commit to user
118
5. Hipotesis kelima
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan diperoleh harga p-value kognitif sebesar 0,005 0,05, dan untuk prestasi afektif sebesar 0,578 0,05. Hal ini
menunjukkan adanya interaksi antara metode inkuiri terbimbing dengan aktivitas belajar siswa pada prestasi kognitif tetapi tidak ada interaksi antara metode inkuiri
terbimbing terhadap prestasi belajar afektif. Metode inkuiri terbimbing melatih siswa menemukan sendiri suatu konsep,
mencari tahu cara memecahkan suatu masalah. Penggunaan virtual lab dapat menarik perhatian siswa, siswa akan lebih senang dan aktif dalam menerima materi pelajaran,
sehingga tidak menuntut aktivitas yang tinggi dari siswa, karena aktivitas belajar bisa muncul bila ada sesuatu hal-hal yang dianggap menarik bagi siswa apalagi media
yang digunakan jarang diketahui oleh siswa. Sedangkan pada real lab siswa dituntut untuk mengetahui nama-nama bahan dan alat-alat yang akan digunakan, dan kerja
laboratorium yang harus hati-hati sehingga siswa harus memiliki memiliki keaktifan yang tinggi baik sendiri maupun bersama kelompoknya. Siswa yang memiliki
aktivitas belajar tinggi akan memperoleh prestasi yang lebih baik bila diajar dengan menggunakan virtual lab, tetapi siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah akan
memiliki prestasi yang lebih baik apabila diberi pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan real lab daripada menggunakan metode inkuiri terbimbing
menggunakan virtual lab. Sehingga dapat disimpulkan ada interaksi antara aktivitas belajar dengan metode pembelajaran terhadap prestasi belajar kognitif tetapi tidak ada
interaksi antara metode pembelajaran dengan aktivitas belajar afektif. Hal ini sejalan
commit to user
119
dengan penelitian Sri Lestari 2009 bahwa ada interaksi antara aktivitas belajar dengan metode pembelajaran terhadap prestasi belajar.
6. Hipotesis keenam
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan diperoleh harga p-value kognitif sebesar 0,771 0,05, dan untuk prestasi afektif harga p-value afektif 0,298 0,05.
Hal ini menunjukkan tidak adanya interaksi antara gaya belajar dengan aktivitas belajar baik pada prestasi kognitif maupun prestasi afektif.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa “gaya belajar merupakan kombinasi bagaimana cara yang dilakukan seseorang dalam menyerap informasi dengan mudah”
Bobbi De Porter, 2008. Dalam hal ini mencakup faktor fisik, emosional, sosiologis dan kondisi lingkungan. Sedangkan aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh siswa yang berupa suatu proses mempelajari sesuatu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya belajar dan aktivitas bekerja secara
berurutan dalam mengambil langkah-langkah penting dalam membantu diri seseorang untuk bisa belajar lebih cepat dan lebih mudah. Apapun gaya belajar yang dimiliki
siswa, siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik akan memperoleh prestasi yang lebih baik daripada siswa yang memiliki gaya belajar visual. Sebaliknya berapapun
tingkat aktivitasnya, baik tinggi maupun rendah, siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi akan memperoleh prestasi yang lebih baik dibandingkan siswa yang
memiliki aktivitas belajar rendah. Sehingga dapat disimpulakan bahwa tidak ada interaksi antara gaya belajar dengan aktivitas belajar. Hal ini dimungkinkan karena
banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik
commit to user
120
dalam maupun luar diri siswa selain faktor gaya belajar dan aktivitas belajaryang digunakan dalam penelitian ini, serta tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut di
luar kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian tidak ada interaksi antara gaya belajar dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa.
7. Hipotesis ketujuh