Kesesuaian Level Pekerjaan di IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili

61 manajer produksi yang seharusnya diduduki oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan sarjana ekonomi, tetapi posisi tersebut diduduki oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SMA. Sementara asisten pembinaan hutan mempunyai kualifikasi pendidikan tingkat SMKK. Sementara itu, untuk kegiatan perlindungan dan pembinaan seperti pengatur pembibitan dan persemaian, pengatur dan pelaksana penanaman, pengatur dan pelaksana pemeliharaan diduduki oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SD padahal kualifikasi mengharuskan tenaga kerja memiliki tingkat pendidikan SMA. Begitu pula dengan asisten manajer administrasi dan keuangan masih diduduki oleh tenaga kerja yang berpendidikan D3 bukan sarjana ekonomi. Selain itu rata- rata tenaga kerja hanya pernah mengikuti pendidikan formal, sedangkan pendidikan non formal masih jarang diikuti oleh tenaga kerja di Unit Camp Lodeh CV. Pangkar Begili. Keadaan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kualifikasi yang telah ditetapkan dapat menyebabkan ketidakefisienan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Hal ini dapat berakibat pada penurunan produktivitas perusahaan sehingga perlu diadakan perbaikan dalam penempatan tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi pendidikan. Dengan perbaikan penempatan tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi tingkat pendidikan berarti telah melakukan pengelolaan sumber daya manusia dengan baik. Selain itu untuk menunjang produktivitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan atau pendidikan non formal untuk seluruh tenaga kerja yang ada sesuai dengan bidang pekerjaannya.

5.7 Kesesuaian Level Pekerjaan di IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili

Berdasarkan pada tabel 27 dapat dilihat bahwa terdapat ketidaksesuaian tingkat pendidikan dengan level pekerjaan. Level pekerjaan manajer produksi seharusnya ditempati oleh orang yang mempunyai pendidikan dasar kehutanan dan merupakan lulusan sarjana kehutanan. Namun manajer produksi di Unit Camp Lodeh CV. Pangkar Begili ditempati oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SMA. Sedangkan kabag perencanaan dan kabag pembinaan hutan yang dalam struktur organisasi mempunyai kedudukan di bawah manajer produksi justru mempunyai tingkat pendidikan SMKK. 62 Hal ini juga terjadi antara tenaga kerja bagian chief mechanicpengatur perbengkelan dengan teknisi kerja bengkel. Chief mechanicpengatur kerja bengkel yang dalam struktur organisasi kedudukannya di atas teknisi kerja perbengkelan dan kualifikasnya merupakan lulusan STM justru diduduki oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SD. Sementara itu, bagian teknisi kerja perbengkelan justru ada yang tingkat pendidikannya STM. Kejadian seperti ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian level pekerjaan dengan tenaga kerja yang mendudukinya. Perusahaan perlu melakukan peninjauan kembali terkait dengan level pekerjaan untuk tenaga kerja yang berlatar pendidikan SMKK atau setara pendidikan D3 kehutanan. Kedudukan manajer produksi sebaiknya ditempati oleh orang yang mempunyai pendidikan sarjana kehutanan atau D3 kehutanan yang telah mempunyai pengalaman kerja. Begitu juga untuk pengatur kerja bengkel sebaiknya diganti dengan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan STM. Reshuffle tenaga kerja pada level pekerjaan tersebut akan lebih memudahkan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan karena setiap bagian-bagian kerja yang ada di perusahaan dipegang oleh tenaga kerja yang benar-benar mengerti akan tugas dan tanggungjawab dari bagian pekerjaan tersebut.

5.8 Persepsi Tenaga Kerja Terhadap Kepuasan Gaji, Jamsostek dan Keselamatan Kerja