9. Model Kualitas Pelayanan service quality
Model kualitas jasa yang populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah servqual service quality yang dikembangkan oleh Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sector jasa; reparasi peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh,
perbankan ritel, dan pialang sekuritas. Dalam
model service quality,
kualitas jasa didefinisikan sebagai ”penilaian atau sikap global berkenaan dengan superioritas suatu jasa parasuraman,et al., 1985;p.16.
Definisi ini didasarkan pada tiga landasan konseptual utama yakni; 1 kualitas jasa lebih sukar dievaluasi konsumen dari pada kualitas barang; 2 persepsi terhadap kualitas jasa
merupakan hasil dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa; dan 3 evaluasi kualitas tidak hanya dilakukan atas hasil jasa, namun juga mencakup
evaluasi terhadap proses penyampain jasa. Model
service quality meliputi analisis terhadap lima gap yang berpengaruh
terhadap kualitas jasa. Berikut gambar konseptual Service Quality :
Gambar 2.3 Model Konseptual Servqual
Komunikasi Gethok Tular
Persepsi Manajemen atas Harapan Pelanggan
Spesifikasi Kualitas Jasa
Komunikasi Eksternal pada Pelanggan
Penyampaian Jasa
Jasa yang Dipersepsikan Jasa yang Diharapkan
Kebutuhan Pribadi
Pengalaman Masa Lalu
P E M A S A R
GAP 1 GAP 5
GAP 4
GAP 3
GAP 2
Sumber: Zeithaml, V.A., et. al. 1990:46
Gap pertama adalah kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan knowledge gap. Pihak manajemen perusahaan
tidak selalu dapat memahami harapan pelanggan secara akurat. Contohnya, pengelola jasa katering bisa saja mengira bahwa para pelanggannya lebih mengutamakan ketepatan
waktu pengantaran makanan dan kuantitas porsi makanan yang ditawarkan, padahal mereka justru lebih mementingkan variasi menu yang di sajikan.
Gap kedua berupa perbedaan antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa standars gap. Dalam situasi- situasi tertentu,
manajemen mungkin mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, namun mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Ini bisa karena tiga penyebab
antara lain; 1 tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa; 2 kekurangan sumber daya; dan atau 3 adanya kelebihan permintaan. Contohnya,
manajemen sebuah bank meminta para stafnya agar melayani nasabah dengan ’cepat’, tanpa merinci standar atau ukuran waktu pelayanan yang bisa di kategorikan cepat.
Gap ketiga berupa perbedaan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa delivery gap. Gap ini bisa di sebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:
karyawan kurang terlatih belum menguasai tugasnya; beban kerja terlampau berlebihan; standar kinerja tidak dapat di penuhi karyawan; atau bahkan karyawan tidak
bersedia memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu, mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar- standar yang kadang kala saling bertentangan satu sama lain.
Misalnya para perawat diwajibkan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan masalah pasien, tetapi di sisi lain mereka juga diharuskan melayani para pasien dengan
cepat.
Gap keempat berupa perbedaan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal comunications gap. Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi iklan dan
pernyataan janji slogan yang dibuat perusahaan. Risikonya, harapan pelanggan bisa membumbung tinggi dan sulit dipenuhi, terutama jika perusahaan memberikan janji yang
muluk- muluk. Misalnya, brosur sebuah lembaga pendidikan mengklaim bahwa lembaganya merupakan terbaik; memiliki sarana dan fasilitas perkuliahan, fasilitas
komputer dan Internet, serta perpustakaan yang lengkap; dan staf pengajarnya profesional dan berkualifikasi S2 dan S3. Akan tetapi, bila calon pelanggan datang dan mendapati
bahwa ternyata apa yang tercantum di brosur dan yang dijumpai di lapangan sangat berbeda, maka sesungguhnya komunikasi eksternal yang disampaikan telah mendistorsi
harapan pelanggan.Akibatnya, persepsi terhadap kualitas jasa lembaga pendidikan tersebut menjadi negatif.
Sedangkan, gap kelima adalah kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan service gap. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja
prestasi perusahaan dengan caraukuran yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Sebagai contoh, seorang dokter mungkin ingin
selalu mengunjungi pasiennya demi menunjukkan perhatiannya. Akan tetapi, sang pasien bisa mengartikannya berbeda. Ia mungkin saja menginterpretasikannya sebagai indikasi
bahwa ada yang tidak beres berkenaan dengan penyakit yang dideritanya. Gap kelima berkaitan dengan perspektif pelanggan terhadap lima dimensi kualitas jasa, yakni
reliabilitas, daya tanggap, jaminan,empati, dan bukti fisik
35
Gambar 2. 4 Model Servqual yang Diperluas
35
Fandy Tjiptono, Pemasaran Jasa, Malang;,Bayumedia Publishing, 2005, Cet 1, hal. 262- 270
Marketing Research Operation Upward Communication
Sumber: Zeithaml,et al. 1990:131
B. Loyalitas 1. Pengertian Pelanggan