Ibnu Battutah adalah pemuda Maroko yang ingin menunaikan ibadah haji karena mimpinya. Kedua orang tuanya sangat mengkhawatirkan dan
berusaha mencegahnya mengingat usia Ibnu Battutah masih sangat muda untuk melakukan perjalanan seorang diri. Namun, karena keinginan yang
sudah tidak terbendung, ia tetap bersikukuh untuk melaksanakan perjalanan ke Mekah pada saat itu. Ayahnya memberikan seekor kuda, sedangkan ibunya
memberikan pakaian ihram. Pakaian ini yang kelak menyelamatkannya dari sergapan para bandit di gurun.
Pada adegan 2, terjadi fenomena perampokan saat Ibnu Battutah tengah melakukan perjalanan disebuah perbukitan gurun. Di sana ia dikepung
oleh kawanan bandit yang mencoba menghadangnya untuk merampas perbekalan yang dibawa oleh Ibnu Battutah. Kemudian, entah mengapa ketika
Ibnu Battutah hampir dibunuh oleh para bandit, tiba-tiba ketua tokoh nomaden yang bermukim di gurun tersebut datang dan menghentikan kejadian itu. Hal
ini mengindikasikan bahwa seperti yang dikatakan dalam Al- qur‟an janji
Tuhan tidak akan ingkar kepada hambanya yang sepenuh hati berjuang di jalan Allah. Terbukuti, Tuhan masih melindungi Ibnu Battutah dari bahaya
yang mengancam dengan cara mendatangkan penyamun untuk melindunginya dari sergapan para bandit gurun. Selain itu terdapat pula adegan pada saat di
mana Ibnu Battutah merasakan kesulitan, sang penyamun selalu hadir untuk membantu dan menuntunnya dalam perjalanan.
Film yang diproduksi Cosmic Picture ini banyak menceritakan pengalaman Ibnu Battutah pada saat ia berinteraksi dengan peradaban bangsa
lain, seperti pada saat ia melakukan perjalanan dari Damaskus bersama para
kafilah yang notabene berasal dari berbagai suku dan negara berkumpul di sana untuk melakukan perjalanan bersama-sama. Selain itu, film ini mampu
menyajikan gambaran perjalanan haji yang sangat menuntut kesiapan mental untuk menghadapi segala rintangan yang melelahkan secara fisik maupun
mental. Sineas menampilkan adegan-adegan tertentu sebagai pesan simbolik.
Pada adegan khusus perjalanan Ibnu Battutah dari Kairo menuju Mekah, pesan-pesan tersebut dibangun berdasarkan narasi dan bahasa skenario.
Sebagaimana pemahaman yang dilontarkan Metz, bahwasannya bahasa film berbeda dengan bahasa tutur. Bahasa film yang dimaksud adalah serangkaian
aspek dan komponen yang mendukung terjadinya proses produksi tanda di dalam film tersebut.
Pada adegan perjalanan Ibnu Battutah dari Kairo menuju Mekah, sineas sudah cukup jeli melihat simbol-simbol dan kode-kode itu. Terbukti
dengan pemilihan lokasi setting, situasi psikis, properti, dan hal lain yang terlibat di dalam bahasa film, terangkum dalam sebuah aksi drama yang linier
dan tidak membingungkan, sehingga keberlangsungan cerita tersusun rapi, membuatnya menjadi sebuah kemasan yang saling berkaitan antara ikon,
indeks, simbol. Hal ini dapat dilihat ketika Ibnu Battutah sedang melakukan perjalanan
panjang dari Damaskus bersama para kafilah haji. ini menunjukkan, kondisi yang mendukung dan bangunan setting yang dapat mendukung mood
penonton. Jubah, unta, sorban, gurun pasir, kafilah haji sebagai pendukung ikonografi yang cukup relevan.
Di sisi lain, tokoh antagonis dalam film ini tidak banyak dimunculkan. Hanya sekali, ketika Ibnu Battutah disergap oleh para bandit di gurun pasir
dan mencuri barang bawaannya. Dalam film ini, menurut peneliti, tantangan terbesar yang menjadi hambatan perjalanan Ibnu Battutah adalah keadaan
alam yang ekstrim di mana banyak spot yang menunjukkan cuaca panas yang teramat terik. Unsur sinematografinya sangat natural, sehingga tidak terkesan
dibuat-buat.
102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri pembahasan dalam skripsi ini, penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sign dan Code tanda-tanda dan kode yang terdapat pada perjuangan jihad
fi sabilillah adalah tanda-tanda verbal maupun non verbal di dalam adegan perjalanan ke Mekah yang tervisualisasi dalam pertengahan cerita.
