15
2.9 Absorpsi obat topikal
Obat topikal dapat berpenetrasi ke kulit melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar lemak atau diantara sel-sel selaput tanduk. Penetrasi obat umumnya
melalui lapisan epidermis, dan lebih baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan kedua bagian kulit yang terakhir ini lebih kecil
dibandingkan dengan daerah kulit yeng tidak mengandung elemen anatomi. Absorpsi obat perkutan disebabkan penetrasi langsung obat melalui stratum corneum yang
tebalnya 10-15 µm. Selanjutnya obat dapat terus melalui jaringan epidermis yang lebih dalam dan masuk ke dermis. Apabila obat mencapai lapisan pembuluh kulit maka obat
tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum. Stratum corneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semi permebel dan molekul
obat berpenetrasi dengan arah difusi pasif sehingga jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat, kelarutan dalam air dan
koefisien partisi minyak atau airnya. Bahan-bahan yang mempunyai sifat larut dalam minyak dan air merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum corneum
seperti juga melalui epidermis dan lapisan kulit Singer et al., 1999. Bagian kulit yang paling berpengaruh untuk absorpsi obat adalah : bagian
epidermis, kelenjar rambut, kelenjar keringat serta kelenjar minyak . Epidermis adalah lapisan kulit paling luar di mana gel tersebut dioleskan. Tebal epidermis tersebut
berlainan tergantung dari letak kulit, sehingga sangat berpengaruh pada daya penyerapan obat. Bagian epidermis ini dilapisi oleh suatu lapisan film yang terdiri dari
lemak-lemak, yang mempunyai pH sekitar 4,5 - 6,5 sehinga diperoleh absorpsi obat yang berbeda pula.
16
III. BAHAN dan METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Bagian Patologi dan Bagian Farmasi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi KRP, Fakultas Kedokteraan Hewan, Institut Pertanian Bogor
dari bulan Agustus 2006 hingga April 2007. 3.2.
Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mortar dan stamper untuk tempat membuat gel, alat soxlethasi untuk ekstraksi, rotary evaporator untuk
mengentalkan ekstrak, cawan penguap untuk wadah ekstrak, oven, gelas tabung dan plat tetes untuk skrining fitokimia, Viscometer Brookfield untuk pengujian viskositas, kotak
plastik beralaskan sekam dan kawat untuk kandang mencit, anaerobic jar untuk anasthesi, peralatan bedah gunting anatomis untuk bedah, scalpel, plastik, penggaris,
peralatan untuk membuat sedian histopatologi seperti mikrotom, gelas objek dan gelas penutup. Untuk pengamatan histopatologi digunakan mikroskop dan videomikrometer.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan gel ekstrak batang pohon pisang Ambon, sediaan gel komersial, sediaan gel placebo yang terdiri
dari Propilenglikol, Trietaolaminstearat, Aquadest dan Poligel. Bahan –bahan untuk skrining fitokimia adalah ammonia encer, kloroform, HCl 2 N, Reagen Mayer,
Dragendorf, amil alkohol, gelatin 1 , eter, anisaldehid-asam sulfat, Reagen Lieberman-Burchad, dan NaOH.
Eter untuk euthanasia, larutan neutral buffer formalin 10 untuk fiksasi, kapas dan bahan-bahan untuk pembuatan sediaan histopatologi yaitu larutan Mayer’s
Hematoxylin, larutan Eosin, Xylol, alkohol dengan konsentrasi bertingkat 70, 80, 90, 95, 100, larutan Lithium Carbonat, akuades, asam asetat 1, Schiff Reagent,
air sulfit, larutan Mordant, larutan Carrazi’s Hematoxylin, larutan Orange G 0,75, larutan Ponceau Xylidine Fuchsin, larutan Phosphotungstic Acid 2,5, Anilin Blue dan