Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Fakta-fakta atau fenomena tumbuh dan berkembangnya BMT bisa disebut sebagai gerakan BMT. Penyebutan sebagai gerakan adalah untuk menekankan
aspek idealistik BMT yang ingin memperbaiki nasib masyarakat golongan ekonomi bawah serta keterkaitannya dengan nilai-nilai Islam. Penyebutan
sebagai gerakan juga sebagai penghormatan dan penghargaan bagi para penggiatnya, yaitu mereka yang merintis, mengelola, dan mengembangkan
BMT. Para penggiat tersebut pada umumnya mereka bersedia berkorban materi atau tenaga, sekurang-kurangnya bersedia mendapat imbalan kerja yang relatif
lebih rendah dibandingkan jika bekerja di tempat lain. Padahal, sebagian dari mereka memiliki kapabilitas pribadi yang cukup memadai, yang jika diinginkan,
sangat memungkinkan bagi mereka bergiat di tempat lain dengan imbalan ekonomi yang jauh lebih baik.
2
Berdasarkan hasil survei penulis dengan beberapa pegawai BMT di Kota Tangerang Selatan, bahwa mayoritas pegawai yang bekerja di BMT adalah
lulusan sekolah menengah atas SMA dengan rata-rata penghasilan yang mereka terima setara dengan pendapatan UMK Upah Minimum Kabupaten untuk kota
Tangerang Selatan sebesar Rp.2.200.000, untuk tahun 2013.
3
Akibatnya mereka
2
Euis Amalia, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, Jakarta, PT. Rajawali Press, 2009, h.81.
3
Daftar UMP dan UMK Tahun 2013 artikel diakses pada tanggal 28 Oktober 2013 dari http:fspmiptbi.orgdaftar-umr-ump-umk-tahun-2013
.
harus cerdas dan pandai dalam mengelola keuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Pada umumnya salah satu keluhan masyarakat dan khususnya para karyawan ketika mereka menerima gaji adalah mereka sangat tertekan karena
gaji yang diterima dianggap terlalu kecil dan tidak pernah bisa mencukupi kebutuhan yang ada. Sedikitnya ada empat penyebab mengapa sering kali gaji
yang diperoleh seorang pegawai atau karyawan tidak mencukupi.
4
Permasalahan pertama yakni melambungnya biaya hidup. Perbedaan wilayah dan pola hidup antarkota tanpa disadari memberikan efek yang cukup
terasa. Sebagai pemecahan, patokan UMR Upah Minimal Regional dan UMP Upah Minimum Propinsi mulai digunakan sejak berlakunya Undang-Undang
Ketenagakerjaan. UMR dan UMP terbukti cukup menolong ketika perbedaan biaya hidup antarkota semakin mencolok. Di sini dapat ditarik hubungan timbal
balik yang berbanding lurus antara besarnya gaji dengan biaya hidup pada suatu wilayah. Hampir sama dengan hukum permintaan barang law of product
demand yang menyatakan “semakin tinggi angka permintaan produk, maka
semakin tinggi pula harga jual”, maka tak dapat dipungkiri juga hukum tersebut berlaku pada sistem penggajian di suatu wilayah. Semakin besar gaji yang
diperoleh maka semakin tinggi pula biaya hidup suatu wilayah.
4
Anggoro Prasetyo, Employionaire Karyawan Berkehidupan Direktur, PT. Citra Media, 2010, hal. 2.
Permasalahan yang kedua yakni peningkatan biaya hidup yang berkelanjutan. Dari waktu ke waktu, harga barang-barang kebutuhan manusia
justru semakin melambung tinggi. Sejarah pun belum pernah mencatat harga suatu barang mengalami penurunan ketika zaman semakin modern.
