Gambar 12. Regresi keterkaitan plankton dengan kelimpahan ikan Komposisi makanan ikan akan membantu menjelaskan kemungkinan-
kemungkinan habitat yang seringkali dikunjungi Kagwade 1967. Harus disadari bahwa di dalam lingkungan dengan kondisi normal, bergerombolnya biota laut
hampir selalu berkaitan erat dengan banyaknya mangsapakan di suatu perairan Sutomo 1978; Tham 1950 in Thoha 2007. Roa 1974 menyebutkan bahwa
besarnya populasi ikan di suatu perairan merupakan suatu fungsi dari makanannya.
4.6. Pengelompokan Habitat
Pengelompokan habitat dilakukan untuk untuk mengetahui kedekatan karakteristik dari masing-masing stasiun penelitian berdasarkan persentase
tutupan substrat bentik. Parameter substrat bentik terdiri dari komponen ACB acropora branching, ACE acropora encrusting, ACT acropora tabulate, CB
coral branching, CE coral encrusting, CM coral massive, CS coral sub massive, CMR coral mushroom, CML coral melliopora, DCA dead coral
algae, SC soft coral, SP sponge, ZO zoanthids, OT others, HA halimeda,
MA macro alga, S sand, R rubble, RCK rock English et al. 1997.
Pengelompokan dengan menggunakan klaster analisis menggunakan XLSTAT diperoleh dendrogram 3 kelompok pada titik potong 0,65 berdasarkan
matriks disimilarity Bray Curtis. Secara visual hasil pengelompokan dapat dilihat pada Gambar 12.
y = 0.022x - 9.056 R² = 0.948
20 40
60 80
100 120
1000 2000
3000 4000
5000 6000
K e
li m
p a
h a
n ik
a n
in d
2 5
m
2
Kelimpahan Plankton ind l
Gambar 12. Dendrogram pengelompokan habitat Penentuan kelas terjadi karena adanya kedekatan komposisi tipe substrat
bentik yang ada pada masing-masing stasiun yang mengelompok. Dilihat dari kemiripan stasiun penelitian dalam setiap kelompok yang terbentuk, maka pada
kelompok pada kelompok I terdapat tiga stasiun yang memiliki kemiripan karakteristik substrat bentik yaitu Otan, Hansisi dan Tanjung Uikalui, kelompok
II terdapat 2 stasiun yang memiliki kemiripan karakteristik yaitu Bolok dan Pulau Kambing, dan kelompok III terdapat 2 stasiun yang memiliki kemiripan
karakteristik yaitu Uiasa dan Pasir Panjang.
4.7. Keterkaitan Ikan Ekor Kuning dengan Habitat Terumbu Karang
Keterkaitan kelimpahan ikan ekor kuning dengan karakteristik habitat dapat dijelaskan berdasarkan kesamaan karakteristik pada kelompok yang
terbentuk dan kelimpahan ikan ekor kuning dari masing masing kelompok. Kesamaan karakteristik dapat dipresentasikan sebagai ciri dari masing-masing
kelompok dapat dijelaskan sebagai berikut: 1 Kelompok I Otan, Hansisi, dan Tanjung Uikalui mempunyai kesamaan
karakteristik habitat yang dicirikan dominasi soft coral SC sekitar 40.33 – 70 dengan rata-rata kelimpahan ikan ekor kuning sebesar 11 ekor250
m
2
dengan komposisi ikan muda 8 ekor dan ikan dewasa 3 ekor. 2 Kelompok II Bolok dan Pulau Kambing mempunyai kesamaan
karakteristi habitat yang dicirikan oleh dead coralwith algae DCA sekitar 29.67 – 33.33, coral massive CM sekitar 17.67 – 18.33 dengan
O ta
n H
a n
si si
T J
U ia
k a
lu i
B o
lo k
P k
a m
b in
g U
ia sa
P p
a n
ja n
g
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4
Dendrogram
I II
III
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4
Dendrogram
rata-rata kelimpahan ikan ekor kuning 63 ekor250 m
2
dengan komposisi ikan muda 23 ekor dan ikan dewasa 40 ekor.
3 Kelompok III Uiasa dan Pasir Panjang mempunyai kesamaan karakteristik habitat yang dicirikan dominasi acropora branching ACB
sekitar 25.33 – 35, dengan rata-rata kelimpahan ikan ekor kuning sebesar 55 ekor250 m
2
dengan komposisi ikan muda 40 ekor dan ikan dewasa 15 ekor.
Berdasarkan ciri kelompok tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antara kelimpahan ikan ekor kuning dengan habitat terumbu karang
dicirikan dengan kemiripan arcropora branching ACB untuk ikan-ikan berukuran kecilmuda dan dead coral with algae DCA, coral massive CM
untuk ikan dewasa. Ketertarikan ikan ekor kuning dengan acropora branching ACB diduga disebabkan struktur dari karang ini yang mempunyai banyak
cabang, sehingga sangat cocok untuk tempat berlindung dari predator terutama untuk ikan ekor kuning muda
Keberadaan dead coral with algae DCA, menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan keseimbangan pada daerah terumbu karang dari yang bersifat
oligotrofik miskin unsur hara menjadi mesotrofik unsur hara dan produktifitas sedang yang memungkinkan melimpahnya plankton sebagai sumber makanan
bagi ikan ekor kuning. Menurut Effendi 2003, mesotrofik adalah perairan yang memiliki unsur hara dan produktifitas sedang. Peralihan sifat perairan pada daerah
terumbu karang dapat ditunjukkan dengan tingginya persentase DCA yaitu karang mati yang sudah ditumbuhi alga.
Ketertarikan ikan ekor kuning dengan coral massive CM diduga disebabkan oleh ketersediaan ruang yang luas dalam kolom air. Pada saat
pergerakan plankton secara vertikal, maka ikan ekor kuning dengan kebiasaan hidup berkelompok memanfaatkan ruang untuk mendapatkan plankton tersebut
sebelum tertahan di substrat. Keberadaan coral massive memudahkan ikan ekor kuning mendapatkan makanannya plankton baik yang tertahan atau menetap
pada karang tersebut semuanya dapat terlihat dengan jelas bagi ikan ekor kuning.