Pengawas Supervisor Safety Professional

sedangkan responden yang menyatakan ketersediaan Alat Pelindung Diri APD lengkap dan memiliki sikap yang baik 88,1. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,002 P value 0,05 dengan 95CI maka ada hubungan antara ketersediaan Alat Pelindung Diri APD dengan perilaku penggunaan APD di PT Telekomunikasi, Tbk Pekanbaru.

2.4.7. Pengawasan

Kelemahan dari peraturan keselamatan adalah hanya berupa tulisan yang menyebutkan bagaimana seseorang bisa selamat, tetapi tidak mengawasi tindakan aktivitasnya. Pekerja akan cenderung melupakan kewajibannya dalam beberapa hari atau minggu Roughton, 2002 dalam Syaaf, 2008. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan untuk menegakkan peraturan di tempat kerja. Menurut Roughton 2002 dalam Syaaf 2008, beberapa tipe individu yang harus terlibat dalam mengawasi tempat kerja yaitu :

a. Pengawas Supervisor

Setiap pengawas yang ditunjuk harus mendapatkan pelatihan terlebih dahulu mengenai bahaya yang mungkin akan ditemui dan juga pengendaliannya. b. Pekerja Ini merupakan salah satu cara untuk melibatkan pekerja dalam proses keselamatan. Setiap pekerja harus mengerti mengenai potensi bahaya dan cara melindungi diri dan rekan kerjanya dari bahaya tersebut. Mereka yang terlibat dalam pengawasan membutuhkan pelatihan dalam mengenali dan mengendalikan potensi hazard.

c. Safety Professional

Safety Professional harus menyediakan bimbingan dan petunjuk tentang metode inspeksi. Safety Professional dapat diandalkan untuk bertanggung jawab terhadap kesuksesan atau permasalahan dalam program pencegahan dan pengendalian bahaya. Berdasarkan penelitian Arianto Wibowo 2010, diketahui bahwa responden yang menyatakan tidak ada pengawasan dalam penggunaan APD lebih sedikit yaitu 72,3 daripada responden yang menyatakan ada pengawasan 92,4. Hasil uji Chi Square menunjukan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan adanya pengawasan P =0,000 Pvalue0,05 dengan OR 32,53310,535-100,468 2.4.8. Hukuman dan Penghargaan Menurut Geller 2001 dalam Syaaf 2008 hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan. Hukuman dapat menekan atau melemahkan perilaku. Hukuman tidak hanya berorientasi untuk meghukum pekerja yang melanggar peraturan, melainkan sebagai control terhadap lingkungan kerja sehingga pekerja terlindung dari insiden. Sedangkan penghargaan menurut Geller 2001 dalam Syaaf 2008 adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang diharapkan. Jika digunakan sebagaimana mestinya, penghargaan dapat memberikan yang terbaik kepada setiap orang karena penghargaan membentuk parasaan percaya diri, penghargaan diri, pengendalian diri, optimistisme, dan rasa memiliki. Berdasarkan penelitian Syaaf 2008, diketahui bahwa responden yang menyatakan tidak ada kebijakan dalam penggunaan APD lebih sedikit yaitu 86,5 daripada responden yang menyatakan ada kebijakan 93,2. Hasil uji Chi Square menunjukan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan kebijakan P = 0,000 P value0.05. Menurut Wilde dalam Syaaf 2008 penekanan pada hukuman dapat memotivasi perilaku seseorang dalam keselamatan, namun bukti dari efektifitasnya tidak diketahui dengan pasti. Adapun kelemahan dari hukuman ini adalah : a. Efek Atribusi. Sebagai contoh, menilai seseorang sebagai karakteristik yang tidak diharapkan dapat merangsang seseorang untuk berperilaku seperti mereka benar-benar memiliki karakteristik itu. Menilai seseorang tidak bertanggung jawab akan membuat mereka berperilaku seperti itu. b. Penekanan pada pengendalian proses pembentukan perilaku. Sebagai contoh menggunakan alat pelindung diri atau mematuhi batas kecepatan kerja daripada menekankan pada hasil akhir yang ingin dicapai yaitu keselamatan. Pengendalian proses tidak praktis untuk didesain dan diimplementasikan serta tidak dapat merangkum seluruh perilaku yang tidak diharapkan dari pekerja dalam setiap waktu. c. Hukuman membawa efek samping negatif. Hukuman menimbulkan disfungsi iklim organisasi yang tidak ditandai oleh dendam, tidak mau bekerja sama, sikap antagonis, bahkan sabotase. Hasilnya, perilaku yang tidak diharapkan mungkin akan muncul.

2.5. Alat Pelindung Diri APD Pengelasan

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja penjahit sektor usaha informal i wilayah Ketapang Cipondoh Tangerang tahun 2009

2 13 167

Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014

1 12 100

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI DI PT. LEMBAH KARET PADANGTAHUN 2014.

1 11 10

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Karyawan Di Bagian Pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2017

0 0 18

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Karyawan Di Bagian Pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2017

0 0 2

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Karyawan Di Bagian Pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2017

0 0 7

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Karyawan Di Bagian Pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2017

0 0 42

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Karyawan Di Bagian Pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2017

1 6 4

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Karyawan Di Bagian Pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2017

0 0 40

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA PENGELASAN INFORMAL

0 3 11