Dasar Hukum Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

2. Dasar Hukum Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Dari penjelasan di atas, dapat dimengerti bahwa fikih tidak membicarakan pencatatan perkawinan. Hal ini tentu berbeda dengan ketentuan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak saja menempatkan pencatatan perkawinan sebagai sesuatu hal yang penting, tetapi juga menjelaskan mekanisme bagaimana pencatatan perkawinan itu dilaksanakan. Undang-undang Perkawinan menempatkan pencatatan perkawinan pada suatu tempat yang penting sebagai pembuktian telah diadakannya perkawinan. Hal tersebut diatur oleh Undang-Undang Perkawinan tentang Pencatatan Perkawinan pasal 2 ayat 2, yang berbunyi : 2. Tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. 15 Pada pasal 2 ayat 2 ini, di dalam penjelasannya tidak ada uraian yang lebih rinci, perbuatan pencatatan itu harus sudah jelas menetukan sahnya suatu perkawinan. pasal itu menyatakan bahwa peristiwa perkawinan itu memang ada dan terjadi, jadi semata-mata bersifat administratif. Sedangkan soal sahnya perkawinan Undang-undang Perkawinan dengan tegas menyatakan pada pasal 2 ayat 1, yang berbunyi 1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. 16 15 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia 1974, h 71 16 K. Wantjik Shaleh, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia 1978, h 17 Dengan demikian, pencatatan perkawinan ini berada pada pasal 2 sebagai kelanjutan dari pasal 1 di dalam Undang-undang Perkawinan, menurut salah satu ayat kelanjutannya masalah pencatatan ini sangat dominan. Ini akan tampak dengan jelas menyangkut berhubungan dengan pencatatan, yakni perkawinan harus sah dan harus dicatat. Tidaklah berlebihan jika ada sementara pakar hukum yang menempatkannya sebagai syarat administratif yang juga menentukan sah tidaknya sebuah perkawinan. Pola pemikiran demikian menurut penulis termasuk maslahah mursalah, artinya dengan pencatatan perkawinan akan lebih maslahat.

3. Dasar Hukum Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI