245 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
Dalam pembelajaran ini para peserta didik memahami bahwa sikap Gereja menolak keras setiap tindakan kekerasan yang merendahkan martabat manusia.
Yesus adalah tokoh teladan yang sempurna yang mengajarkan dan mempraktik dalam hidup-Nya dengan budaya kasih ketika mengalami kekerasan yang dilakukan
oleh sesamanya sendiri bangsa Yahudi dan penguasa kolonial Romawi.
Kegiatan Pembelajaran
Pembuka: Doa
• Guru mengajarkan para peserta didik untuk mengawali pelajaran dengan doa, misalnya seperti doa berikut.
Bapa yang penuh kasih, Pada kesempatan ini, kami akan belajar tentang budaya kasih yang dapat mengatasi
segala bentuk kekerasan yang terjadi dalam hidup kami. Bimbinglah kami ya Bapa, agar melalui pelajaran ini, kami pun semakin memahami ajaran Yesus tentang kasih
dan melaksanakannya dalam hidup kami sesuai teladan Yesus Kristus. Amin.
Langkah Pertama: Mengamati dan Menganalisis Konlik dan Kekerasan di Tanah Air
1. Menggali Makna Konlik dan Kekerasan di Indonesia
• Guru mengajak para peserta didik untuk mengungkapkan pemahamannya tentang makna konlik dan kekerasan di Indonesia.
2. Menyimak Kisah Kekerasan di Sekitar Kita
• Guru mengajak para peserta didik untuk membaca dan menyimak kisah berikut ini.
Pastor John Djonga Berjuang Di Tanah Konlik
Kasus kekerasan di Papua belum juga surut. Dalam beberapa bulan belakangan ini, penembakan terhadap baik warga sipil maupun militer kembali terjadi. pada
tengah situasi politik dan keamanan yang tak menentu, John Djonga melepas jubah pastornya. Ia ikut berjibaku bersama warga Papua memperjuangkan Hak Asasi
Manusia. Kampung kecil Hupeba terletak sepuluh kilometer dari pusat Kota Wamena, Jayawijaya, Papua. Pastor John sapaannya tinggal di sebuah rumah papan sederhana.
Di tepi Sungai Baliem dan dikelilingi pegunungan. Udara pagi yang menusuk tulang, tak meng-halangi Pastor John memeriksa pekarangan yang ditanami aneka pohon.
Ia juga berternak ayam dan ikan.
246
Buku Guru Kelas XI SMASMK
Menginjak usia 54 tahun, Pastor John sudah menghabiskan setengah hidupnya di Bumi Cendrawasih. Berpindah dari satu desa ke desa yang lain memberikan
pengharapan kepada masyarakat. Sosoknya dikenal peduli persoalan kemanusiaan. Berkat sepak terjangnya ia mendapatkan penghargaan HAM, Yap hiam Hien tahun
2009. Setelah selesai memeriksa tanaman dan ternaknya, lelaki asal Flores, Nusa Tenggara Timur itu menghidupkan sepeda motor. Ia ke Kota Wamena membela
kasus para pedagang buah pinang yang tersingkir. Orang Papua memiliki kebiasaan mengunyah buah pinang, mirip seperti kebutuhan minum air putih setiap hari.
“Ada sekitar 30 mama janda yang jual pinang, mengeluhnya satu saja: Pater, kenapa ini kami baru jual satu kilogram pinang, tetapi kenapa pendatang ini, yang pengusaha
besar, mereka juga jual pinang. Ini kami sulit bergerak, karena modalnya ada, kami tidak. Lalu kami mau apa?,” tuturnya. Berjaket hitam dan celana pendek Pastor
John meluncur dengan sepeda motor sport kesayangannya. Di tengah perjalanan, ia sempat cerita tentang aktivitasnya membela warga kampung Hupeba. Kata dia
pihak TNI selalu awasi gerak-geriknya. “Mereka sudah pantau kegiatan saya setiap hari. Mereka suka tanya dengan anak-anak yang tinggal bersama saya. Kalau buat
pertemuan itu, tentang apa? Jadi seperti dulu mereka memantau saya,” ceritanya.
