Strategi Penanggulangan Dampak Keberadaan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Di Kabupaten Kampar

(1)

KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN

KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR

OLEH :

IRWAN EFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

IRWAN EFENDI. Strategi Penanggulangan Dampak Keberadaan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Di Kabupaten Kampar. Dibimbing oleh W.H.LIMBONG sebagai ketua dan SUMARDJO sebagai anggota.

Data Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar Tahun 2004, tercatat sebanyak 25 unit Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) di Kabupaten Kampar. Konsekuensi keberadaan PKS dapat menimbulkan dampak positif dan negatif.

Penelitian telah dilaksanakan di Kabupaten Kampar, Kecamatan Tapung, Tapung Hulu, dan Tapung Hilir. Penelitian ini berlangsung dari bulan April 2005 sampai Juli 2005. Penarikan sampel secara purposive sampling, 10 unit pabrik dan 60 orang masyarakat. Data diolah secara deskriptif, analisa rancangan strategi dengan Meta Matriks Situs Tertata. Perancangan program menggunakan metode Logical framework Approach (LFA).

Penelitian ini menunjukan bahwa proses pendirian PKS belum memperhatikan lingkungan. Stakeholders dalam memberikan rekomendasi izin pendirian PKS kurang pengetahuan tentang lingkungan. Keberadaan PKS memberikan dampak positif terhadap tingkat pendidikan, perumahan, tenaga kerja dan lapangan kerja, serta pendapatan. Dampak negatif terhadap kesehatan dan pencemaran lingkungan. Dampak eksternal positif adalah bertambahnya fasilitas pendidikan, kesehatan, dan terbukanya lapangan kerja baru. Dampak negatifnya terjadi alih fungsi lahan, pencemaran lingkungan, bertambahnya penduduk pendatang, dan kerawan keamanan.

Rancangan strategi kajian ini adalah menciptakan lapangan pekerjaan baru, menumbuhkan dan pengembangan UKM, serta membuka kesempatan kerja. Program utama yang harus dilakukan adalah membuka peluang kepada masyarakat untuk memperoleh kesempatan pada setiap bidang pekerjaan.


(3)

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK

KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN

KELAPA SAWIT DI KABUPATE N KAMPAR

IRWAN EFENDI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

Judul Tugas Akhir : Strategi Penanggulangan Dampak Keberadaan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Di Kabupaten Kampar Nama : Irwan Efendi

NRP : A.153024645

.

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. W.H.Limbong, MS. Dr.Ir. Sumardjo, MS.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(5)

Hak Cipta Milik Irwan Efendi, Tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan mamperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, mikrofilm,dan sebagainya tanpa izin tertulis dari Institus Pertanian Bogor


(6)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Penanggulangan Dampak Keberadaan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kabupaten Kampar adalah benar karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua informasi yang berasal atau yang disebutkan dalam teks dicant umkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tugas ini.

Bogor, Februari 2006

Irwan Efendi A.153024645


(7)

MOHON MAAF,

PADA HALAMAN INI SESUAI DENGAN ASLINYA TIDAK ADA.


(8)

1

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan usaha masyarakat bersama pemerintah untuk mengembangkan output serta adanya perbaikan atau perubahan yang positif dalam struktur kehidupan masyarakat. Dalam penyusunan program-program pembangunan baik pada tingkat nasional, regional atau lokal, pengarahan terhadap berbagai permasalahan pembangunan merupakan sikap dasar yang penting untuk menggunakan mata rantai perencanaan pembangunan yang sesuai guna membentuk suatu proses pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu kebijakan pemerintah terutama dalam menghadapi situasi ekonomi yang ditandai dengan hilangnya bom minyak dan melemahnya daya serap tenaga kerja pada sektor pertanian adalah dengan mempercepat pertumbuhan sektor industri.

Dalam upaya pembangunan sektor industri terutama pabrik pengolahan kelapa sawit, diharapkan akan mampu memberikan dampak yang positif terutama pada sektor pertanian. Disamping itu keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit diharapkan mampu memberikan dukungan pada daerah setelah menurunnya sektor migas yang sebelumnya tidak direncanakan. Sebagaimana diamanatkan dalam GBHN bahwa pembangunan sektor industri yang akan dilaksanakan adalah bagian dari usaha jangka panjang untuk merubah struktur ekonomi yang seimbang dimana kondisi perekonomian dengan industri yang kuat dengan didukung oleh sektor pertanian yang tangguh.


(9)

Sejak tahun 1848, tanaman kelapa sawit telah dikenal di Indonesia. Pada awalnya hanya berkembang di Sumatera bagian utara, yang kemudian berkembang di 16 Provinsi. Tanaman ini mula- mula dikembangkan oleh perkebunan negara dan swasta asing, kemudian di ik uti oleh swasta nasional dan rakyat (Lubis, 1990).

Potensi perkebunan di Kabupaten Kampar cukup besar. Jenis tanaman yang paling banyak dikembangkan adalah kelapa sawit yang mencapai 241.486 Ha. Mayoritas usaha perkebunan kelapa sawit ini adalah perkebunan besar swasta dengan luas 93.783 Ha dan produksi 321.041 Ton, kemudian perkebunan rakyat dengan luas 306.797 Ha dan perkebunan besar negara 104.803 Ha (Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar, 2004).

Pengolahan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) saat ini menjadi suatu bentuk investasi yang banyak terlihat, terutama pada beberapa Kabupaten di Provinsi Riau, salah satunya Kabupaten Kampar yang letaknya sangat strategis. Pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) ini tidak terlepas dari keberadaan luas lahan yang telah produktif.

Dari data Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar Tahun 2004, tercatat sebanyak 25 unit pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar, dimana 17 unit pabrik diantaranya berada di daerah Tapung. Sebagai konsekuensi dari keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit dapat menimbulkan berbagai dampak yang bersifat positif maupun bersifat negatif. Dampak positif pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat yang seluas- luasnya, sedangkan dampak negatif diupayakan seminimal mungkin atau kalau bisa dihilangkan sama sekali.


(10)

Sehubungan dengan hal di atas, timbul pertanyaan Pokok Kajian, yaitu “Bagaimana strategi penanggulangan dampak keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar?”.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan khusus di Daerah Kabupaten Kampar yang berkenaan dengan proses pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit yang garis besarnya secara sederhana dapat dikemukakan bahwa keterlibatan stakeholders Kabupaten, Kecamatan hingga ke tingkat Desa belum memperhatikan aspek lingkungan dalam pemberian rekomendasi berdirinya pabrik. Hal ini ditandai dengan banyaknya jumlah pabrik yang didirikan berada pada pemukimam masyarakat, untuk itu perlu dikaji “Sejauh mana proses pembangunan Pabrik Kelapa Sawit sudah memperhatikan aspek kondisi lingkungan masyarakat di Kabupaten Kampar?”

Secara nyata dampak positif dari keberadaan pabrik Pengolahan Kelapa sawit ini dapat ditunjukan oleh perluasan lapangan pekerjaan, perluasan areal perkebunan kelapa sawit, meningkatnya pendapatan masyarakat, meningkatnya pendidikan formal bagi masyarakat, meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Dampak negatif bila tidak direncanakan secara cermat akan muncul seperti halnya pencemaran lingkungan, dan peningkatan penderita penyakit, untuk itu perlu dikaji “Sejauh mana dampak sosial ekonomi dari keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar?”

Keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit juga menimbulkan dampak eksternal yang secara tidak langsung dapat merubah tatanan sosial ekonomi


(11)

masyarakat. Perubahan tersebut bisa bersifat positif ataupun negatif. Secara nyata dampak eksternal positif keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit dapat dilihat dari adanya peningkatan peluang lapangan pekerjaan, berdirinya kios-kios sarana produksi, rumah makan dan restoran, pelayanan kesehatan dan fasilitas umum lainnya. Sedangkan dampak negatifnya dapat dilihat seperti munculnya penyakit masyarakat (pekat) seperti peningkatan tempat-tempat hiburan malam dan pencurian terhadap Tandan Buah Segar pada lahan- lahan perkebunan kelapa sawit. Yang menjadi pertanyaan adalah “Sampai sejauh mana dampak ekternal dari keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar?”

Diharapkan dengan menjawab pertanyaan pokok dan pertanyaan spesifik kajian yang timbul di atas, akan dapat membantu menjawab strategi yang tepat untuk penanggulangan dampak keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar.

1.3. Tujuan dan Manfaat

1.3.1. Tujuan Kajian

Sesuai dengan permasala han yang ada, maka kajian ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai.

1. Mendiskripsikan permasalahan terkait proses pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit dari aspek kondisi lingkungan sosial masyarakat di Kabupaten Kampar.

2. Mendiskripsikan kondisi sosial ekonomi masyarakat berhubungan dengan keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar.


(12)

3. Mendeskripsikan dampak ekternal terhadap keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar.

4. Merumuskan strategi dan rancangan program penanggulangan dampak keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar

1.3.2. Manfaat Kajian

Berdasarkan permasalahan dan tujuan tersebut diharapkan hasil kajian ini akan memberikan manfaat:

1. Memberikan informasi kepada Pemerintah Kabupaten Kampar sebagai pengambil kebijakan dalam proses pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten Kampar tentang dampak dari keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit. 3. Memberikan informasi kepada pengusaha pabrik pengolahan kelapa sawit

tentang dampak yang ditimbulkan dan usaha penanggulanannya sebagai wujud dari pengembangan masyarakat di lingkungannya.


(13)

6

2.1. Pembangunan dan Sumberdaya Daerah

Hakekat pembangunan adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan mencakup: pertama, kemajuan lahirian seperti pangan, sandang, perumahan dan lain- lain; kedua, kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat; ketiga, kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial (Salim, 1987).

Dengan dilaksanakannya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah dapat lebih mengoptimalkan pembangunan daerahnya, karena lebih mudah dalam pengontrolan pelaksanaan pembangunan didaerahnya maupun dalam mengaplikasikan dana untuk pembangunan daerah. Sehingga uang yang dianggarkan untuk pembangunan daerah tidak lagi digunakan untuk hal- hal yang tidak bermanfaat.

Secara hakiki, upaya pembangunan yang sedang ditempuh saat ini dapat dilakukan dengan mendayagunakan berbagai sumberdaya potensial yang tersedia disetiap wilayah maupun yang dapat diusahakan dari luar wilayah yang bersangkutan. Potensi sumberdaya alam yang cukup besar dan beragam dari tanah air Indonesia itu dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, Soekartawi (1995) mengatakan bahwa, pembangunan yang berkelanjutan adalah kegiatan yang berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam, mengarah pada investasi, berorientasi pada pengembangan teknologi tepat guna dan berdaya


(14)

guna, serta menyadari adanya perubahan kelembagaan yang konsisten terhadap kebutuhan yang berkelanjutan berdasar pada keamanan politik dan kebijaksanaan masing- masing daerah.

Keterkaitan antara sistem agribisnis dengan pembangunan pertanian seperti diungkapakan oleh Yasin (2002), untuk pembangunan pertanian yang tangguh haruslah dikembangkan usaha tani kearah perusahaan. Dari perusahaan yang memproduksi sarana produksi pertanian, pengembangan sarana pertanian, perusahaan yang mengolah hasil pertanian, jasa dan lembaga pemasaran ha sil pertanian, lembaga finansial, serta pengembangan birokrasi kearah yang lebih efisien, bersih dan siplin.

