3. Uji Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran merupakan salah satu analisis kuantitatif konvensionl paling sederhana dan mudah. Semakin besar indeks menunjukkan semakin mudah
butir soal, karena dapat dijawab dengan benar oleh sebagian peserta didik atau seluruh peserta didik. Sebaliknya, jika sebagian kecil atau tidak ada sama sekali
peserta didik yang menjawab benar menunjukkan butir sukar. Untuk menguji taraf kesukaran digunakan rumus berikut:
19
P=
� ��
Keterangan : P
: Proporsi indeks kesukaran B
: Jumlah siswa yang menjawab soal tes dengan benar JS : Jumlah seluruh peserta didik peserta tes
Penafsiran tingkat kesukaran butir tes digunakan kriteria menurut Thorndike dan Hagen dalam Sudijono sebagai berikut:
20
Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Besar P Interpretasi
P 0,30 Sukar
0,30 P 0,70 Sedang
P 0,7 Mudah
Anas Sudijono menyatakan butir-butir item tes penguasaan konsep apabila butir-butir item tersebut tidak telalu sukar dan tidak pula terlalu mudah dengan
19
Suharsimi Arikunto, Op.Cit ,h. 100
20
Harun Rasyid dan Mansur, Penelitian Hasil Belajar, Bandung: CV Wacana Prima, 2007, h. 225
kata lain derajat kesukaran item itu adalah sedang atau cukup.
21
Hasil uji coba tingkat kesukaran butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.6 di bawah ini:
Tabel 3.6 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal
Jaringan Tumbuhan No.
Kriteria Jumlah Soal
No Butir Soal
1. Sukar
- -
2. Sedang
36 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,15,
17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40
3. Mudah
4 16, 22, 26, 31
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal yang digunakan untuk soal pretest dan postest adalah butir soal dalam kategori sedang, yang
berjumlah 36 soal.
4. Uji Daya Pembeda
Daya beda digunakan untuk mengetahui kemampuan butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan
testee perkemampuan rendah.
22
Daya pembeda instrumen adalah tingkat kemampuan instrumen untuk membedakan antara siswa yakni siswa yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan untuk mencari daya pembeda suatu soal adalah sebagai berikut:
23
�� = � − �
21
Anas Sudijono, Op. Cit, h. 372
22
Ibid, h. 385
23
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Reinika Cipta, 2014, h. 186
Keterangan: DP
: Daya pembeda WL
: Jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok bawah BB
: Jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok atas n
: 27 x N Klasifikasi daya pembeda soal adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda
24
Daya Beda DP Interprestasi Daya Beda
– 0,19 Jelek
0,20 – 0,29
Cukup 0,30
– 0,39 Baik
0,40 – dan seterusnya
Sangat Baik
Seperti halnya angka tingkat kesukaran butir soal, maka tingkat diskriminasi atau daya pembeda ini besarnya berkisar antara 0 nol sampai dengan 1,00. Butir-
butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai tingkat diskriminasi 0,4 sampai 0,7. Sesuai dengan klasifikasi yang ada di Tabel 12, maka hasil uji daya
pembeda dapat dilihat dalam Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Hasil Uji Daya Pembeda Butir Soal
No Keterangan
Butir Soal
1 Jelek
6, 11, 38 2
Cukup 12, 20, 33
3 Baik
1, 3, 4, 5, 9, 13, 14, 16, 18, 19, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 32, 40 4
Sangat Baik 2, 7, 8, 10, 15, 17, 21, 22, 26, 30, 31, 34, 35, 37, 39
5. Uji Pengecoh Distractor
Menganalisis fungsi pengecoh distractor dikenal dengan istilah menganalisis pola penyebaran jawaban butir soal pada soal multiple choice. Pola
tersebut dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban butir
24
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009 h. 274