• Diancam dibunuh
Tahun 2007, saat berjibaku dengan warga di perbatasan, Kabupaten Keerom, lelaki bertumbuh tambun ini pernah mendapat ancaman dari aparat militer. Ia akan
dikubur di kedalaman 700 meter Sebabnya, Pastor John kerap menyuarakan hak-hak warga setempat yang terintimidasi dengan penyisiran aparat militer yang mencari
anggota OPM dengan senjata lengkap. Ia sempat protes kepada militer karena pernah salah tembak warga sipil hingga tewas.“Di sana juga saya berhadapan dengan cara
pandang militer, polisi, yang sampai saat saya juga dituduh Pastor OPM. Tapi sudah, saya pikir, bagaimana supaya OPM dan TNI tidak terjadi serang-menyerang, bunuh
membunuh, tembak-menembak, maka pendekatan pastoral yang saya pakai. Walau pun TNI atau OPM-nya dari Islam, ketika kita omong tentang kemanusiaan, saya
pikir, tidak ada batas lagi,” tegasnya.
Setibanya di Kota Wamena, di tepi jalan perempuan setempat yang disebut mama- mama penjual buah pinang berbaris di depan meja papan dagangan mereka. Tak
jauh dari sana pertokoan besar menjual buah serupa. Pastor John menghampiri salah satu dari pedagang, Selira Wenda.“Saya Pater John, yang kali lalu suruh Lidia Seiep,
Dorkas Kossay untuk cek mama-mama. Apa perasaan mama-mama selama ini? Ada dukungan dari pemerintahkah jual pinang ini? Terus kami kumpulin itu tanya
nanti kita mau ketemu dengan DPR. Ngomong saja. Jangan takut. Menurut mama bagaimana?” ucapnya. Selira menjawab, ”Sekarang mereka, ruko-ruko itu banyak
juga. Tapi mereka tak tahu, kami ini orang Papua, tak beri bantuan. Kita maunya dikasih bantuan, kasih modal saja boleh…”
247 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
Kedatangan Pastor John mengundang perhatian para pejalan kaki. Di antaranya, John Wenda, “Tak pernah ada bantuan dari pemerintah. Ini usaha ibu-ibu, bawa sayur,
kayu, pinang, ini untuk biaya anak di Jakarta, Jayapura, di mana-mana. Usaha ibu ini sampai 2-3 jutabulan, itu untuk biaya sekolah anak lewat hasil pinang dan sayur. Jadi,
orang-orang pejabat di sini itu berhasil karena hasil-hasil pinang, babi, sayur, dan ubi. Jadi, pemerintah di sini tak pernah bantu. Jadi masyarakat kecewa.”Tersingkirnya
pedagang pinang setempat oleh pendatang adalah potret kegagalan pemerintah daerah mensejahterakan warganya. Di balik keindahan dan kesuburan alam Wamena
kehidupan warganya masih terjerat kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik BPS lebih dari seperempat warga di sana atau sekitar 15 ribu jiwa tak bisa memenuhi
kebutuhan hidup dasar seperti makan, rumah, dan pekerjaan. Bangkitkan kesadaran warga
Belasan orang duduk melingkar di ruang tamu rumah Pastor John. Saat itu, ia mengumpulkan jajaran pimpinan jemaat Gereja dari pelbagai kampung. “Kita saat
ini mengalami krisis kepemimpinan. Dalam adat itu ada krisis kepemimpinan. Dalam pemerintahan ini, lebih jahat. Sekarang ini makin ramai korupsi. Hak-hak rakyat
dirampas…,” ucapnya. Jelang pemilihan bupati dan wakil bupati Wamena pada Kamis esok 199-red, Pastor John mengingatkan kepada jajaran pemimpin jemaat untuk
tak memilih politikus busuk atau yang memiliki rekam jejak bermasalah seperti kasus korupsi. Menurut salah satu pemimpin jemaat dari kampung Kurima, Didimus Seiep,
cara penyampaian ceramah Pastor John lebih mudah dimengerti, lantaran menyentuh persoalan yang dihadapi masyarakat.
