kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa.
Menurut Marsigit, dkk 2009: 9 fokus utama pembelajaran matematika bukan pada matematika sebagai suatu sistem yang tertutup, melainkan pada
aktivitas yang bertujuan untuk suatu proses matematisasi. Oleh karena itu, pendidikan matematika realistik menghubungkan pengetahuan informal
matematika yang diperoleh siswa dari kehidupan sehari-hari dengan konsep formal matematika. Kata “realistik” tidak hanya bermakna keterkaitan dengan
fakta a tau kenyataan, tetapi “realistik” juga berarti bahwa permasalahan
kontekstual yang dipakai harus bermakna bagi siswa.
2.1.4.1 Prinsip–prinsip PMRI
Menurut Suryanto, dkk 2010 PMRI memiliki tiga prinsip utama yaitu: 1 Guided Reinvention and progressive matematization penemuan terbimbing
dan mamematisasi progresif Prinsip Guided Reinvention ialah
penekanan pada “penemuan kembali” secara terbimbing. Melalui masalah kontekstual yang realistik, yang
mengandung topik-topik matematis tertentu yang disajikan, siswa diberi kesempatan untuk membangun dan menemukan kembali ide-ide dan konsep-
konsep matematis. Ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi yang dapat diartikan sebagai “upaya
yang mengarah ke pemikiran matematis”. Dikatakan prograsif karena terdiri atas dua langkah yang berurutan, yaitu matematisasi horizontal merupakan
proses penalaran dari dunia nyata kedalam simbol-simbol matematika
sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses penalaran yang terjadi didalam sistem matematika itu sendiri, misalnya: penemuan cara penyelesaian
soal dan mengaitkan antar konsep –konsep matematis atau menerapkan rumus-
rumus matematika. 2 Didactical Phenomenology Fenomenologi didaktis
Prinsip ini menekankan fenomena pembelajaran yang bersifat mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan
topik-topik matematika kepada siswa. 3 Self-developed Models Membangun model sendiri
Peran self-developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi konkrit atau dari informal matematika ke formal matematika.
Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Model ini disebut
“model of” dan sifatnya masih dapat disebut “matematika informal”. Melalui generalisasi atau formalisasi dapat mengembangkan model
yang lebih umum, yang memiliki sifat umum ini disebut “model for”.
2.1.4.2 Karakteristik PMRI
Menurut Suryanto, dkk 2010: 44 karakteristik PMRI secara umum adalah sebagai berikut.
1 Menggunakan Konteks Pembelajaran menggunakan masalah kontekstual, terutama pada taraf
penemuan konsep baru, sifat-sifat baru, atau prinsip baru. Konteks yang dimaksud adalah lingkungan siswa yang nyata baik aspek budaya maupun
aspek geografis. Dalam PMR, hal itu tidak selalu diartikan “ konkret” tetapi
dapat juga yang telah dipahami siswa atau dapat dibayangkan oleh siswa. Masalah kontekstual dapat juga disajikan di awal pembelajaran tetapi masalah
kontekstual dapat juga disajikan di tengah atau di akhir pembelajaran suatu topik atau sub topik. Masalah kontekstual disajikan diawal pembelajaran
dimaksud untuk memungkinkan siswa membangun atau menemukan suatu konsep, definisi, operasi ataupun sifat matematis, serta cara pemecahan
masalah itu. Masalah kontekstual disajikan di tengah pembelajaran dimaksud untuk “memantapkan” apa yang telah dibangun atau ditemukan. Masalah
kontekstual disajikan di akhir pembelajaran bila dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan s
iswa “mengaplikasikan” apa yang telah dibangun atau ditemukan.
2 Menggunakan Model Pembelajaran suatu topik matematika sering memerlukan waktu yang panjang,
serta bergerak dari berbagai abstraksi. Dalam abstraksi itu perlu digunakan model. Model itu dapat bermacam-macam, dapat berupa benda atau
semikonkret berupa gambar atau skema yang kesemuanya dimaksudkan sebagai jembatan dari konkret ke abstrak atau dari abstrak ke yang lain.
Jembatan dapat berupa model yang serupa atau mirip dengan masalah nyatanya, yaitu disebut “model of” dan dapat pula berupa model yang sudah
lebih umum yang mengarahkan siswa ke pemikiran abstrak atau matematika formal, yaitu disebut “model for”.
3 Menggunakan kontribusi siswa Dalam pembelajaran perlu sekali diperhatikan sumbangan atau kontribusi
siswa, yang berupa ide, atau variasi cara pemecahan masalah. Kontribusi siswa itu dapat memperbaiki atau memperluas konstruksi yang perlu dilakukan atau
produksi yang perlu dihasilkan sehubungan dengan pemecahan masalak kontekstual.
4 Menggunakan formal interaktif Pada pembelajaran jelas bahwa sangat diperlukan adanya interaksi, baik
antara siswa dan siswa atau antara siswa dan guru yang bertindak sebagai fasilitator. Interaksi mungkin juga terjadi antara siswa dan sarana, atau antara
siswa dan matematika atau lingkungan. Bentuk interaksi itu dapat juga macam- macam,
misalnya diskusi, negosiasi, memberi penjelasan atau komunikasi. 5 Intertwinning Memanfaatkan keterkaitan
Pada pembelajaran matematika perlu disadari bahwa matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur, dengan konsistensi yang ketat. Keterkaitan antara
topik, konsep dan operasi dan lainnya sangat kuat, sehingga dapat dimungkinkan adanya integrasi antara topik-topik tersebut, bahkan mungkin
saja antara matematika dan ilmu pengetahuan lain, untuk lebih mempertajam kebermanfaatan belajar matematika. Hal ini memungkinkan untuk menghemat
waktu pembelajaran. Dengan ditekankan keterkaitan antartopik atau antar sub- topik sangat mungkin akan tersusun struktur kurikulum yang berbeda dengan
struktur kurikulum yang selama ini dikenal, tetapi tetap mengarah pada kompetensi yang ditetapkan.
2.1.5 Model Pembelajaran PBL Pendekatan Realistik