Motif Konversi Agama Konversi Agama

5. Motif Konversi Agama

Motif yang mendorong terjadinya konversi agama adalah berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Lofland dan Skonovd dalam Kurt-Swanger, 2008 memaparkan enam motif individu melakukan konversi agama: a. Intellectual Motif ini melibatkan pembelajaran akan suatu agama yang intensif karena adanya rasa ingin tahu yang besar. Pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan beragam media, seperti buku, internet, teman dan berbagai sumber lainnya. b. Mystical Motif ini terjadi secara tiba-tiba, dahsyat dan sulit dijabarkan dengan jelas. Dalam motif ini, individu biasanya mengalami mimpi atau penampakan mistis. c. Experimental Dalam motif ini, individu mengeksplorasi agama yang akan dianutnya, yang diawali dengan keikutesertaan individu pada kegiatan agama tersebut. Jika agama tersebut kemudian diketahui dapat memenuhi kebutuhan yang ada dalam dirinya, maka ia akan menganut agama tersebut. Sebelum menganut agama tersebut, individu mencoba agama tersebut dengan melibatkan diri secara langsung terlebih dahulu. Universitas Sumatera Utara d. Affectional Motif ini dilandasi oleh hubungan interpersonal yang baik antara individu dengan jemaah agama yang akan ia anut. Pelaku konversi merasa diterima dan dikasihi oleh pemimpin agama dan para anggota agama tersebut. e. Revivalist Dalam motif ini, perilaku anggota kelompok agama memberi pengaruh besar pada individu. Perilaku kelompok yang bersifat membangkitkan estatic arousals dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan menimbulkan ketertarikan pada individu, misalnya: dengan melihat mukjizat penyembuhan tertentu atau adanya kesaksian akan pengalaman hidup yang luar biasa dari penganut agama lain. f. Coercive Motif seperti ini melibatkan pemaksaan terhadap individu untuk mau menganut agama tertentu, misalnya dengan program cuci otak brainwashing, ancaman atau tekanan dari kelompok tertentu.

B. Pembuatan Keputusan

1. Definisi Pembuatan Keputusan

Teori pembuatan keputusan yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori pembuatan keputusan Janis Mann 1977, namun Janis Mann tidak menyediakan definisi tentang pembuatan keputusan. Hal ini dikarenakan teori pembuatan keputusan Janis Mann lahir sebagai sebuah tanggapan atas teori pembuatan keputusan yang sudah berkembang luas sebelumnya. Universitas Sumatera Utara