Saragih (2001) menyatakan bahwa, membangun daya saing agribisnis perkebunan adalah ibarat iring- iringan suatu konvoi. Laju iring- iringan tersebut ditentukan oleh komponen atau bagian yang paling lambat pergerakkannya. Demikian juga dalam kinerja sistem agribisnis perkebunan secara keseluruhan akan ditentukan oleh subsistem yang paling terbelakang. Oleh karena itu, untuk membangun daya saing agribisnis perkebunan, keempat subsistem agribisnis perkebunan tersebut harus berkembang secara harmonis.

Secara ilmiah, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam adalah semua unsur tatalingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manus ia. Dengan kata lain sumberdaya alam adalah semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam, yang dipakai untuk kepentingan hidupnya (Katili, 1983).

Hal yang sama disampaikan oleh Soeripto (1997), secara potensial Provinsi Riau adalah daerah yang sangat kaya akan sumberdaya alam, masalah


(15)

yang dihadapi adalah bagimana mengelola sumberdaya tersebut, termasuk didalamnya “Resources Base” sekaligus memanfaatkan secara optimal. Selanjutnya dikatakan, perlu disadari sepenuhnya bahwa persoalan sumberdaya potensial tersebut tidaklah bersifat mudah dan sederhana, mengingat bahwa potensi semacam itu memiliki sifat-sifat khas, ia menyangkut adanya keterkaitan antara berbagai sektor.

Yasin (2002) menyatakan bahwa ada 6 peranan oleh sektor pertanian yang dapat dirinci dala m kaitannya dengan pembangunan ekonomi Indonesia, yaitu: 1. Menyediakan bahan pangan, sandang dan papan untuk memenuhi kebutuhan

penduduk.

2. Menyediakan bahan baku dari produk pertanian guna memenuhi permintaan pasar dari kegiatan agroindustri.

3. Menyediakan lapangan kerja yang berkaitan langsung dan tak langsung dengan kegiatan pertanian.

4. Tenaga kerja di sektor pertanian dapat sebagai sumber tenaga kerja disektor ekonomi lain, seperti industri dan jasa.

5. Sebagai sumber modal yang dapat dialokasikan pada pembanguna n pertanian dan non pertanian.

6. Menghasilkan devisa negara yang diperoleh dari hasil ekspor produk pertanian dan olahannya..

Secara persentase berdasarkan Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2003 tercatat di Kabupaten Kampar jumlah angkatan kerja sebesar 52,76% penduduk, 47,24% bukan angkatan kerja dan 6,47% adalah pengangguran (Kampar Dalam Angka, 2004).


(16)

Tabel 1. Perbandingan Angkatan Kerja Menurut Pekerjaan Utama di Kabupaten Kampar Tahun 2003

Tahun 2003

No. Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah

(jiwa)

Pers entase (%)

1 Pertanian 183.384 62,45

2 Pertambangan dan Penggalian 1.821 0,62

3 Industri Pengolahan 8.075 2,75

4 Konstruksi 13.772 4,69

5 Perdagangan 33.329 11,35

6 Komunikasi dan Angkutan 13.508 4,60

7 Keuangan 969 0,33

8 Listrik, Gas dan Air 1.410 0,48

9 Jasa 37.382 12,73

Jumlah 293.649 100,00

Sumber: Kampar Dalam Angka, 2004.

Adanya proyek-proyek sumberdaya alam berukuran besar di daerah, akan memainkan peranan penting dalam stabilitas ekonomi, karena diharapkan proyek-proyek ini akan memberikan efek ganda (Katili, 1983). Daerah-daerah tersebut akan terbuka dan kegiatan pembangunan lainnya akan akan menyusul, karena lambat-laun akan tersentuh oleh dunia luar.

2.2. Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit

Naik turunnya pasokan CPO di Indonesia, terkait dengan kemauan petani Pola Inti Rakyat untuk menaikan produktivitas lahan sawit mereka, sedangkan kemauan petani untuk menaikan produktivitas lahan sawit tergantung pada besarnya insentif yang disediakan oleh pihak perusahaan inti untuk para petani sawit dan program penyuluhan di proyek PIR (Poeloengan dan Lubis, 1992).


(17)

Kemudian Poeloengan dan Lubis (1992) juga menyatakan bahwa prospek industri minyak sawit di Indonesia sangat tergantung pada tiga hal; Pertama, kemampuan para industriawan minyak sawit Indonesia untuk secara optimal menggunakan potensi keragaman kegunaan yang dimiliki oleh minyak sawit. Kedua, kemauan produsen kelapa sawit untuk menikan produksinya, baik petani kelapa sawit yang tergabung dalam PIR kelapa sawit maupun perusahaan perkebunan besar milik swasta dan negara yang berperan sebagai perusahaan inti. Ketiga, kamauan perusahaan inti menciptakan paket insentif yang dapat mendorong petani kelapa sawit untuk meningkatkan produktifitas lahan perkebunan kelapa sawit mereka.

Pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar merupakan salah satu kegiatan pembangunan dalam upaya mengoptimalkan pemakaian sumberdaya alam. Sinaga (1994), menyatakan bahwa pabrik sebagai sarana pengolahan, dapat menghasilkan minyak yang telah diproduksi dari lapangan. Bahan baku untuk pabrik pengolahan kelapa sawit diperoleh dari buah yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit.

Selain itu Sinaga (1994), menyatakan bahwa keberhasilan pabrik pengolahan kelapa sawit ditentukan oleh bahan-bahan pendukung, ya itu energy supply. Energi untuk menggerakan mesin- mesin pengolah, diperoleh dari stasiun pembangkit tenaga. Tenaga di pabrik pengolahan kelapa sawit dihasilkan oleh Turbin Uap, dimana uap dihasilkan oleh Boiler. Stasiun boiler ditunjang oleh water supply. Keseluruhan unit ini harus bekerja dengan terkoordinasi, karena setiap unit berhubungan dan menentukan bagi kelancaran unit selanjutnya.


(18)

Pengendalian Limbah Pabrik Kelapa Sawit (LPKS), dilakukan dengan prinsip perombakan dalam kondisi anaerobik dan aerobik. Kondisi anaerobik membutuhkan persyaratan yang dapat menunjang proses perombakan LPKS secara biologis, yaitu keasaman, temperatur dan nutrisi yang tersedia. Perombakan anaerobik dapat dilakukan pada tangki yang disebut reaktor dan pada kolam tanah. Perombakan pada reaktor umumnya lebih cepat karena kedalaman kolam dan suhu dapat dipertahankan, sedangkan pada kolam tanah tidak dapat dipertahankan (Tobing dan Naibaho, 1992). Baku mutu limbah cair dengan sistem kolam dapat dicapai dengan masa penahanan 140 hari.

Keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit yang pasti akan memberikan pengaruh bagi masyarakat yang bermukin disekitarnya. Pengaruh yang ditimbulkan baik dari segi terbukanya daerah sebagai bagian dari dibukanya sarana transportasi, juga memberikan pengaruh yang dirasakan beberapa waktu kamudian. Pengaruh yang ditimbulkan bisa terhadap aspek sosial ataupun aspek ekonomi.

Pengaruh terhadap aspek sosial adalah pengaruh yang mengakibatkan perubahan-perubahan kondisi sosial yang terjadi pada individu-individu atau keluarga petani disekitar pabrik pengolahan kelapa sawit. Pengaruh yang ditimbulkan bisa meliputi pendidikan keluarga, kesehatan keluarga, status dan luas kepemilikan lahan.

Selain pengaruh terhadap aspek sosial, terdapat pula pengaruh terhadap aspek ekonomi, dimana pengaruh yang mengakibatkan perubahan-perubahan kondisi ekonomi yang terjadi pada individu atau keluarga petani disekitar pabrik pengolahan kelapa sawit. Pengaruh yang ditimbulkan bisa meliputi pendapatan


(19)

kepala keluarga, perubahan jenis usahatani dan tingkat kesejahteraan keluarga. Pengaruh yang timbul sebagai eksternalitas dari keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit adalah pengaruh yang ditimbulkan kepada individu atau keluarga yang sebenarnya tidak memanfaatkan keberadaan pabrik tersebut secara langsung.

Keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit pada suatu daerah, seharusnya dilihat sebagai keberadaan sebuah proyek ditengah-tengah masyarakat petani kelapa sawit. Dalam sebuah proyek, keputusan-keputusan yang diambil dalam kepengurusan yang terbuka untuk umum, cocok didalam suatu proses. Menurut Ahyari (2002), proses adalah cara atau metode maupun teknik untuk penyelenggaraan atau pelaksanaan dari suatu hal tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan proses produksi adalah merupakan suatu cara, metode maupun teknik bagaimana kegiatan penciptaan faedah baru atau penambahan faedah tersebut dilaksanakan. Erat hubungannya dengan masalah proses produksi tersebut adalah apa saja masukan (input) dari proses produksi tersebut serta keluaran (output) apa saja yang dapat dihasilkan oleh perusahaan tersebut dengan penyelenggaraan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan itu.

Berdasarkan pendapat-pendapat dan kondisi diatas, terhadap keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit, diperlukan adanya suatu bentuk pengendalaian oleh pihak perusahaan. Pengendalian merupakan unsur utama dari setiap pekerjaan manajemen. Jatmiko (2003) menyatakan, pengendalian didefenisikan sebagai suatu aktivitas membuat agar sesuatu terjadi sesuai dengan apa yang direncanakan untuk terjadi. Dalam melaksanakan pengendalian, para manajer harus mempunyai pengertian dan pemahaman yang jelas terhadap hasil- hasil


(20)

aktivitas atau kinerja tertentu yang diharapkan untuk terjadi pada suatu organisasi. Pengendalian strategik dilakukan oleh manajer yang tujuannya adalah untuk memastikan bahwa rencana-rencana menjadi kenyataan, sehingga mereka perlu memahami dengan jelas tentang apa realitas atau kenyataan yang diharapkan.

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit

Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit pada dasarnya hanyalah sebagai sarana pengolahan dari minyak yang telah diproduksi oleh biji sawit di lapangan. Pabrik tidak dapat menaikan jumlah minyak melebihi jumlah minyak yang terkandung dalam buah sawit. Keberhasilan pengolahan didukung oleh serangkaian unit- unit proses yang terdapat pada suatu pabrik.

Daging buah (mesocarp) pada buah kelapa sawit terdiri dari 3 komponen utama yaitu minyak beserta lemak, serat dan air. Serat pada daging buah terutama terdiri dari selulosa dan lignin yang akan muncul sebagai bahan sisa setelah pengolahan di pabrik ± 6,2% dari berat tandan (Turner dan Gilbanks dalam Lubis, 1990).

Menurut Sinaga (1994), minyak sawit adalah suatu triglyserida yaitu senyawa Glyserol dengan asam lemak. Minyak ini dapat berubah dengan kehadiran enzim lipase atau enzim oxidase membentuk Asam Lemak Bebas (ALB). Jika hal ini terjadi, maka akan menimbulkan kerusakan pada minyak dan akan berpengaruh pada kuantitas dan kualitas hasil produksi. Pada kondisi ini, kerusakan akan menimbulkan bau yang tidak sedap pada hasil produksi.


(21)

Risza (1997) mengatakan, untuk mengatasi kerusakan hasil produksi kelapa sawit, pengolahan buah sawit di pabrik dimulai dari proses sterilisasi, faktor- faktor yang harus diperhatikan adalah:

1. Kematangan buah.

2. Ketepatan proses produksi (buah jangan menginap). 3. Kulit luar buah jangan rusak (memar atau luka). 4. Kebersihan buah.