Pemilihan sign dan code berfokus pada adegan ketika perjalanan yang ditempuh Ibnu Battutah dari Kairo menuju Mekah. Melalui kajian
semiotika, peneliti menemukan kurang lebih 19 tanda dan kode yang signifikan terhadap tujuan penelitian dalam adegan perjalanan dari Kairo
menuju Mekah yang dirangkum dalam tebel denotasi dan konotasi. 2.
Elemen yang terdapat dalam perjuangan jihad fi sabilillah terdapat 13 komponen penting dalam penelitian ini. Pertama, aspek mis en scene yang
menjelaskan makna melalui kostum, tata rias, setting, dan pencahayaan yang ditampilkan di depan kamera yang berfungsi sebagai penunjuk status
sosial, citra dan penunjuk ruang dan waktu. Selanjutnya pemaknaan melalui editing dapat dilihat dari bagaimana pengemasan berbagai shot
dalam sebuah adegan. Kemudian shot types yang menampilkan makna melalui jarak dan sudut kamera, ketinggian dan kemiringan kamera, serta
camera angle , aspek ini menanmkan makna melalui berbagai sudut
kemera secara khusus. Selain itu, ada pula camera movement yang bertujuan menghadirkan
sebuah pesan melalui gerakan kamera secara dinamis. Lighting
memberikan makna tertentu dalam setiap adegan pemain film dan juga mood
dan efek tertentu. Diges and sound menghidupkan makna melalui suara-suara tertentu. Efek visual, memberikan makna seakan terlihat nyata.
Narrative bekerja dalam scenario film. Genre pada film ini adalah
dramatic adventure , karena film ini menceritakan sebuah perjalanan yang
dramatis dan ikonografinya memiliki kesamaan yang sangat dekat dengan genre. The star system menyesuaikan pemeran dengan cerita film. Dan
yang terakhir realism, komponen ini menampilkan situasi yang terlihat realistis.
3. Convention konvensi dalam film ini bisa dilihat sebagaimana gambaran
suasana sebuah perjalanan ke Mekah pada abad ke 14. Perampokan dan hambatan hambatan yang dihadapi dalam perjalanan setidaknya dapat
memberikan sebuah gambaran kecil kepada penonton.
B. Saran
Journey to Mecca, merupakan film yang memiliki plot cerita yang
berusaha menampilkan sebuah perjuangan keras menuju tanah suci Mekah seorang Ibnu Battutah. Namun, setiap kejadian atau hambatan yang
ditampilkan dalam film ini terlalu singkat, sehingga perjalanan yang membahayakan itu terkesan wajar-wajar saja.
Film ini ada baiknya diputar juga di bioskop-bioskop pada umumnya, karena dapat menjangkau segmentasi kalangan manapun yang ingin menonton
film ini. Di Indonesia khususnya, layar IMAX pada saat itu hanya terdapat di TMII, sehingga sulit terjangkau untuk kalangan yang berada di luar Jakarta.
104
DAFTAR PUSTAKA
Al-Karadhawi, Yusuf. 100 Tanya-Jawab Haji dan Umrah. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2013.
Al-Maududi, Al-Imam Abu al- A‟la, dkk. Jihad Bukan Konfrontasi: meluruskan
Makna Jihad Islam dalam Realitas Kehidupan Masyarakat Modern .
Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim, 2001. Arsyad, Azhar. Media Pengajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009. Baran, Stanley J. Pengantar Komunikasi Massa jilid 1 Edisi 5: Melek Media dan
Budaya . Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008.
Battutah, Muhammad bin Abdullah. Rihlah Ibnu Bathuthah: Memoar Perjalanan Keliling Dunia di Abad Pertengahan
. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta, 2009. Campsall, Stave.
– 27062002 Rev. 17122005; 14:18:24 Media – GCSE Film Analysis Guide 3
– SJC. Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotik Media. Yogyakarta: Jalasutra,
2010. Danesi, Marcel. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
Djaelani, Abdul Zadir. Jihadd fi Sabilillah dan tantangan-tantangannya. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1995.
E Dunn, Ross. Petualangan Ibnu Battutah Seorang Musafir Muslim Abad ke-14. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995.
Effendi, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.
Fasha, Ania Febriani. “Semiotika Arti Kasih Ibu dalam Film Semesta
Mendukung,” Skripsi S1. Jakarta: Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2013.
Imanjaya, Ekky. Why Not: Remaja Doyan Nonton. Bandung: PT Mizan Bunaya Kreativa, 2004.
Lechte, John. 50 Filsuf Kontemporer: Dari Strukturalisme sampai Posmodernitas. Yogyakarta: Kanisius, 2001.