perubahan konsumsi pemerintah pada kelautan sebesar 100 baik untuk seluruh wilayah NKRI dan untuk wilayah-wilayah di KTI berdampak terhadap tendensi konvergensi nilai output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga. Hal ini diitunjukkan oleh perubahan koefisien variasi output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga yang menurun negatif. Untuk simulasi-1 masing-masing sebesar -0,024, -0,064, dan -0,084; dan untuk simulasi-3 masing-masing sebesar - 0,037, -0,100, dan -0,113. Tendensi yang sebaliknya, terjadi pada simulasi-2 yaitu dengan mengkonsentrasikan peningkatan konsumsi pemerintah pada kelautan sebesar 100 hanya untuk wilayah-wilayah di KBI justru berdampak terhadap output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga yang semakin divergen, seperti ditunjukkan oleh perubahan koefisien variasi masing-masing sebesar 0,001, 0,002, dan 0,001 Tabel 107 dan Gambar 99 . Lebih lanjut dari Tabel 107 dan Gambar 99 terlihat bahwa dampak terhadap tendensi konvergensi tersebut relatif lebih tinggi pada simulasi-3 dibandingkan simulasi-1. Hal ini berarti, bahwa dengan mengkonsentrasikan peningkatan konsumsi pemerintah pada kelautan pada wilayah-wilayah di KTI akan berdampak terhadap tendensi konvergensi pada output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilakukan pada seluruh wilayahNKRI. Sumber: disusun berdasarkan Tabel 107 Gambar 99. Tendensi Konvergensi Output, Nilai Tambah Bruto dan Pendapatan Rumahtangga Wilayah-wilayah secara Agregat di NKRI, KBI dan KTI berdasarkan Perubahan Koefisien Variasi Akibat Perubahan Konsumsi Pemerintah pada Kelautan Keterangan: Perubahan koefisien variasi yang bertanda negatif - menunjukkan kondisi yang semakin timpang dan mengindikasikan terdapat tendensi perubahan semakin konvergen, dan sebaliknya tanda positif + semakin kurang timpang dan mengindikasikan terdapat perubahan semakin divergen. Ikhtisar Analisis Dampak Spasial Pengembangan Kelautan Secara spasial, simulasi kebijakan pengembangan kelautan dengan meningkatkan investasi, ekspor, konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah pada kelautan sebesar 100 di semua wilayah Indonesia NKRI masing-masing akan berdampak terhadap peningkatan nilai output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga yang lebih besar dibandingkan dengan mengkonsentrasikannya hanya di wilayah-wilayah yang tercakup dalam KBI, atau hanya di wilayah-wilayah yang tercakup dalam KTI. Secara relatif dampak mengkonsentrasikan kegiatan ekonomi melalui peningkatan komponen permintaan akhir tersebut pada kelautan di wilayah-wilayah dalam KBI akan meningkatkan nilai output, nilai tambah bruto, dan pendapatan rumahtangga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah-wilayah dalam KTI. Namun, baik di KBI maupun KTI, keduanya memberikan dampak luberan spill-over effect terhadap wilayah lainnya dalam peningkatan output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga. Artinya meskipun peningkatan komponen permintaaan akhir kelautan tersebut hanya dikonsentrasikan di wilayahnya masing-masing, ternyata masih memberikan peningkatan dalam nilai output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga bagi wilayah-wilayah lainnya di luar wilayahnya sendiri inter-wilayah. Kebijakan pengembangan kelautan dengan meningkatkan komponen permintaan akhirnya sebesar 100 di semua wilayah Indonesia NKRI akan berdampak terhadap peningkatan nilai output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga masing-masing meningkat sebesar 2,40, 2,71, dan 2,31 melalui peningkatan investasi kelautan; sebesar 2,96, 3,25, dan 2,70 melalui ekspor kelautan; sebesar 3,74, 3,94, dan 3,25 melalui konsumsi rumah tangga; dan sebesar 0,45, 0,49, dan 0,42 melalui konsumsi pemerintah. Sementara bila kebijakan tersebut dikonsentrasikan hanya di wilayah-wilayah dalam KBI akan berdampak terhadap peningkatan nilai output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga masing-masing meningkat sebesar 2,22, 2,39, dan 1,99 melalui peningkatan investasi; sebesar 2,67, 2,93, dan 2,37 melalui ekspor kelautan; sebesar 2,96, 3,14, dan 2,56 melalui konsumsi rumah tangga; dan sebesar 0,40, 0,44, dan 0,37 melalui konsumsi pemerintah. Kemudian bila kebijakan tersebut dikonsentrasikan hanya di wilayah-wilayah