5. Kebersihan alat-alat pengolahan.

6. Panas yang cukup selama pengolahan berlangsung.

Selain itu hal- hal yang perlu mendapat perhatian adalah efisiensi ekstraksi dan kualitas produk. Efisiensi ekstraksi secara langsung akan mempengaruhi rendemen, sedangkan kualitas berpengaruh pada daya saing di pasar. Oleh sebab itu, tandan buah segar yang telah dipanen dan akan diolah, harus diangkut sesegera mungkin ke Loading Ramp agar kenaikan ALB dapat dihindari.

Keberhasilan pengolahan pada PKS selain ditentukan oleh TBS dan bahan-bahan pendukungnya, juga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan energy. Energy untuk menggerakkan mesin- mesin pengolah, diperoleh dari stasiun pembangkit tenaga. Pada PKS, stasiun pembangkit tenaganya berupa turbin uap yang mendapatkan potensial dari broiler. Stasiun broiler sangat membutuhkan ketersediaan air. Oleh sebab itu, kelengkapan pabrik pengolahan kelapa sawit adalah (1) unit water supply, (2) unit broiler, (3) unit kamar mesin, dan (4) unit pengolahan. Keseluruhan unit ini harus bekerja dengan terkoordinasi, karena setiap unit berhubungan dan saling mempengaruhi serta sangat menentukan kelancaran unit selanjutnya.


(22)

Tujuan utama dari pengolahan kelapa sawit adalah untuk memperoleh minyak semaksimal mungkin, jadi zat- zat yang tidak diperlukan harus dibuang. Proses pembuangan zat- zat yang tidak diperlukan ini dilakukan dengan perebusan, dan diharapkan dapat juga:

1. Menonaktifkan enzim lipase maupun enzim lain (seperti lipoxidase penyebab hidrolisa lemak)

2. Menghidrolisa pektin sebagai zat perekat/pengikat buah dengan tandan buah

3. Mengcoagulasikan zat- zat putih telur (terutama globulin) pada daging buah sehingga mencegah emulsi

4. Menghidrolisa zat-zat lendir, sehingga mempermudah pemisahan air dari minyak

5. Melelehkan lapisan lilin pada daging buah sehingga daging buah menjadi lunak.

6. Mengurangi kadar air

Setelah dilakukan perebusan, dilakukan penebahan atau pemipilan. Pada proses pemipilan yang dilakukan dengan thressing machine (mesin pipil) ini diharapkan akan memberikan buah dalam jumlah yang optimal. Oleh sebab itu dalam proses ini diharapkan mesin dapat bekerja dengan efisien. Selain menghasilkan buah sawit pipilan atau brondolan, proses ini juga menghasilkan tandan kosong buah sawit yang selanjutnya di masukan ke incinerator.

Setelah dipipil, brondolan sawit dimasukan kedalam ketel pengaduk untuk melalui proses peremasan. Tujuan peremasan ini adalah meremas buah sehingga daging buah lepas dari biji dan menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak.


(23)

Dalam proses ini, brondolan yang masuk akan berubah menjadi bubur dengan suhu yang tinggi mencapai 90 0C. Selain menghasilkan bubur sawit, pada proses ini juga menghasilkan uap yang terdiri dari berbagai zat kimia.

Tahapan proses selanjutnya adalah peremasan. Proses ini diharapkan memberikan minyak dari bubur sawit yang telah dihasilkan dalam proses sebelumnya. Agar proses ini efisien, biasanya dilakukan ekstraksi dengan memberikan air panas pada saat diremas ataupun sebelum diremas. Hasil dari proses ini adalah cairan minyak yang masih bercampur dengan air, lumpor, dan kotoran pasir maupun serat-serat, atau dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kasar. Selain crude palm oil, proses ini juga menyisakan ampas dan cangkang sawit.

Dalam pengolahan TBS menjadi CPO ternyata banyak menimbulkan zat-zat kimia lain yang akan bertebaran di udara. Selain itu dalam pengolahan ini juga di ketahui adanya bahan-bahan sisa produksi yang akan dibuang pada permukaan tanah, baik dalam lokasi pabrik yang akan melakukan pengolahan limbah cair ataupun munculnya limbah padat yang akan dimanfaatkan dan disebarkan pada lokasi perkebunan.

2.4. Hubungan Sosial Ekonomi

Kebijaksanaan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum kebijaksanaan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif dan efisien dalam berproduksi sehingga akan mengakibatkan taraf kehidupan petani bisa menjadi


(24)

lebih meningkat dan kesejahteraan lebih sempurna. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu, pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan pemerintah, keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur dan lain- lain. Peraturan-peraturan pada dasarnya dapat dibagi 2 (dua), yaitu: kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat mengatur (regulating policies) dan pembangunan pendapatan yang lebih dan merata (Mubyarto, 1989).

Pada tingkat nasional, kebijaksanaan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan didaerah yang dilakukan secara bertahap tersebut, adalah bertujuan untuk mencapai tiga aspek pembangunan yaitu:

1. Pemerataan pembangunan dan hasil- hasil yang menuju pada tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,

2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan 3. Stabilitas sosial yang sehat dan dinamis

Dalam suatu kurun waktu pertumbuhan yang sangat cepat dan terutama didasarkan pada sumberdaya alam, perluasan manufaktur modern dan perubahan teknologi bidang pertanian, tidak disangsikan lagi. Jika yang kaya semakin kaya, namun secara umum tidaklah benar kalau yang miskin semakin miskin (Arndt dalam Mubyarto, 1984).

Menurut Kamaluddin (1991), untuk pemerataan dari pembangunan itu tercermin atau dijabarkan lebih lanjut dalam delapan jalur pemerataan, yaitu: 1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan,

sandang dan perumahan.

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.


(25)

4. Pemerataan kesempatan kerja 5. Pemerataan kesempatan berusaha.

6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.

7. Pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh wilayah tana h air, dan 8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Selain itu faktor budaya juga tidak bisa diabaikan karena menurut Soem (2000), walaupun setiap masyarakat mempunyai sistem budaya yang masing- masing berbeda satu dengan yang lain, tetapi kebudayaan mempunyai sifat hakekat yang berlaku umum, antara lain:

1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perikelakuan manusia

2. Kebudayan telah ada terlebih dahulu dari lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi tersebut.

3. Kebudayaan diperlukan manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya. 4. Kebudayaan berisikan aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,

tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, yang dilarang dan dibolehkan. Pada sisi lain, Suri (2001) menyatakan, kita memandang kebudayaan sebagai :

1. Pengatur dan pengikat masyarakat

2. Hal-hal yang diperoleh manusia melalui pendidikan/belajar (nature) 3. Pola kebiasaan dan perilaku manusia.

4. Sistem masyarakat yang dipakai untuk memperoleh kerjasama, kesatuan dan kelangsungan hidup masyarakat manusia.


(26)

Mengingat hal- hal diatas, posisi sektor pertanian disatu sisi akan diuntungkan, namun disisi lain jika sektor pertanmian tidak mendapat perhatian yang besar, akan mendapatkan tekanan yang berat, karena seperti yang dikatakan Mubyarto dalam Esmara (1987) bahwa sektor pertanian selalu ditandai oleh kemiskinan struktural yang berat, sehingga dorongan pertumbuhan dari luar tidak selalu mendapat tanggapan positif dari petani berupa kagiatan investasi. Soekartawi (1995) mengatakan aspek ma nusia (penduduk) dan aspek ekonomi yang dibuat oleh manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam adalah aspek yang perlu diperhatikan.

Bagi Indonesia sektor pertanian adalah potensi terbaik untuk dipelihara dan dikembangkan. Jika sektor ini benar-benar diberdayakan dan terwujud dalam berdayanya petani, maka secara sistematis kemiskinan struktural yang sekarang masih ada dapat dihapuskan. Gambaran kebangkitan pertanian dengan agribisnisnya sebagai solusi krisis ekonomi dalam kenyataannya dilapangan tidak selalu membawa dampak yang menggembirakan. Ada banyak hal yang menyebabkan keadaan tersebut, mulai faktor internal petani sampai faktor eksternal seperti kondisi perekonomian dan masalah kebijakan. Banyak kebijakan pemerintah dinilai terlalu terburu-buru dan tidak melalui hasil analisa secara nyata di lapangan. Ketidaksiapan infrastruktur dan lemahnya pengawasan dan koordinasi kelembagaan adalah salah satu bukti, akibatnya tentu petani yang menjadi korban (Agricia, 1999).

Keberadaan pabrik Pengolahan Kelapa sawit sebagai suatu organisasi dalam lingkungan masyarakat akan memberikan beberapa pengaruh terhadap


(27)

lingkungannya. Pengaruh yang ditimbulkan ini dapat bersifat positif atau negatif. Pengaruh tersebut menurut Jatmiko (2003) diantaranya adalah:

1. fasilitas fisik; berhubungan dengan masalah kebutuhan fasilitas fisik perusahaan atau organisasi,

2. produktifitas; merupakan rasio leratif total output terhadap total input, atau tingkat barang/jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi relatif terhadap sumberdaya yang digunakan organisasi dalam proses produksi,

3. sumberdaya manusia; berhubungan dengan asset sumberdaya manusia suatu organisasi, dan

4. tanggung-jawab sosial; berhubungan dengan masalah komitmen perusahaan atau organisasi terhadap masalah sosial dan lingkungan disekitarnya. Biasanya diukur berdasarkan seberapa besar kontribusi finansial perusahaan terhadap masyarakat, tipe-tipe aktivitas perusahaan, jumlah waktu yang diperlukan untuk melayani masyarakat.

Sebagai mahluk hidup, manusia mempunyai beragam kebutuhan untuk mempertahankan dan menikmati hidupnya. Modernisasi gaya hidup telah menempa manusia sebagai manusia pengejar kepuasan material. Sebagai manusia dengan budaya hedonisme, manusia tidak memberi batas maksimum atas kepuasan material yang dikejarnya (Hutagaol, 2004).

Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit sebagai suatu organisasi, selain memiliki dampak negatif karena keberadaannya sebagai suatu perusahaan industri, juga memiliki beberapa dampak yang dapat menguntungkan masyarakat sekitar lingkungan pabrik tersebut. Melihat dari pernyataan Jatmiko diatas, ternyata sebagai suatu perusahaan, PKS telah membantu menampung hasil panen


(28)

masyarakat yang akan menunjang produktifitas perusahaan. Selain itu tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan dapat direkrut dari masyarakat yang berada dilingkungan sekitar pabrik yang dan dengan tanggung-jawab sosial, perusahaan tentu telah membantu keseimbangan sosial masyarakat disekitar lingkungan perusahaan. Kesemuanya ini bagi masyarakat tentu sangat berpengaruh untuk meningkatkan perekonomian mereka.

Menurut Ahyari (2002), manajemen perusahaan yang akan mendirikan suatu pabrik pada suatu lokasi tertentu, sangat perlu untuk mempertimbangkan sikap dari masyarakat pada daerah yang dipertimbangkan untuk pendirian pabrik tersebut. Hal ini perlu untuk dipertimbangkan karena sikap dari masyarakat setempat tersebut akan dapat mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan perusahaan yang bersangkutan ini pada waktu-waktu yang akan datang.