“Kasus di kampung itu, seperti tadi. Kehilangan kepemimpinan seperti tadi. Dulu kepemimpinan di sini ada kepala suku. Wam, itu kesuburan. Kemudian ada
kepala suku perang. Tapi di dalamnya ada urus kebun. Ini itu. Tapi sekarang itu, orang-orangnya ada. Hanya saja, dia sendiri tak sadar tugasnya,” imbuhnya. Pesan
itu merupakan bahan khotbah untuk disampaikan ke seluruh penduduk kampung melalui ibadah Mingguan. Selama lebih dari 25 tahun hidup di Papua, Pastor John
menilai tak ada perubahan yang berarti bagi kesejahteraan warga. Otonomi Khusus Papua dengan dana belasan triliun rupiah tak berdampak kepada perbaikan pelayanan
publik seperti pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Ia mencurigai dana tersebut dikorupsi, seraya berharap Komisi Pemberantasan Korupsi KPK menyelidiki.
“Di Papua ini, sistem pemerintahan, ada banyak orang yang jadi pejabat, atau bupati, tapi mereka mengelola pemerintahan itu seperti pemerintahan adat. Dan ini
banyak korupsinya. Mungkin saja, mereka korupsi bukan untuk kepentingan pribadi. Tapi untuk bagi-bagi masyarakat datang minta. Tapi menurut saya, pemerintahan
seperti itu ya harus cepat ditanggapi oleh pemerintah pusat, provinsi. Bahwa ini bukan pemerintahan adat. Ini pemerintahan Republik Indonesia,” ungkap Pastor John.
Selain menyoroti persoalan korupsi di pemerintahan daerah, pekerjaan rumah Pastor John lainnya berupaya mengembalikan kesadaran kritis warga yang trauma
terhadap operasi militer selama beberapa dekade. Ia mulai merintis Papuan Voices,
248
Buku Guru Kelas XI SMASMK
sebuah kelompok anak muda Papua yang peduli dengan persoalan kesejahteraan warga.“Cara melawan dengan panah, dengan tombak, dengan senjata, kita coba
supaya masyarakat itu, bisa menggunakan pena untuk menginvestigasi, membuat laporan, tulisan. Itu yang menurut saya lebih penting. Dengan melihat ketidakadilan
itu dengan cara menulis. Kini, usia Pastor John tak lagi muda. Salah satu koleganya Pendeta Benny Giay, menilai belum ada yang bisa menggantikan posisinya sebagai
pemuka agama sekaligus pejuang HAM.“Dia itu pastor yang saya pikir berbaur dengan umat. Dan itu menurut saya Pastor yang ideal. Pastor yang tenggelam dalam
rawa-rawa penderitaan umat. Bisa kasih tunjuk masyarakat, mari kita keluar. Nah, dia ada di situ. Saya pikir Pastor John ini masih ada energi sisa. Tapi kami, dan yang
lain-lain sudah mulai turun, sudah aus, sudah capek. Tapi pertanyaan saya ke Mas. Mas tolong tanya dia itu, masih ada energikah? Kalau ada, bagaimana bagi-bagi ke
yang lain-lain?” katanya.
Pastor John menimpali, ”Sebenarnya energi itu bukan tidak bisa hilang. Tapi makin hari, kita makin berusia lanjut. Tapi sampai saat ini saya merasa energi itu
masih ada. Energi supaya masyarakat bisa hidup tenang, aman, di atas tanah mereka sendiri. Karena itu, saya bekerja. Meneguhkan mereka.”
Sumber: KBR68H
3. Diskusi