dalam KTI akan berdampak terhadap peningkatan nilai output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga masing-masing meningkat sebesar 0,45, 0,52, dan 0,47 melalui peningkatan investasi; sebesar 0,41, 0,51, dan 0,46 melalui ekspor kelautan sebesar 100; sebesar 0,64, 0,75, dan 0,70 melalui konsumsi rumah tangga; dan sebesar 0,05, 0,06, dan 0,31 melalui konsumsi pemerintah. Di samping berdampak terhadap perekonomian Indonesia dari sisi nilai, kebijakan pengembangan kelautan tersebut juga berdampak terhadap perubahan koefisien variasi ketimpangan atau tendensi konvergensi output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga wilayah di Indonesia. Secara keseluruhan pada umumnya, kebijakan pengembangan kelautan dengan meningkatkan investasi, ekspor, konsumsi rumahtangga dan konsumsi pemerintah pada kelautan sebesar 100 baik untuk semua wilayah Indonesia NKRI maupun mengkonsentrasikannya untuk wilayah-wilayah di KTI akan berdampak terhadap penurunan koefisien variasi ketimpangan nilai output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga atau mengindikasi adanya tendensi konvergensi dalam ketiga nilai tersebut kecuali hanya kebijakan pengembangan kelautan yang dilakukan melalui peningkatan ekspor kelautan di NKRI yang memberikan dampak divergen terhadap perekonomian wilayah. Sebaliknya, bila kebijakan tersebut hanya untuk wilayah-wilayah di KBI secara keseluruhan pada umumnya justru akan berdampak terhadap peningkatan koefisien variasi ketimpangan nilai output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga atau mengindikasi adanya tendensi divergen tidak konvergen pada perekonomian dari wilayah-wilayah dalam kawasan tersebut KBI. Namun demikian, bila kebijakan tersebut dikonsentrasikan hanya untuk wilayah di KTI, maka dampak terhadap penurunan koefisien variasi ketimpangan output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga atau terdapat tendensi konvergensi nilai output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga tersebut relatif lebih tinggi pada wilayah-wilayah di KTI dibandingkan dengan di NKRI. Hal ini berarti, bahwa dengan mengkonsentrasikan kegiatan ekonomi melalui peningkatan investasi, ekspor, konsumsi rumahtangga dan konsumsi pemerintah pada kelautan di wilayah- wilayah dalam KTI memang akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi output, nilai tambah bruto dan pendapatan rumahtangga secara nasional, namun kebijakan ini akan mengurangi persoalan ketimpangan antarwilayah atau dengan kata lain mampu meningkatkan konvergensi ekonomi wilayah dalam perekonomian nasional. 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN: SEBUAH SINTESA Pengetahuan tentang kondisi ketimpangan dan kecepatan konvergensi serta penentu pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia adalah penting. Jika kondisi ketimpangan menunjukkan perkembangan yang menurun, atau tingkat kecepatan konvergensi yang meningkat, maka perhatian pemerintah seharusnya dapat lebih ditujukan untuk menjamin bahwa hambatan-hambatan dalam mendorong mobilitas faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi wilayah seperti tingkat investasi modal fisik, tingkat investasi modal manusia dan resultan dari tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat perkembangan teknologi dan penyusutan modal dapat ditekan atau dikurangi. Dengan demikian peran faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut akan cenderung mengurangi ketimpangan dalam pendapatan per kapita wilayah dan mampu meningkatkan tendensi proses konvergensi ekonomi wilayah di Indonesia. Namun jika tendensi proses konvergensi tersebut berlangsung lambat, maka intervensi pemerintah pusat dan daerah secara langsung dibutuhkan untuk menjamin bahwa wilayah-wilayah miskin mendapat manfaat dari pertumbuhan nasional yang tinggi. Tingkat ketimpangan dalam pendapatan per kapita ekonomi wilayah di Indonesia adalah tergolong rendah dan menunjukkan perkembangan yang cenderung menurun. Ketimpangan antar provinsi di Indonesia selama periode 1985-2010 tergolong dalam klasifikasi ketimpangan yang rendah, sebagaimana ditunjukkan dari nilai Indeks Theil berkisar antara 0,0903 hingga 0,1366, atau dengan rata-rata nilai Indeks Theil sebesar 0,11. Ketimpangan tersebut sebagian besar 87,56 bersumber