209
semakin berkurang. Hal yang serupa juga ditemukan ketika di sekolah si Kembar, Ibu Guru yang sangat sibuk mengurusi murid-muridnya yang terbilang cukup
banyak dengan hanya seorang diri ditambah lagi kesibukannya menjadi kepala sekolah. Hal tersebut juga membuat kesempatan murid untuk berinteraksi dengan
Guru menjadi berkurang. Seiring berkurangnya interaksi dengan Ibu Guru, membuat kesempatan si Kembar dalam praktek bicarapun menjadi berkurang. Hal
serupa juga ditemukan pada Ibu Guru les si Kembar. Dalam mengikuti les mengaji, si Kembar tidak hanya bersama dengan kembarannya tetapi juga
bersama teman yang lain. Hal ini membuat perhatian Ibu Guru menjadi terpecah dan kesempatan si Kembar untuk berkomunikasi dengan Ibu Gurunya tersebut
menjadi semakin sedikit. Dari pembahasan tentang kesempatan untuk berpraktek bicara tersebut
dapat disimpulkan bahwasanya faktor kesempatan dalam praktek bicara dapat berpengaruh dalam kemampuan berbicara pada si Kembar. Monks dkk 2002:
160 menjelaskan jika karena alasan apapun kesempatan berbicara dihilangkan, jika mereka tidak dapat membuat orang lain mengerti mereka akan putus asa dan
marah. Ini sering kali melemahkan motivasi mereka untuk berbicara. Sehingga semakin jelas di sini bahwa faktor kesempatan untuk berpraktek bicara menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara yang terjadi pada si Kembar.
4.4.3.5 Motivasi untuk Berbicara
Menurut orang tua si Kembar, pada saat mereka masih tinggal di Australia adalah masa dimana si Kembar masih bayi dan hanya bisa menangis untuk
210
mengungkapkan keinginannya ataupun dengan menggunakan isyarat lainnya. Menanggapi hal tersebut orang tua si Kembar hanya melakukan apa yang
diisyaratkan kepada mereka tanpa memberikan arti atau pemahaman yang lebih mendalam akan isyarat yang si Kembar gunakan. Singkatnya orang tua si Kembar
memaklumi dan membiarkan kebiasaan si Kembar untuk meminta sesuatu dengan menggunakan isyarat tersebut bertahan. Hal tersebut sebenarnya dapat
melemahkan motivasi belajar berbicara si Kembar. Dalam perkembangannya, ketika si Kembar berada di Banjarnegara
mereka sering bermain dengan anak-anak yang berusia sama dengan si Kembar. Interaksi si Kembar dapat berlangsung dengan baik hingga timbul situasi si
Kembar dapat “mengobrol” dengan teman-temannya tersebut. Ketika berinteraksi dengan teman-temannya yang berada di Banjarnegara, sulit bagi si Kembar
menggunakan bahasa isyarat yang sering mereka gunakan ketika berkomunikasi dengan orang tuanya. Teman si Kembar tidak mengerti dengan peristilahan yang
kembar buat ketika berkomunikasi dengan orang tuanya tersebut, sehingga akan membuat teman si Kembar tersebut tidak bisa menanggapi dan akhirnya bisa
membuat interaksi si Kembar menjadi terhambat. Dari hal tersebut terlihat bahwa motivasi si Kembar dalam belajar berbicara pada saat mereka berada di
Banjarnegara menguat. Sejak awal kedatangan si Kembar ke Tangerang hingga sekarang kebiasaan
pembuatan istilah yang dilakukan oleh si Kembar masih tetap ada. Si Kembar terlihat masih sangat menggunakan bahasa isyarat ketika berinteraksi dengan
kedua orang tuanya. Pembuatan isyarat tersebut tidak hanya dilakukan oleh si
211
Kembar, akan tetapi orang tuanya juga melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan si Kembar. Bapak si Kembar sering menyapa anaknya
hanya dengan kedipan mata ataupun senyum, sehingga yang dilakukan si Kembar juga mencontoh dari tindakan yang dilakukan oleh Bapaknya dalam
berkomunikasi. Hal ini jelas sangat melemahkan motivasi si Kembar untuk berbicara. Tetapi hal berbeda ketika si Kembar berada di lingkungan di luar
keluarganya, maka yang akan terjadi adalah gambaran yang sama yang terlihat pada saat si Kembar berada di Banyumas. si Kembar terlihat lebih termotivasi
ketika berada di tengah-tengah teman sebayanya. Dari hal tersebut di atas maka diperoleh kesimpulan bahwasanya si
Kembar mengalami kondisi yang menimbulkan motivasi dalam berbicara mereka menjadi meningkat hanya pada saat mereka berada di Banjarnegara. Dan selain
pada kondisi itu, terbukti bahwa si Kembar sangat kurang termotivasi untuk berbicara. Monks dkk 2002: 160 mendefinisikan Jika anak mengetahui bahwa
mereka dapat memperoleh apa saja yang mereka inginkan tanpa memintanya, dan jika pengganti bicara seperti tangis dan isyarat dapat mencapai tujuan tersebut,
maka dorongan untuk belajar berbicara akan melemah. Maka dalam kasus ini diperoleh hasil bahwa faktor motivasi yang timbul karena adanya stimulus yang
diberikan oleh lingkungan terbukti sangat mempengaruhi perkembangan bicara si Kembar yang tidak sama dengan kemampuan anak-anak sebayanya.
4.4.3.6 Bimbingan