Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH

1,5 per tahun. Pada hirarki wilayah 2 terdapat kelurahan yang memiliki peningkatan laju perubahan RTH yang cukup besar 5,9 yaitu Kelurahan Medan Satria, Kecamatan medan Satria. Peningkatan laju perubahan RTH tersebut diduga karena adanya refungsionalisasi lahan kosong menjadi RTH terutama yang berada di sekitar banjir kanal timur BKT. Pada hirarki wilayah 3, secara umum luas RTH terkonversi dengan nilai tengah laju penurunan sebesar 2,5 per tahun. Laju konversi terbesar terjadi pada Kelurahan Jati Kramat, Kecamatan Jati Asih dengan laju penurunan sebesar 5,1 per tahun. Pada hirarki 3 ini terdapat dua pencilan yang memiliki laju penurunan luas RTH yang sangat besar yaitu sebesar 7,1 per tahun pada Kelurahan Jati Warna, Kecamatan Pondok Melati dan 8 per tahun pada Kelurahan Jati Bening Baru, Kecamatan Pondok Gede. Besarnya konversi RTH pada kedua kecamatan tersebut karena terkonversinya RTH menjadi permukiman dan JORR jalan tol, terutama RTH privat berupa kebun milik warga. Laju konversi RTH terbesar terjadi pada hirarki wilayah 1, kemudian diikuti oleh hirarki wilayah 2 dan 3. Secara umum, luas konversi atau perubahan RTH per tahun paling besar terjadi pada hirarki wilayah 3, namun laju konversi atau perubahan RTH per tahun paling besar terjadi pada hirarki wilayah 1. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan luasan RTH pada wilayah yang berhirarki 3 lebih besar dibandingkan dengan luasan RTH pada wilayah berhirarki 2 atau 1. Oleh karena itu, walaupun luas konversi RTH per tahun pada wilayah berhirarki 3 paling besar namun laju yang dihasilkan tidak besar karena luas perubahan RTH tersebut diperbandingkan dengan luasan RTH yang lebih besar. Pada wilayah berhirarki 1, luas RTH yang terkonversi tiap tahun relatif kecil namun memiliki laju yang besar. Hal ini karena luas RTH yang ada pada wilayah berhirarki 1 kecil namun terus terjadi konversi RTH menjadi penggunaan lahan lain sehingga laju yang dihasilkan terlihat besar.