Menurut Amsyari (1990) dapat dinyatakan bahwa pada hakekatnya didalam lingkungan buatan manusia terjadi suatu siklus yang berputar, yakni: manusia berusaha untuk tetap hidup dengan layak, sehingga manusia mengolah lingkungan alamiah menjadi lingkungan buatan yang penuh dengan kreasi-kreasi barunya. Oleh perubahan-perubahan yang dilakukan, mereka kemudian berhadapan pula dengan bahan pencemar yang akhirnya akan merugikan eksistensi mereka sendiri.


(29)

2.5. Strategi dan Dampak Sosial Ekonomi

2.5.1. Manajemen Strategi

Menurut David (2002), mengenali visi/misi, sasaran, strategi organisasi yang telah diterapkan merupakan titik awal yang logis untuk manajemen strategik. Manajemen Strategik merupakan seni (art) dan ilmu (science) dalam membuat formulasi, implementasi, dan evaluasi keputusan yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuannya. Tujuan dari menejemen strategi adalah untuk memanfaatkan dan menciptakan kesempatan berbeda dimasa yang akan datang atau perencanaan jangka panjang, atau mencoba untuk mengoptimalkan hari esok dengan kecenderungan hari ini.

Proses manajemen strategik bersifat dinamis dan berkelanjutan, suatu perubahan dalam salah satu komponen utama dalam model dapat memaksa perubahan dalam salah satu atau semua komponen lainnya. Oleh karena itu, aktivitas merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi harus dilaksanakan secara terus-menerus, sehingga proses manajemen strategik tidak pernah berakhir.

Sedangkan menurut Pearce dan Robinson (1997), manajemen strategik didefenisikan sebagai sekumpulan dari keputusan-keputusan dan tindakan yang dihasilkan dari formulasi dan implementasi dari rencana-rencana yang didesain untuk mencapai sebuah tujuan perusahaan.

Manajemen strategik sangat bermanfaat dan berperan dalam menghasilkan banyak hal. Menurut Purnomo dan Zulkieflimansyah (1999), manajemen strategik dapat diterapkan untuk (a) menentukan batasan kegiatan yang akan dilakukan,


(30)

(b) membantu proses identifikasi, pemilihan prioritas dan eksploitasi kegiatan, (c) memberikan kerangka kerja untuk meningkatkan kooordinasi dan pengendalian, (d) mengarahkan dan membentuk kultur organisasi, (e) menjaga kebijakan yang taat asas dan sesuai, (f) mengintegrasikan perilaku individu ke dalam perilaku kolektif, (g) meminimalkan implikasi akibat adanya perubahan

kondisi, (h) menciptakan kerangka kerja dalam komunikasi internal, dan (i) memberikan kedisiplinan dan formalitas manajemen.

Proses manajemen strategik terdiri dari tiga tahap yaitu formulasi, implementasi dan evaluasi strategi. Yang termasuk didalam tahap formulasi strategi adalah membangun visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, menentukan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu. Tahap implementasi strategi sering disebut dengan tahapan aksi dari manajmen strategik. Implementasi strategi berarti mengerahkan pekerja dan menejer untuk menjalankan strategi yang telah disusun. Tahapan ini merupakan tahapan paling sulit dalam manajemen strategik, oleh karena itu untuk kesuksesan implementasi dari sebuah strategi tergantung dari kemampuan menejer untuk memotivasi pekerja dimana kegiatan memotivasi tersebut lebih sebagai sebuah seni dari sebuah ilmu pengetahuan. Tahapan terakhir dari manajemen strategik adalah me ngevaluasi strategi.

2.5.2. Dampak Sosial Ekonomi

Dalam pengelolaan dampak sosial ekonomi, menurut Myrdal (1968), permasalahan dibidang ekonomi harus ditempatkan dalam konteks kehidupan masyarakat secara menyeluruh pada tahap kehidupan yang kongkrit dan realistis.


(31)

Artinya pendekatan terhadap permasalahan ekonomi harus didasarkan pada variabel- variabel politik dan sosial. Lebih lanjut, Myrdal (1968) berpendapat bahwa ketimpangan dan kesenjangan yang melekat dalam tata susunan masyarakat dapat diatasi dan harus ditanggulangi oleh kebijakan negara yang ditujukan pada perubahan dalam struktur kekuasaan politik (dengan membatasi konsentrasi kekuasaan politik), perubahan pada haluan pandangan diantara golongan-golongan masyarakat melalui pendidikan dalam arti luas dan pembinaan lembaga pergaulan hidup. Inti pemikiran mengenai perkembangan ekonomi masyarakat ialah berlakunya kecenderungan cummulative causation atau asas sebab akibat yang bersifat kumulatif. Kecenderungan cummulative causation menunjuk pada gerak perkembangan atau pembangunan ekonomi yang menyimpang dari ekuilibrium atau keseimbangan, maka akibat dari sebab semula akan semakin terasa kumulatif.

Pemikiran tersebut, adalah konsep pengertian tentang dampak sosial ekonomi yang bersifat negatif dan dampak yang bersifat positif dari tindakan pembangunan di suatu wilayah/negara. Dampak negatif ini timbul sebagai akibat dari perkembangan atau pembangunan ekonomi di suatu wilayah atau negara sebagai akibat dari kegagalan membuat skema interaksi yang ideal antara variabel- variabel politik, ekonomi dan sosial. Dampak positif yang disebabkan oleh kegiatan atau pembangunan ekonomi berupa faedah- faedah pada kegiatan di bidang lainnya. Jadi pembangunan atau produksi barang dan jasa publik oleh suatu wilayah/daerah, misalnya haruslah memperhitungkan secara tepat dalam interaksi dari proses produksi barang dan jasa publik itu dengan variabel politik dan sosial. Kegagalan dalam membuat skema interaksi yang ideal antara


(32)

variabel-variabel politik, ekonomi dan sosial dapat menimbulkan dampak negatif yang besar dimana produk dan jasa itu dihasilkan. Proses industrialisasi di suatu daerah/wilayah (seperti pendirian pabrik) dapat membawa dampak positif yang sangat besar berupa faedah- faedah kepada berbagai sektor lainnya.

Namun dalam masyarakat dimana kegiatan ekonominya masih terletak pada tingkat yang rendah (seperti halnya masyarakat yang bekerja disektor informal), faktor- faktor yang menimbulkan dampak positif yang dapat menyebar pada umum terasa masih lemah. Dalam keadan tidak seimbang yang masih bersifat struktural, dampak negatif dirasakan lebih kuat dari dampak positif.

Ahyari (2002), mengungkapkan bahwa dalam memicu percepatan pembangunan melalui pendirian suatu usaha pabrikasi, dampak sosial ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah akibat yang harus diterima oleh masyarakat yang disebabkan oleh pembangunan ekonomi yang menginteraksikan antara variabel-variabel ekonomi, politik dan sosial. Artinya, apabila arah pembangunan itu menjauh/menyimpang dari keseimbangan, maka dampak sosial yang tampil adalah buruk. Apabila suatu pembangunan memperhatikan dan menjadikan variabel sosial dan ekonomi serta politik dalam suatu bentuk keseimbangan yang tepat, maka dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan ekonomi itu dapat positif.

Menurut Word Bank (2000), pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dicerminkan oleh keadaan dimana pertumbuhan ekonomi didukung melalui akumulasi aset yang tidak mengalami distorsi, adanya dukungan publik untuk mengembangkan pendidikan, memperbaiki kesejahteraan masyarakat yang melindungi sumber daya alam. Supaya pertumbuhan ekonomi dapat


(33)

berkelanjutan, aset-aset utama dalam perekonomian berupa fisik dan keuangan, manusia dan sosial, alam dan lingkungan perlu tumbuh tanpa distorsi atau berada pada tingkat keseimbangan yang baik. Oleh sebab itu pemerintah tingkat Kabupaten hingga Desa sudah selayaknya memperhatikan lingkungan dimana pabrik akan didirikan agar tidak menimbulkan masalah.

2.6. Metode Perancangan Program

Dalam menyusun rancangan program, Konsep analisis yang digunakan adalah, analisis SWOT deskriftif denga n unit analisis Kabupaten Kampar, dan Meta Matrik situs tertata, merupakan faktor kunci agar didapat perencanaan yang strategis dan disusun konsep-konsep manajemen yang strategis. Selain itu bisa ditentukan metode- metode partisipatif yang akan digunakan dalam perencanaan pembangunan daerah, dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Konsep Analisis Dalam Perancangan Program.

Logical Framework Approach

( LFA)

Analisis Meta Matrik

Rancangan Program

Identifikasi Masalah


(34)

Setelah ditetapkan strategi pengembangan dan penanggula ngan dampak keberadaan PKS di Kabupaten Kampar, selanjutnya disusun rancangan program untuk direkomendasikan kepada pihak terkait. Perancangan program dimaksud dilakukan dengan metoda Logical Frame Approach (LFA) dan melibatkan stakeholders terkait.

Pemilihan metoda ini didasarkan pada pemikiran bahwa dapat digunakan untuk menganalisis masalah dimulai dari menentukan masalah pokok dan menentukan masalah prioritas. Dalam hal ini metoda LFA lebih aplikatif untuk dilaksanakan dalam upaya mengatasi dampak yang timbul dan menyanggupi sebahagian keinginan masyarakat.

Menurut Tonny (2003), pendekan perancangan program dengan LFA dapat dipilih karena beberapa ciri spesifik yang terdapat pada LFA, yaitu:

1. Menggunakan tehnik visualisasi yang mampu membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses perencanaan dan pengelolaan program;

2. Merumuskan tujuan-tujuan secara jelas sehingga ikut mendorong tercapainya pengambilan keputusan saat ada pendapat dan harapan berbeda dari stakeholders;

3. Menyusun informasi secara sis tematik, memudahkan pengamatan koherensip diantara beberapa komponen program dengan tujuan yang ingin dicapai; 4. Menghasilkan sebuah rancangan program yang konsisten dan realistis, dan 5. Menyajikan ringkasan rencana program pada satu halaman.

Prosedur yang dilakukan dalam metoda ini :

1. Tahap pendahuluan. Mengadakan pendekatan dan komunikasi dengan stakeholders terkait tentang hasil kajian, melalui kuisioner.


(35)

2. Tahap analisis masalah, tujuan, alternatif dan pihak terkait. Menganalisis informasi yang didapat dari stakeholders tersebut, kemudian disusun suatu metode penanggulangan dampak yang bisa didukung oleh pemerintah.

3. Tahap rencana pelaksanaan dan pengendalian. Melakukan sosialisasi terutama kepada kelompok sasaran, sehingga model penanggulangan dimaksud dapat dilaksanakan. Dari pelaksanaan selanjutnya diharapkan dapat terwujud suatu kondisi sosial ekonomi masyarakat yang akan mendukung keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit dan sekaligus membantu meningkatkan mutu masyarakat sekitar PKS.

2.7. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran terhadap dampak sosial ekonomi pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar ini, diawali dengan tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Selain itu berdasarkan pada Visi dan Misi Provinsi Riau, yang berkeinginan untuk menjadi provinsi paling maju di Indonesia, sekaligus menjadi pusat perekonomian dan pusat budaya melayu di Asia Tenggara pada tahun 2020, keinginan daerah-daerah yang kaya untuk melaksanakan otonomi daerah, karena daerah-daerah tersebut menganggap pemerintah pusat tidak merata dalam pembagian hasil daerah.