Permasalahan yang ketiga yakni pola belanja konsumtif yang masih dibudayakan. Tidak dapat disangkal memang, bagi sebagian besar manusia
sangat sukar mengendalikan hasrat berbelanja ketika di tangan mereka justru sedang melimpah uang. Tidak pernah merasa puas merupakan sifat dasar
manusia, sedikit mendekati kata serakah. Sifat dasar itu apabila tidak berusaha ditahan akan berakibat fatal bagi manusia itu sendiri. Sebagai akibatnya,
penghasilan yang baru saja diterima akan habis begitu saja tanpa tersisa, karena tujuan mereka berbelanja bukan berdasarkan
„kebutuhan‟ melainkan hanya mengikuti
„keinginan‟ hasratnya.
Permasalahan yang keempat yakni hilangnya kesadaran menyisihkan gaji. Pola hidup konsumtif yang telah lama dianut kaum modern ternyata mampu
merobohkan tembok kokoh semacam budaya menabung yang sejak dahulu kala sudah dianut oleh banyak orang sehingga hidup boroslah yang menggantikan.
Ada beberapa alasan mengapa perencanaan keuangan diperlukan sehingga menjadi bagian penting dalam manajemen rumah tangga seorang muslim, yaitu
adanya tujuan keuangan yang ingin dicapai, tingginya biaya hidup dari waktu ke
waktu, keadaan perekonomian Indonesia tidak selamanya baik ada kalanya krisis, fisik manusia tidak selamanya akan selalu sehat, serta banyaknya produk
keuangan yang ditawarkan. Secara umum kesadaran akan pentingnya perencanaan keuangan di
kalangan keluarga muslim sudah cukup tinggi. Meskipun ada juga sebagian yang menganggap rezeki itu sudah sunnatullah sehingga tidak perlu direncanakan atau
diprogram segala rupa. Dengan perencanaan keuangan, dapat diharapkan bahwa pola belanja konsumtif yang selama ini menjadi pola belanja mayoritas orang
akan lebih terkontrol dengan baik. Perencanaan keuangan syariah tidak hanya dapat dilakukan oleh pegawai
yang memiliki pendapatan yang tinggi, tetapi perencanaan ini juga dapat dilakukan oleh pegawai BMT yang berpenghasilan minim. Keadaan yang pas-
pasan bisa terjadi karena perencanaan yang kurang teliti dalam membelanjakan uang yang dimiliki. Selain itu aspek ibadah terkadang luput dari perhitungan,
padahal zakat, infak, dan sedekah dapat meningkatkan rezeki seseorang bila memang dikeluarkan secara ikhlas.
Perbandingan standar gaji antara pegawai bank syariah dengan pegawai BMT sudah jelas tentu memiliki perbedaan yang nyata. Oleh sebab itu, peneliti
akan melakukan penelitian berkaitan dengan bagaimana tingkat kesadaran,
pengetahuan, pemahaman, dan sikap pegawai BMT dalam membuat perencanaan keuangan syariah sehingga peneliti tertarik mengambil lokasi penelitian di BMT.
Tingkat pendapatan dan pendidikan seseorang sangat berkaitan erat satu dengan yang lainnya, sehingga biasanya orang yang memiliki tingkat pendapatan
yang besar cenderung mengenyam pendidikan yang tinggi begitu pula sebaliknya. Dengan pendapatan dan pendidikan yang berbeda seseorang akan
mempunyai persepsi yang berbeda pula pada suatu hak, misalnya dalam membuat perencanaan keuangan syariah.
Dengan mengetahui bagaimana tingkat kesadaran pegawai BMT dalam membuat perencanaan keuangan syariah, maka akan diperoleh gambaran umum
perekonomian pegawai BMT terutama mengenai tujuan hidup mereka serta bagaimana cara mereka mewujudkan tujuan tersebut. Tingkat pendapatan,
pendidikan serta jenis kelamin yang berbeda memungkinkan terjadinya perbedaan ketertarikan pegawai BMT
pada perencanaan keuangan syariah. Dari uraian di atas penulis merasa perlu menuangkannya dalam bentuk
skripsi dengan judul
“Tingkat Kesadaran Pegawai Baitul Maal Wal Tamwiil Dalam Membuat Perencanaan Keuangan Syariah Studi Pada Pegawai
BMT di Kota Tangerang Selatan”.