5.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH

Perubahan luas RTH yang terjadi di Kota Bekasi pada periode tahun 2003- 2010 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH di Kota Bekasi dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan metode stepwise regression. Variabel yang digunakan dalam membuat regresi bertatar berjumlah 21 variabel, yaitu satu variabel tujuan Y dan 20 variabel penduga X. Hasil analisis regresi tertera pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Regression Summary for Dependent Variable: perubahan RTH R= ,770 R²= ,593 Adjusted R²= ,529 F7,44=9,1893 p VariabelIntersep Beta Std.Err. B Std.Err. t44 p-level Intersep 1,140 2,648 0,431 0,669 Jarak ke pusat kota -0,262 0,134 -0,389 0,198 -1,960 0,056 Luas RTH tahun 2003 -0,399 0,154 -0,080 0,031 -2,588 0,013 Jarak ke fasilitas sosial terdekat 0,089 0,134 0,541 0,817 0,663 0,511 Perubahan lahan terbangun 2003-2010 -0,514 0,139 -0,227 0,061 -3,700 0,001 Luas lahan kosong tahun 2003 0,376 0,126 0,099 0,033 2,973 0,005 Jarak ke fasilitas pendidikan terdekat 0,216 0,110 2,378 1,205 1,973 0,055 Perubahan jumlah fasilitas ekonomi -0,146 0,109 -0,011 0,008 -1,343 0,186 Tabel 13 menjelaskan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan memiliki nilai R-square R 2 sebesar 0,59. Dari nilai R-square tersebut, diketahui bahwa terdapat 41 ragam di luar variabel-variabel bebas yang digunakan dalam analisis ini yang mempengaruhi perubahan RTH. Berdasarkan Tabel 10 tersebut, variabel penduga yang yang berpengaruh sangat nyata p-level 0,05 adalah luasan RTH pada tahun 2003, perubahan lahan terbangun 2003-2010, dan luasan lahan kosong pada tahun 2003. Variabel yang berpengaruh nyata adalah jarak ke kabupaten yang membawahi, jarak ke fasilitas sosial, jarak ke fasilitas pendidikan, dan perubahan jumlah fasilitas ekonomi. Secara lebih rinci, faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH di Kota Bekasi adalah sebagai berikut: 1. Jarak ke pusat kota Hasil regresi menunjukkan bahwa jarak ke pusat kota bernilai negatif dengan koefisien sebesar -0,262. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan satu satuan jarak ke kabupaten maka potensi penurunan luas RTH sebesar 0,2 satuan ha. Semakin jauh jarak ke kabupaten maka penurunan luas RTH semakin besar. Hal tersebut terjadi pada Kota Bekasi diduga karena semakin jauh dari kabupaten, perkembangan wilayahnya pun belum cukup pesat sehingga luas RTH yang tersedia lebih besar. Hal ini memungkinkan untuk menggunakan lahan ini menjadi area terbangun dalam upaya pengembangan kota. 2. Luas RTH tahun 2003 Hasil Regresi menunjukkan bahwa variabel luas RTH tahun 2003 bernilai negatif dengan koefisien sebesar -0,399. Penambahan satu satuan luas RTH tahun 2003 maka potensi penurunan luas RTH sebesar 0,39 satuan ha. Kota Bekasi bagian Selatan mempunyai RTH privat berupa kebun warga yang cukup luas dibandingkan dengan luasan RTH privat di seluruh kota bekasi. Penggunaan lahan tersebut rawan digunakan menjadi penggunaan lain karena warga dan pembangun cenderung menggunakan lahan tersebut untuk digunakan sebagai perumahan atau bangunan- bangunan lain. 3. Jarak ke fasilitas sosial Hasil regresi yang bernilai positif dengan koefisiensi 0,089 menunjukkan bahwa penambahan satu satuan jarak ke fasilitas sosial maka potensi penambahan luas RTH sebesar 0,089 satuan ha. Hal ini diduga karena pembangunan fasilitas sosial ini tidak disertai dengan pengalokasian sebagian lahannya untuk RTH. Semakin jauh jarak ke fasilitas sosial dapat diartikan bahwa potensi penggunaan lahan-lahan untuk RTH semakin besar. 4. Perubahan lahan terbangun tahun 2003-2010 Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa perubahan lahan terbangun 2003-2010 bernilai negatif dengan koefisien sebesar -0,514. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan satu satuan lahan terbangun periode 2003-2010 maka potensi penurunan RTH sebesar 0,514 satuan ha. Semakin besar pertumbuhan lahan terbangun maka luas RTH yang tersedia semakin sedikit. Kondisi ini menggambarkan bahwa Kota Bekasi dalam melakukan pembangunan banyak menggunakan lahan-lahan RTH karena minimnya lahan yang tersedia. Dalam kasus ini RTH yang paling banyak digunakan adalah RTH privat berupa kebun-kebun milik warga. 5. Lahan kosong tahun 2003 Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa lahan kosong 2003 bernilai positif dengan koefisiensi sebesar 0,376. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan satu-satuan luas lahan kosong tahun 2003 maka potensi penambahan luas RTH sebesar 0,37 satuan ha. Masih tersedianya lahan kosong bisa menyelamatkan keberadaan RTH karena pembangunan yang terjadi kemungkinan besar akan menggunakan lahan kosong terlebih dulu. Terdapat juga kemungkinan lahan-lahan kosong difungsikan menjadi ruang terbuka hijau dalam upaya meningkatkan areal RTH. 6. Jarak ke fasilitas pendidikan Hasil analisis regresi variabel jarak ke fasilitas pendidikan yang bernilai positif dengan koefisien sebesar 0,216 menunjukkan bahwa penambahan satu satuan jarak ke fasilitas pendidikan maka potensi penambahan luas RTH sebesar 0,216 satuan ha. Hal ini diduga karena pembangunan fasilitas pendidikan ini tidak disertai dengan pengalokasian sebagian lahannya untuk RTH. Semakin jauh jarak ke fasilitas pendidikan dapat diartikan bahwa potensi penggunaan lahan-lahan untuk RTH semakin besar. 7. Perubahan jumlah fasilitas ekonomi Hasil analisis regresi untuk perubahan fasilitas ekonomi menunjukkan nilai negatif dengan koefisien sebesar -0,146. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan satu satuan jumlah fasilitas ekonomi maka potensi penurunan luas RTH sebesar 0,146 satuan ha. Semakin banyak fasilitas ekonomi maka luas RTH yang terpakai semakin besar. Hal ini diduga karena pembangunan fasilitas-fasilitas ekonomi menggunakan lahan-lahan RTH karena lahan-lahan kosong yang strategis telah minim jumlahnya. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suwarli 2011, menunjukkan bahwa salah satu variabel penting yang mempengaruhi terjadinya perubahan luas RTH adalah jumlah penduduk. Namun, hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel tersebut tidak memiliki peran penting. Perbedaan prosedur penelitian serta unit analisis tidak mengkonfirmasi pentingnya peranan variabel jumlah penduduk. Dalam penelitian sebelumnya, unit analisis adalah tahun, sementara dalam penelitian ini unit analisis adalah wilayah administrasi, yaitu kelurahan. Artinya, pada penelitian sebelumnya aspek keberagaman pengamatan relatif tidak berperan karena unit analisis merupakan agregasi dari seluruh wilayah, keberagaman jumlah penduduk secara spasial tidak tergambarkan dan tidak mempengaruhi hasil analisis. Untuk mendukung penjelasan tersebut dilakukan analisis korelasi antara variabel jumlah penduduk dengan perubahan luas RTH. Hasilnya menunjukkan bahwa hasil korelasi antara perubahan jumlah penduduk tahun 2003-2009 dengan perubahan luas RTH tahun 2003-2010 sebesar -0,006. Kecilnya korelasi antara jumlah penduduk di berbagai wilayah keluarahan dengan luas perubahan RTH antar kelurahan mengindikasikan rendahnya peranan jumlah penduduk dalam analisis regresi berganda yang melibatkan beberapa variabel lainnya.

5.6. Analisis Areal yang Berpotensi untuk Perluasan RTH