Pembangunan pertanian di Provinsi Riau yang dipandang memiliki prospek cukup baik untuk masa yang akan datang, hal ini ditunjang oleh potensi yang dimiliki oleh Provinsi Riau, yaitu:


(36)

1. Potensi sumberdaya alam yang cukup luas serta didukung oleh sumberdaya manusia yang terlibat disektor pertanian dalam jumlah yang relatif besar.

2. Tumbuhnya industri dan pariwisata, yang pasti me mbutuhkan hasil atau produk pertanian

Letak Provinsi Riau yang strategis, baik dari tingkat pulau Sumatera, maupun keberadaannya pada lintas perdagangan internasional, khususnya negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand memungkinkan Provinsi Riau untuk dijangkau dengan lebih efisien dibanding dengan daerah lainnya.

Provinsi Riau memiliki keunggulan komparatif dalam hal perkebunan kelapa sawit terhadap daerah lainnya, sehingga mendorong berdirinya PKS. Banyaknya PKS yang berdiri di Kabupaten Kampar adalah 25 unit PKS, 6 unit merupakan PKS kategori besar, 13 unit PKS kategori sedang dan 6 unit lainnya merupakan pabrik dengan kategori kecil, tentu akan memberikan dampak bagi masyarakat disekitarnya. Dampak ini bisa dirasakan oleh masyarakat yang merupakan petani sawit ataupun masyarakat yang bukan petani kelapa sawit secara ekternal maupun secara internal, yang secara tidak langsung menimbulkan dampak sosial ekonomi. diharapkan pada akir kajian ini dapat dirumuskan bagai mana strategi mengatasi dampak negatif tersebut yang pada akirnya dapat meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat dan perkonomian Kabupaten Kampar. Secara skematis kerangka berfikir ini dapat disajikan pada gambar 2.


(37)

= hubungan langsung = hubungan tidak langsung

Gambar 2. Bagan Alir Kerangka Pikir Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar

Pembangunan Pertanian

Tujuan Pembangunan

UU No.22/1999

Berdirinya pabrik pengolahan kelapa sawit

Visi dan Misi Riau 2020 Pusat perekonomian di Asia

Tenggara

Dampak Sosial a. Pendidikan b. Kesehatan c. Lingkungan d. Perumahan

Dampak Ekonomi a. Tenaga Kerja b. Lapangan Kerja c. Pendapatan

SDA

(Perkebunan Kelapa Sawit) Industri & Pariwisata

a. Letaknya Strategis b. Keunggulan Komparatif

a. SWOT Deskriptif b. Analisi Meta Matriks

Program Penanggulangan Dampak Keberadaan Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Kampar

a. Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat b. Peningkatan Perekonomian Kabupaten Kampar

Logical Frame Approach Aktivitas pabrik pengolahan kelapa sawit


(38)

2.8. Defenisi Operasional

Defenisi operasional dari kajia n ini meliputi proses pendirian pabrik, pendidikan, pencemaran lingkungan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan lapangan kerja, tingkat pendapatan dan eksternal, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Defenisi Operasional Penanggulangan Dampak Keberadaan pabrik

Pengolahan Kelapa sawit di Kabupaten Kampar

No Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur

1. Proses Pendirian Pabrik

Semua yang berhubungan dengan proses pendirian pabrik Observasi dan Wawancara dengan 6 pertanyaan Kuisioner

2. Sosial

a. Pendidikan Dampak keberadaan PKS terhadap pendidikan formal

Observasi dan Wawancara dengan 6 pertanyaan Kuisioner b. Pencemaran Lingkungan Dampak pencemaran lingkungan dari keberadaan PKS

Observasi dan Wawancara

Kuisioner

c. Kesehatan Dampak keberadaan PKS terhadap penyebaran penyakit Observasi dan Wawancara dengan 5 pertanyaan Kuisioner

d. Perumahan Dampak PKS terhadap kondisi rumah masyarakat

Observasi dan Wawancara dengan 10 pertanyaan

Kuisioner

3. Ekonomi

a. Tenaga Kerja Dampak keberadaan PKS terhadap mata pencarian

Observasi dan Wawancara dengan 9 pertanyaan

Kuisioner

b. Lapangan Kerja Dampak keberadaan PKS terhadap sumber-sumber mata pencarian masyarakat

Observasi dan Wawancara dengan 5 pertanyaan

Kuisioner

c. Tingkat Pendapatan

Dampak keberadaan PKS pada tingkat pendapatan

Observasi dan Wawancara dengan 9 pertanyaan

Kuisioner

4. Eksternal Semua dampak yang tidak berhubungan langsung terhadap pendirian pabrik

Observasi dan Wawancara dengan 12 pertanyaan


(39)

32

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Kabupaten Kampar, Kecamatan Tapung, Tapung Hulu, dan Tapung Hilir. Lokasi ini secara sengaja dipilih dengan alasan pada daerah inilah sentra pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar. Hasil survey pendahuluan diketahui bahwa pabrik pengolahan kelapa sawit berjumlah 25 unit, dimana 6 unit kategori pabrik besar atau maxi, 13 unit kategori pabrik sedang atau midle dan 6 unit kategori pabrik kecil atau mini. Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, terhitung bulan April 2005 sampai dengan Juli 2005.

3.2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam studi ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuisioner yang ditujukan pada semua responden. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar, Biro Pusat Statistik Kabupaten Kampar, Dinas Pendidikan Kabupaten Kampar, Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar dan Puskesmas Tapung.

3.3. Metode Penarikan Sampel

Penarikan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Jumlah


(40)

4 pabrik kategori sedang dan 3 pabrik kategi kecil, dengan alasan pada setiap pabrik sumber bahan baku tidak sama (inti, plasma, inti-plasma, swadaya) serta waktu pendirian. Pemilihan ini dapat mewakili keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit yang ada di Kabupaten Kampar. Pada setiap lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit dipilih 6 orang responden dengan rincian 3 orang petani sawit dan 3 orang bukan petani sawit pada setiap pabrik pengolahan kelapa sawit, sehingga jumlah responden adalah 60 orang. Jumlah responden ini dapat mewakili masarakat yang bertempat tinggal di sekitar PKS.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer yang diambil tentang identitas responden (umur, tingkat pendidikan formal, kondisi kesehatan keluarga, status lahan kebun dan kepemilikannya, pendapatan keluarga, jenis usaha serta pendapatan sebelum dan sesudah adanya Pabik Pengolahan Kelapa Sawit) serta hal- hal lain yang dirasakan dengan keberadaan PKS di lingkungan tinggalnya, baik hal- hal positif ataupun hal- hal yang dianggap negatif. Data sekunder berupa : jumlah pabrik, kondisi perkebunan Kabupaten Kampar (luas lahan, produksi hasil perkebunan) demografi Kabupaten Kampar (keadaan umum daerah, keadaa penduduk, prasarana dan sarana)

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data.

Data yang terkumpul pada penelitian ini diolah secara deskriptif baik kualitatif maupun kuantitatif sehingga bisa menjawab pertanyaan yang ada pada


(41)

perumusan masalah serta untuk mencapai tujuan penelitian. Untuk itu semua data baik data sekunder maupun data primer ya ng diperoleh diorganisir, ditabulasi dan disusun. Setelah tersusun kemudian dilakukan penafsiran dan pembahasan terhadap data yang ditemukan tersebut. Pengolahan ini dilakukan menggunakan komputer dengan software Microsoft Excel.

Untuk menjawab pertanyaan pertama, kedua dan ketiga dari pertanyaan spesifik Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriktif. Dengan mendeskripsikan hal- hal apa sajakah yang dirasakan oleh masyarakat yang bertempat tinggal disekitar pabrik diharapkan dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit.

Untuk membuat suatu rancangan strategi penanggulangan dampak yang timbul, analisa data dilakukan dengan Analisis SWOT Deskriptif dan Meta Matriks Situs yang tertata menurut situs atau kasus ya ng diamati. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan Matrik Prediktor keluaran situs tertata.

Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor internal dan eksternal secara sistematis yang didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif adalah memaksimalkan kekuatan dan peluang yang dimiliki serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang dihadapi. Analisis ini akan menghasilkan empat kelompok alternatif srategi, yaitu alternatif strategi SO, ST, WO dan WT (Rangkuti, 2003).

Situs yang dijumpai dari keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar, dapat dimasukan dalam suatu meta matrik deskriptif situs tertata. Sebuah matriks deskriptif situs tertata menurut situs, berisi data deskriptif tingkat pertama dari semua situs yang ditata menurut variabel penelitian.


(42)

Penggunaan istilah situs dalam pengertian yang sama dengan kasus. Istilah situs mengacu pada suatu konteks terbatas, dimana seorang mengkaji peristiwa-peristiwa, proses dan hasilnya (Miles dan Huberman, 1992). Perbedaan diantara keduanya terletak pada ruang lingkup penggunaan. Penggunaan kasus didasari oleh penggunaan yang khusus, sedangkan situs dapat mengkaji kasus-kasus individual tanpa mengaitkannya dengan cara pandang penelitian kuantitatif.

Tabel 3. Meta Matriks Situs Tertata Strategi Penanggulangan Dampak Keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar.

Pengaruh Langsung Tingkat Meta dan Pengaruh Samping Positif Negatif Positif Negatif SITUS 1 Pencapaian

(pengaruh tinggi) Sikap

Pelaku SITUS 2 Pencapaian

(selanjutnya) Sikap

Pelaku ….. dst

Pengaruh langsung yang dimaksud dalam Tabel 3 adalah dampak yang dirasakan secara langsung oleh responden akibat keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit di lingkungannya. Tingkat meta merupakan dampak yang lebih umum yang dirasakan responden, bahkan bisa merupakan sebagai pengaruh sampingan.

Pencapaian merupakan dampak yang dirasakan responden baik secara langsung atau pada tingkat meta pada sebuah situs. Sikap merupakan pandangan responden dalam menerima pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan pabrik


(43)

pengolahan kelapa sawit. Metode pengolahan dan analisis data pada Penelitian ini dapat dirangkum seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Metode Analisis Data Pada Penelitian Strategi Penanggulangan Dampak Keberadaan PKS di Kabupaten Kampar

Tujuan Data Yang Dibutuhkan Sumber Data Metode Analisis Data

Mengidentifikasi proses pendirian PKS

1. Strategi pembangunan Kabupaten Kampar.

2. Prosedur pra pendirian PKS. 3. Peraturan yang mengatur

pelaksanaan pendirian PKS.

1.Pemerintah Daerah 2.Dinas Perkebunan Kabupatan Kampar 3.Observasi 1. Deskriptif kualitatif Mengidentifikasi dampak sosial, dampak ekonomi dan eksternalitas dari keberadaan PKS

1. Tingkat kesehatan dan pendidikan masyarakat sekitar PKS sebelum dan sesudah keberadaan PKS. 2. Ketenagakerjaan dan industri

di sekitar PKS sebelum dan sesudah pendirian PKS. 3. Estimasi perubahan

lingkungan masyarakat sebelum dan sesudah keberadaan PKS.

4. Estimasi perubahan tingkat pendapatan masyarakat, sekitar PKS sebelum dan sesudah pendirian PKS. 5. Estimasi perubahan perilaku

masyarakat sekitar PKS sebelum dan sesudah pendirian PKS.

6. Peluang kerja yang dapat diciptakan sebelum dan sesudah keberadaan PKS.

1.BPS. 2.Dinas Perkebunan. 3.Dinas Kesehatan. 4.Dinas Pertanian. 5.Masyarakat sekitar PKS. 1. Deskriptif Kualitatif 2. Deskriptif Kuantitatif Formulasi strategi penanggulangan dampak keberadaan PKS

1. Model penanggulangan strategi yang diinginkan.

1.Masyarakat sekitar PKS. 1. SWOT Deskriptif 2. Meta Matriks. 3. LFA


(44)

37

4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian

Dari aspek hidrologi di Kabupaten Kampar terdapat dua aliran sungai yang besar, yakni sungai Kampar dengan panjang 413,5 Km kedalaman rata-rata 7,7 meter dan Sungai Siak yang merupakan bagian hulu dengan panjang 90 Km dan kedalaman rata-rata 8 - 12 meter. Disamping itu terdapat anak sungai kecil dan sebuah waduk buatan yang dipergunakan untuk menggerakan turbin pembangkit tenaga listrik PLTA Koto Panjang (Kampar Dalam Angka, 2004).

Kabupaten Kampar beriklim Af (tropika basah) dengan tipe curah hujan A (sangat basah). Suhu udara maksimum berkisar antara 32,6 0C - 36,5 0C dan suhu minimum berkisar antara 18,2 0C - 22,0 0C . Curah hujan 1.500 mm - 2.500 mm per tahun dengan keadaan musim berkisar 8 bulan basah dan 4 bulan lembab, dimana musim hujan jatuh pada bulan September sampai dengan April dan musim kemarau jatuh pada bulan Mei sampai dengan Agustus. Kelembaban maksimum berkisar antara 92% - 100% dan kelembaban minimum berkisar antara 41% - 59% (Kampar Dalam Angka, 2004).

Kabupaten Kampar berbatasan sebelah Utara dengan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak, sebelah Timur dengan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Kuantan Singingi serta sebelah Barat dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Provinsi Sumatera Barat. Jarak Ibukota Kabupaten Kampar dengan Ibukota Provinsi secara garis lurus adalah 50 km (Kampar Dalam Angka, 2004).


(45)

4.2. Keadaan Penduduk

Dari pengolahan data Registrasi Penduduk tahun 2003 di perole h jumlah penduduk Kabupaten Kampar 556.575 jiwa, dengan rincian penduduk laki- laki sebesar 321.533 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 235.042 jiwa, mendiami wilayah 11.707,64 km². Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kampar Tahun 2003

Kelompok Umur (Thn)

Laki-laki (jiwa)

Perempuan (jiwa)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

0 – 14 113.569 105.777 219.346 39,41

15 – 54 149.043 138.818 287.861 51,72

55 ke atas 25.561 23.807 49.368 8,87

Jumlah 288.173 268.402 556.575 100

Sumber: Kampar Dalam Angka, 2004.

Pada Tabel 5 terlihat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Kampar pada usia produktif berjumlah 287.861 jiwa (51,72%) dan tidak produktif (penduduk belum produktif dan tidak produktif) 268.714 jiwa (48,28%). Presentase jumlah penduduk tersebut menggambarkan bahwa Kabupaten Kampar memiliki potensi sumber daya manusia dalam penyediaan tenaga kerja terutama tenaga kerja produktif yang diharapkan mampu mengelola potensi sumber daya alam yang tersedia.

Dari Tabel 6 diketahui bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan penduduk Kabupaten Kampar bervariasi dan yang paling besar adalah pada bidang pertanian yang berjumlah 183.384 jiwa (62,45%), sedangkan yang terkecil adalah pada bidang keuangan yaitu 969 jiwa atau 0,33%. Selain itu sebagian besar penduduk


(46)

tetap meiliki lahan yang dipergunakan untuk pertanian dan perkebunan. Tercatat 184.229 KK memiliki usaha perkebunan rakyat dengan 11 komoditi.

Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama di Kabupaten Kampar Tahun 1998/2003

Tahun 1998 Tahun 2003 No. Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah

(jiwa)

Persentase (%)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1 Pertanian 139.377 58,25 183.384 62,45

2 Pertambangan dan Penggalian 8.183 3,42 1.821 0,62

3 Industri Pengolahan 4.235 1,77 8.075 2,75

4 Konstruksi 7.992 3,34 13.772 4,69

5 Perdagangan 34.455 14,40 33.329 11,35

6 Komunikasi dan Angkutan 8.973 3,75 13.508 4,60

7 Keuangan 1.125 0,47 969 0,33

8 Listrik, Gas dan Air 790 0,33 1.410 0,48

9 Jasa 34.144 14,27 37.382 12,73

Jumlah 239.274 100,00 293.649 100,00

Sumber : Kampar Dalam Angka, 2004.

Kabupaten Kampar terdiri dari 13 kecamatan, dimana penyebaran penduduk masing- masing kecamatan tersebut berbeda. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa penyebaran penduduk perkecamatan tidak sama, dan rata-rata jiwa per rumah tangga bervariasi, antara 4 dan 5 jiwa per rumah tangga. Dilihat dari jumlah penduduk setiap kelompok kecamatan, Kelompok kecamatan Bangkinang (Bangkinang, Bangkinang Barat) dan Kampar (Kampar, Kampar Kiri Hulu dan Tambang) memiliki rata-rata penduduk 5 jiwa per rumah tangga. Hal ini disebabkan kecamatan-kecamatan tersebut berada pada jalur jalan lintas antar provinsi di Kabupaten Kampar. Sedangkan kecamatan-kecamatan yang lain terlihat sebaran penduduknya kurang, hanya rata-rata 4 jiwa per rumah tangga karena kecamatan tersebut jauh dari jalan lintas antar Provinsi.


(47)

Tabel 7. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rata-Rata Jiwa Per Rumah Tangga Menurut Kecamatan di Kabupaten Kampar Tahun 2003

Jumlah

No Kecamatan Rumah

Tangga (KK)

Penduduk (jiwa)

Rata-Rata (Jiwa/KK)

1 Bangkinang 13.665 62.303 5

2 Bangkinang Barat 6.984 31.462 5

3 XIII Koto Kampar 7.574 32.923 4

4 Siak Hulu 15.983 68.727 4

5 Tapung 13.886 61.487 4

6 Kampar Kiri 12.484 56.084 4

7 Kampar 17.981 86.080 5

8 Tambang 6.630 31.038 5

9 Tapung Hulu 11.367 47.914 4

10 Tapung Hilir 9.405 38.636 4

11 Kampar Kiri Hilir 1.867 7.858 4

12 Kampar kiri Hulu 2.231 10.871 5

13 Tapung Kiri 4.831 21.192 4

Jumlah 124.888 556.575 4

Sumber : Kampar Dalam Angka, 2004

4.3. Prasarana dan Sarana

Dalam rangka menunjang pemanfaatan dan penggunaan potensi sumberdaya pembangunan yang terdapat disuatu daerah secara optimal tidak akan terlepas dari masalah ketersediaan sarana dan prasarana pendukung seperti; a) transportasi, b) kelistrikan dan air bersih, c) lembaga keuangan, d) pendidikan, dan e) kesehatan.

a. Transportasi

Trasportasi dan komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang proses pembangunan ekonomi suatu wilayah. Penggerakan pembangunan dan pemberdayaan ekonomi rakyat terutama yang berada pada


(48)

wilayah pinggiran kota, dengan adanya sarana transportasi dan komunikasi memegang peranan yang sangat penting dan merupakan salah satu urat nadi pembangunan. Sehingga perkembangan perkebunan sangat membutuhkan kelancaran dalam berkomunikasi dan kelancaran transportasi.

Model transportasi yang ada di Kabupaten Kampar terdiri dari transportasi darat dan sungai. Untuk transportasi darat di Kabupaten Kampar, panjang jalan berjumlah 1.940,02 km dengan kondisi permukaan jalan bersama sepanjang 411,97 km (21,24%), karakul sepanjang 1.125,35 (58%) dan jalan tanah sepanjang 402,70 km (20,76%). Mengingat kondisi permukaan jalan sebagian besar masih kerikil dan tanah, maka akibatnya kualitas jalan juga beragam, yakni 11,63% yang berada dalam kondisi baik, 59,28% dalam kondisi sedang dan 29,09% atau sepanjang 540,80 km dalam keadaan rusak. di Kabupaten Kampar terdapat jalan provinsi sepanjang 84,84 km yang seluruhnya dalam kondisi beraspal baik, selain itu juga terdapat jalan kabupaten sepanjang 1.859,58 km dengan kondisi permukaan yang beragam.

Fasilitas prasarana transportasi lainnya yang tersedia adalah satu unit terminal bus dengan kondisi yang kurang memadai dan letaknya juga tidak sesuai dengan perkembangan kota dan kebutuhan masyarakat karena terletak di pusat keramaian (Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Kampar Tahun 2002-2006, 2004). Melihat keadaan seperti ini, dapat dikatakan untuk Kabupaten Kampar masih memerlukan upaya peningatan kualitas jalan, agar aksesibilitas masyarakat, terutama terhadap hasil produksi masyarakat akan semakin lancar.


(49)

Usaha perkebunan kita ketahui banyak dilakukan jauh dari daerah pinggiran kota. Pada lokasi penelitian masih terlihat sarana transportasi masih belum memadai, dimana kondisi jalan-jalan masih berada dalam kondisi belum diaspal, berlobang- lobang, campuran tanah dan pasir, sehingga apabila terjadi hujan jalan akan menjadi licin dan kendaran besar susah mencapai lokasi petani. Hal ini sering mengakibatkan kerugian bagi petani rakyat akibat dari kondisi jalan tersebut.

Dalam pengembangan ekonomi rakyat terutama usaha perkebunan kelapa sawit, kondisi ini menjadi penghambat karena kelapa sawit mempunyai perhatian yang khusus baik dari segi produksi maupun segi pasca produksi. Keterlambatan pasokan pupuk dan disinfektan lain akan menjadi permasalahan terhadap jumlah produksi sedangkan keterlambatan pemanenen dan pemasaran akan menambah biaya produksi.

Berkaitan dengan komunikasi didaerah penelitian, terlihat bahwa petani sudah dapat melakukan komunikasi dengan lancar baik komunikasi dengan pihak perusahaan saprodi maupun dengan konsumen pemasaran dengan menggunakan sarana handphone. Komunikasi lain yang didapat oleh masyarakat didaerah penelitian berupa media masa yang umunya berasal dari Provinsi Riau sendiri dan juga media nasional melalui media cetak dan elektronik.

b. Kelistrikan dan Air Bersih

Di Kabupaten Kampar terdapat sebuah pembangkit listrik tenaga air, PLTA Koto Panjang dengan kapasitas terpasang 114 MW, dan diperkuat lagi oleh 3 unit PLTD dengan daya terpasang 0,34 MW. Dari total kapasitas yang ada


(50)

sebesar 114,34 MW dan yang digunakan untuk keperluan Kabupaten Kamapar hanya 17,2 MW, sisanya 97,14 MW dijual ke luar kabupaten.

Didalam melakukan usaha perkebunan kelapa sawit fasilitas listrik dan air bersih tidaklah terlalu berpengaruh. Dari pengamatan dilapangan diketahui bahwa petani di Kabupaten Kampar telah memamfaatkan sarana penerangan listrik. Dari responden diketahui bahwa ketersediaan sarana listrik membantu berjalannya usaha perkebunannya hanya untuk keperluan pribadi dan pasca panen, terutama dari segi keamanan dan kenyamanan serta ketelitian dalam pembagian keuntungan pasca panen. Dari segi biaya, ketersediaan listrik bagi petani sangat terbantu apabila dibandingkan dengan menggunakan lampu lain.

Fasilitas air bersih dikelola oleh Perusahaan Darah Air Minum (PDAM) Tirta Kampar. Kapasitas produksi pada tahun 2002 telah mencapai 1.391.076 m3, yang diproduksi oleh 5 unit produksi yang berlokasi di Bangkinang, Air Tiris, Kuok, Tambang dan Teratak Buluh. Dari jumlah tersebut yang telah didistribusikan kepada masyarakat mencapai 1.177.470 m3, dan sisanya dipakai sendiri.

Keberadaan fasilitas air bersih ini tidak sampai pada pemukiman penduduk pada lokasi- lokasi pendirian PKS. Air bersih ini tidak berhubungan langsung dengan budidaya perkebunan kelapa sawit. Penggunaan air hanya untuk kehidupan sosial dan pribadi masyarakat. Dari pengamatan dilapangan ketersediaan air bersih petani didapat dari sumur sendiri, hal ini disebabkan air dari PDAM belum sampai kelokasi petani.


(51)

c. Lembaga Keuangan

Majunya dunia usaha berkaitan erat hubungannya dengan keberadaan lembaga keuangan dilokasi tersebut. Pada saat sekarang kondisi masyarakat usaha kecil mengharapkan sekali bantuan permodalan, hal ini dikarenakan usaha kecil masih dihadapi oleh kendala kekurangan modal usaha.

Lebaga keuangan yang ada di Kabupaten Kampar didominasi oleh Bank-Bank, baik dari swasta maupun dari pemerintah, selain itu bentuk-bentuk Bank yang ada di Kabupaten Kampar juga bervariasi antara Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat baik BUMN ataupun BUMD. Dari pengamatan dilapangan petani sudah terikat dengan Bank yang sama dengan perusahaan inti. Hal ini sangat membantu petani dan perusahaan berhubungan keuangan dengan menggunakan jasa Bank yang sama untuk mentransfer dana dari inti ke petani atau sebaliknya dari petani ke inti.

d. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor sarana yang dibutuhkan dalam upaya menggerakkan ekonomi kerakyatan. di Kabupaten Kampar sarana pendidikan ini sudah cukup memadai yang dikelola oleh pihak swasta dan pemerintah mulai dari Taman Kanak-kanak/Play Group sampai Perguruan Tinggi, seperti terlihat dalam Tabel 8.

Dari 828 lembaga pendidikan yang ada mulai dari TK/RA hingga SLTA/MA di Kabupaten Kampar, aktifitas belajar mengajar dilaksanakan oleh 6.907 orang guru, yang terdiri dari 4.927 orang guru yang mengajar disekolah negeri dan 1.980 orang yang mengajar disekolah swasta. Selain itu jumlah tenaga


(52)

pendidik pada 327 buah MDA yang aktivitas belajar mengajarnya dilaksanakan oleh 1.675 orang guru dan 20 buah Pondok Pesantren dengan 482 orang guru (Pola Dasar Pembangunan Daerah Tahun 2002-2006, 2004).

Tabel 8. Sarana Pendidikan di Daerah Penelitian Tahun 2003

No. Jenis Sekolah Jumlah (unit)

1 TK/Play Group/RA 166

2 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah 461

3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/MTs 141

4 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/MA 55

5 Sekolah Menegah Kejuruan 5

6 Perguruan Tinggi 4

Total 832

Sumber : Kampar Dalam Angka, 2004

e. Kesehatan.

Di Kabupaten Kampar, fasilitas kesehatan sudah cukup memadai, seperti terdapat rumah sakit swasta dan pemerintah serta balai-balai pengobatan yang tersebar merata didaearah penelitian. Dari fasilitas yang tersedia menunjukkan tingkat kesehatan masyarakat cukup diperhatikan, hal ini terlihat dari tersedianya Puskesmas dimasing- masing kecamatan di disetiap sudut kota dibantu dengan Puskesmas keliling, seperti terlihat pada Tabel 9.

Jumlah tenaga kesehatan yang melayani masyarakat sampai tahun 2002 berjumlah 680 orang, terdiri dari tenaga medik berupa dokter umum sebanyak 24 orang, dokter gigi sebanyak 16 orang, dokter ahli bedah satu orang, dokter ahli kandungan satu orang, ahli anak satu orang dan dokter ahli lainnya satu orang. Tenaga perawat kesehatan terdiri dari 80 orang tamatan akademi perawat, tamatan sekolah pendidikan keperawatan dan setaranya 206 orang, bidan 139 orang,


(53)

perawat gigi 16 orang, anastesi 3 orang dan penjenang kesehatan sebanyak satu orang. Selain itu juga terdapat apoteker, sarjana kesehatan masyarakat, gizi, fisioterapi, analis dan sebagainya yang berjumlah 106 orang serta tenaga paramedik lainnya berjumlah 60 orang. Semua tersebar di 11 kecamatan (Pola Dasar Pembangunan Daerah Tahun 2002-2006, 2004).

Tabel 9. Fasilitas Sarana Kesehatan di Kabupaten Kampar Tahun 2003

No. Sarana Kesehatan Jumlah (unit)

1 Rumah sakit umum 1

2 Balai/klinik pengobatan 14

3 Puskesmas 17

4 Puskesmas pembantu 107

5 Puskesmas keliling 18

6 Posyandu 468

Total 625

Sumber: Kampar Dalam Angka, 2004.

4.4. Perkembangan Perkebunan di Kabupaten Kampar

Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir menunjukan kondisi yang signifikan. Luasan perkebunan sawit Indonesia pada tahun 1999 berjumlah 2,7 juta hektar. Pada tahun 2003 luasan tersebut bertambah hingga mencapai 4,8 juta hektar. Dengan luasan terbut yang telah memberikan produktifitas dengan tingkat yang bagus adalah 7 persen per tahun. Dari luasan lahan perkebunan tersebut, sebesar 1,3 juta hektar berada di Provinsi Riau.

Luasan perkebunan yang didukung oleh sumber daya alam cukup mendukung dalam pengembangan komoditas perkebunan terutama di Kabupaten


(54)

Kampar yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan hasil kebun penduduk. Jumlah luasan kebun di Kabupaten Kampar pada tahun 2000 - 2004 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Perkembangan Luas Kebun di Kabupaten Kampar Menurut Komoditi Tahun 2000 - 2004.

Luas (Ha)

No. Komoditi

2000 2001 2002 2003 2004

1 Karet 78.416 81.928 84.443 92.018 93.166 2 Kelapa Sawit 215.084 214.516 220.037 233.362 241.486

3 Kelapa 2.701 2.726 2.793 2.831 2.895

4 Gambir 3.890 4.863 5.163 5.484 5.597

5 Antan 1.754 531 492 510 513

Jumlah 301.845 304.564 312.928 334.205 343.567 Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar, 2004.

Dari data dapat dilihat bahwa untuk kebun besar lebih dominan kebun kelapa sawit dibanding kebun lainnya, terlihat bahwa kebun kelapa sawit memiliki luasan 241.486 Ha. Luasan kebun antan merupakan luasan yang terkecil dengan jumlah 513 Ha.

Produksi hasil perkebunan tahun 2004 di Kabupaten Kampar mencapai 732.641 Ton, hal ini nampak mengalami peningkatan produksi dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini sebagaimana yang terlihat pada Tabel 11.

Berdasarkan kesesuaian/kecocokan kondisi agroklimat dan agroekosistim terlihat adanya dukungan prospek serta potensi perkebunan yang dapat dikembangkan. Dari data tersebut terlihat bahwa komoditas yang terbesar untuk terus dikembangkan oleh masyarakat adalah kebun kelapa sawit. Potensi yang tersedia dari hasil perkebunan kelapa sawit ini tentu saja menjanjikan untuk terus dikembangkannya pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit.


(55)

Tabel 11. Perkembangan Produksi Hasil Perkebunan di Kabupaten Kampar Tahun 2000 - 2004

Produksi (Ton)

No. Komoditi

2000 2001 2002 2003 2004

1 Karet 31.954 37.263 37.779 48.068 49.653 2 Kelapa Sawit 350.315 487.180 532.445 672.497 679.125

3 Kelapa 1.366 1.560 1.634 1.794 1.905

4 Gambir 1.062 1.486 1.612 1.786 1.745

5 Antan 1.671 178 183 198 213

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar, 2004

4.5. Karakteristik Responden

Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini terdiri dari petani kelapa sawit yang hubungan denga n perusahaan pengolah kelapa sawit baik yang mempunyai hubungan secara langsung ataupun secara tidak langsung. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 60 responden. Karakteristik responden yang diamati adalah umur, pendidikan, kesehatan, pekerjaan serta pendapatan sebelum dan sesudah berdirinya pabrik pengolahan kelapa sawit.

4.5.1. Umur

Umur dapat menggambarkan tingkat kematangan setiap individu petani dalam mengambil tindakan maupun resiko yang akan diperolehnya dikemudian hari. Disamping itu, umur petani juga dapat dijadikan sebagai patokan utama dalam melakukan melakukan usaha usaha, baik itu usaha perkebunan kelapa sawit ataupun usaha- usaha lainya yang dapat mempengaruhi tingkat keseriusan dalam


(56)

menjalankan usahanya. Pada umumnya indikator umur sering dikaitkan dengan angkatan kerja, baik produktif maupun yang non produktif serta tingkat kesehatan. Kisaran umur responden yang diteliti berkisar antara 20 tahun sampai dengan 50 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar petani kelapa sawit merupakan angkatan kerja yang digolongkan produktif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Kampar Tahun 2005

No Umur Petani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 20 – 29 5 8,33

2. 30 – 39 16 26,67

3. 40 – 49 28 46,67

4. = 50 11 18,33

Jumlah 60 100,00

Terlihat bahwa distribusi umur responden yang terbesar berada pada kelompok umur 40 - 49 tahun yaitu sebanyak 28 orang atau 46,67%. Dilain pihak kelompok umur antara 30 sampai dengan 39 berjumlah 16 orang atau 26,67% yang menduduki urutan ke dua, kelompok umur 50 tahun serta lebih sebanyak 11 orang atau 18,33% yang menduduki urutan ke tiga, dan kelompok umur antara 20 sampai dengan 29 sebanyak 5 orang atau 8,33% merupakan kelompok umur responden yang paling sedikit.

Dari sebaran kelompok tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan usaha budidaya tanaman kelapa sawit lebih banyak dilakukan oleh petani yang memiliki umur yang berkisar antara 40 sampai dengan 49 tahun atau dengan kata


(57)

lain bahwa pada kelompok tersebut merupakan kelompok umur produktif yang paling dominan dari responden.

4.5.2. Tingkat Pendidikan Responden

Dari hasil pengumpulan data dilapangan, tingkat pendidikan yang relatif bervariasi yaitu dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Dari kondisi tersebut diperoleh gambaran bahwa responden dapat menyelesaikan pendidikan formalnya sesuai dengan tingkatan masing- masing. Pada Tabel 13 disajikan data tentang tingkat pendidikan serta lamanya pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden.

Tabel 13. Distribusi Responden Menururt Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kampar Tahun 2005

Kelompok Tingkat

Pendidikan

Lama Pendidikan (tahun)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

I SD 6 29 48,33

II SLTP 9 21 35,00

III SLTA 12 8 13,33

IV PT = 13 2 3,33

Jumlah 60 100,00

Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh responden dilokasi penelitian umumnya didominasi oleh pendidikan tingkat Sekolah Dasar dan pada tingkat Pendidikan Tinggi yaitu 2 orang, artinya jika tingkat strata pendikan seseorang adalah faktor yang paling mendasar yang menetukan tingkat kualitas seseorang, maka data tabel 12 memperlihatkan kualitas sumber daya manusia pada kelompok III (SLTA) dan IV (PT) jauh lebih baik dari kelompok I (SD) dan II (SLTP) .


(58)

4.5.3. Tingkat Kesehatan Responden

Kesehatan merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya dari faktor-faktor lain, karena walaupun semua kebutuhan lain terpenuhi bila kita sakit maka semuanya itu tidak ada artinya. Kesehatan sangat terpengaruh oleh kemampuan seseorang menerima perubahan yang terjadi, salah satunya faktor lingkungan, oleh karena itu demi terciptanya kesehatan yang baik adalah berawal dari kebersihan diri sendiri dan lingkungan. Penyebaran fasilitas kesehatan di Kabupaten Kampar merata hampir diseluruh kota kecamatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kampar Tahun 2003

Jumlah Fasilitas (unit)

No Kecamatan

Pemerintah Swasta Total (unit)

1 Bangkinang 16 2 18

2 Bangkinang Barat 11 2 13

3 XIII Koto Kampar 11 1 12

4 Siak Hulu 14 1 15

5 Tapung 13 2 15

6 Kampar Kiri 12 1 13

7 Kampar 15 1 16

8 Tambang 8 0 8

9 Tapung Hulu 11 1 12

10 Tapung Hilir 10 1 11

11 Kampar Kiri Hilir 7 0 7 12 Kampar kiri Hulu 6 1 7

13 Tapung Kiri 9 1 10

Jumlah 143 14 157

Sumber : Kampar Dalam Angka, 2004

Secara umum, untuk tingkat kesehatan responden dapat dikatakan bahwa responden dan keluarga nya berada dalam kelompok sehat. Hal ini menurut mereka karena telah banyak tersedianya fasilitas-fasilitas kesehatan, baik milik


(59)

pemerintah ataupun milik swasta. Untuk pelayanan kesehatan, selain telah tersedianya berbagai fasilitas utama, juga terdapat sejumlah fasilitas pendukung lainnya, seperti, Apotek, dan Laboratorium Klinis.

4.5.4 Jenis Usaha Responden

Pekerjaan utama responden adalah ada dua variabel yang pertama petani perkebunan kelapa sawit, dan yang kedua bukan petani kelapa sawit, Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Distribusi Responden Menurut Status Usaha di Kabupaten Kampar Tahun 2005

Status Usaha Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Perkebunan kelapa sawit 30 50,00

Non Perkebunan 30 50,00

Total 60 100,00

Pada Tabel 15 terlihat bahwa responden yang diambil lebih banyak berasal dari mereka yang bukan petani perkebunan kelapa sawit. Bagi Responden usaha utama perkebunan kelapa sawit akan memberikan dampak positif terhadap keberadaan PKS, masalah pemasaran hasil dan transportasi dapat diatasi akan tetapi sedikit sekali merasakan dampak negatifnya, sebaliknya renponden yang bukan usaha utamanya perkebunan kelapa sawit merasakan dampak posif akan tetapi dampak negatif juga sangat berpengaruh terhadap tatanan sosial kehidupan keluarganya, na mun dilain pihak secara tidak langsung bisa dimanfaatkan sebagai usaha- usaha yang dapat menunjang ekonomi seperti terbukanya peluang usaha perdagangan, trasportasi angkutan buah yang sifatnya memberikan kontribusi ekonomi keluarga.


(60)

53

5.1. Proses Pembangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit

Keharusan untuk mendirikan pabrik pengolahan kelapa sawit bagi perusahaan swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kebun inti atau plasma akan memberikan dampak pada masyarakat baik dampak positif atau dampak negati. Dalam proses pemberian rekomendasi terhadap berdirinya pabrik pengolahan kelapa sawit, bila tidak direncanakan secara cermat akan menimbulkan dampak negatif bagi pencemaran lingkungan dan tingkat kesehatan masyarakat di sekitar pabrik.

Penentuan lokasi pabrik harus mempergunakan pertimbangan-pertimbangan yang mendalam, karena penentuan lokasi pabrik merupakan suatu kebijakan yang akan dipergunakan dalam jangka panjang. Dalam perencanaan pemilihan lokasi pendirian pabrik, peraturan daerah setempat selayaknya dijadikan bahan pertimbangan yang sangat penting. Pada umumnya masing-masing daerah mempunyai peraturan tersendiri yang mengatur masalah pembagian daerah untuk industri, pemukiman, jalur hijau dan sebagainya. Selain itu setiap daerah juga memiliki jalur birokrasi yang dapat menyebabkan proses pendirian pabrik membutuhkan waktu cukup lama terutama dalam pengurusan perizinan.

Menurut Ahyari (2002), perlu dimengerti bahwa akan terdapat beberapa perusahaan tertentu yang karena proses produksi sebaiknya mendirikan pabrik dari perusahaan tersebut dalam jarak yang cukup jauh dari lokasi pemukiman


(61)

penduduk. Hal ini disebabkan oleh proses produksi dari perusahaan yang bersangkutan ini akan dapat menimbulkan gangguan masyarakat, misalnya menyebarkan bau yang tidak sedap atau tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh pabrik tersebut yang cukup tinggi. Selain itu terdapat pula beberapa perusahaan yang dikhawatirkan akan mengakibatkan pencemaran lingkungan, gangguan keamanan dan lain sebagainya.

Sebagai bahan pertimbangan bagi pengusaha pabrik pengolahan kelapa sawit dan stakeholders terkait dalam pemberian rekomendasi, pada Tabel 16 dapat dilihat tanggapan negatif masyarakat terhadap keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit.

Tabel 16. Tanggapan Negatif Masyarakat Terhadap Keberadaan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit

No Polusi Tanggapan Alasan Masyarakat

1 Udara Terganggu Bau dan debu.

2 Air Khawatir Khawatir limbah pabrik yang dibuang ke sungai. 3 Sampah Terganggu Janjangan kosong berserakan dijalanan.

4 Lainnya Ada - Banyaknya lalat terutama musim kemarau, dikhawatirkan bisa menularkan berbagai macam jenis penyakit.

- Munculnya lalat- lalat kecil pada sore hari. - Suara bising pada malam hari disaat

pemanasan mesin pabrik mengganggu kenyamanan.

Pencemaran udara yang menimbulkan bau dan debu, merupakan bagian dari proses pengolahan di PKS, baik secara langsung atau secara tidak langsung. Bau merupakan dampak langsung akibat dari proses pengolahan Tandan Buah Segar menjadi Crude Palm Oil. Debu merupakan dampak tidak langsung dari pengangkutan Tandan Buah Segar. Hal ini harus mendapat perhatian perusahaan


(62)

agar transportasi Tandan Buah Segar harus dipisahkan dari jalan yang juga digunakan masyarakat.

Sampah yang ditimbulkan merupakan dampak dari keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit berupa sisa dari proses pengolahan Tandan Buah Segar menjadi Crude Palm Oil, terutama adalah tercecernya janjangan kosong di jalan pada pembuangan akhir serta sampah dari limbah kantin yang terdapat disekitar pabrik. Selain itu juga adanya brondolan yang tercecer di jalanan ketika pengangkutan Tandan Buah Segar ke pabrik pengolahan kelapa sawit.

Pada musim kemarau, lalat- lalat yang berterbangan akan sampai ke pemukiman masyarakat. Lalat yang diyakini masyarakat dapat menjadi mediator penularan penyakit, diduga berasal dari tempat pembuangan janjangan kosong yang dekat dengan pemukiman masyarakat. Selain lalat juga terdapat binatang-binatang kecil menyerupai lalat bercangkang keras yang beterbangan dalam jumlah yang sangat besar pada sore hari yang bisa mengganggu kenyaman masyarakat terutama pengendara sepeda motor.

Kekhawatiran masyarakat terhadap pencemaran air adalah, ada pabrik pengolahan kelapa sawit yang membuang limbah ke sungai. Kekhawatiran ini terjadi karena masyarakat tidak mengetahui bahwa dalam syarat mendirikan pabrik pengolahan kelapa sawit, pabrik juga diharuskan membuat rancangan pengolahan limbah yang sempurna serta diikuti dengan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang konsisten. Kekhawatiran tersebut sangat beralasan, 60% pabrik pengolahan kelapa sawit tidak menerapkan analisa mengenai dampak lingkungan.


(1)

6. Sumber Air Minum

Sumber Mulai Sampai Alasan

II. Status Kebun/Usaha

7. Kepemilikan lahan : Milik sendiri _____________ Lainnya ______________ 8. Luas lahan : ________ Ha

9. Jarak dari rumah : ________ km 10. Jenis tanaman

a. Sawit : __________ Ha b. Karet : __________ Ha

c. Lainnya _________________ : __________ Ha

11. Usaha sebelum berkebun sawit dan usaha lainnya yang sedang dilakukan serta sebutkan besarnya usaha :

(lingkari yang sebenarnya) a. Sebelumnya/sedang : b. Sebelumnya/sedang : c. Sebelumnya/sedang : d. Sebelumnya/sedang : e. Sebelumnya/sedang :

12. Status Pekerjaan :

Utama : _________________ Sampingan : _________________


(2)

110

13. Kondisi Perumahan

Sebelum Adanya PKS Setelah Adanya PKS Keadaan Rumah

Ya Tidak Ya Tidak

Atap :

a. Genteng b. Seng

c. Daun Rumbia Dinding:

a. Bata b. 1/2 bata c. Papan Lantai:

a. Semen b. Papan c. Tanah Jenis Rumah:

a. Permanen b. Semi permanen c. Non permanen Lainnya:

III. Pendapatan

14. Pendapatan kotor selama sebulan secara rata-rata a. Usaha Perkebunan :

No Sumber Jumlah

Produksi Harga /unit Jumlah Ket. 1 Kelapa Sawit

2 Karet 3 Kelapa 4

5 6


(3)

b. Usaha lainnya :

No Sumber Jumlah Produksi Harga /unit Jumlah

1 2 3

IV. Keberadaan PKS a. Pendirian PKS

Alasan Keterangan

Kebun milik pabrik Luas: Ha Kebun milik rakyat Luas: Ha Daya tampung pabrik Ton Sosialisasi masyarakat Ada / Tidak ada

b. Keuntungan

No Keuntungan Alasan

1 2 3 4 5

V. Permasalahan/Pengaruh yang dirasakan dengan keberadaan PKS

No Permasalahan Alasan

1 Pendidikan 2 Kesehatan 3 Air Bersih

4 Mata Pencaharian 5 Kesempatan Kerja 6 Lingkungan 7 Perumahan


(4)

112

VI. Penanganan permasalahan yang diharapkan dari keberadaan PKS

No Bidang Alasan

1 Pendidikan 2 Kesehatan 3 Air Bersih

4 Mata Pencaharian 5 Kesempatan Kerja 6 Perumahan


(5)

Gambar 1. Pengguna jalan dasa sebagai sarana pengangkutan tandan buah segar (TBS) Inti atau Plasma di Desa Kenantan Kec. Tapung Kab. Kampar


(6)

Gambar 3. Pembuangan jajangan kosong di perkebunan Inti pada salah satu perusahaan yang ada di Kec. Tapung Hilir Kab. Kampar