Siklus Hidup Udang windu Panen dan Pasca Panen Penelitian Sebelumnya

8 dihubungkan oleh selaput tipis. Ada lima pasang kaki renang Pleopoda yang melekat pada ruas pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas keenam, kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas Uropoda. Di antara ekor kipas terdapat ekor yang meruncing pada bagian ujungnya yang disebut telson. Organ dalam yang bisa diamati adalah usus Intestine yang bermuara pada anus yang terletak pada ujung ruas keenam.

2.3 Sifat dan Karakteristik Udang Windu

Terdapat beberapa sifat dan karakteristik udang windu yang perlu untuk diketahui. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pembudidayaan dan dalam jangka panjang akan membahayakan keselamatan udang secara missal. Diantara sifat dan karaktristik udang antara lain : 1. Sifat Nokturnal, yaitu sifat inatang yang aktif mencari makanan pada saat malam hari. sedangkan pada siang hari lebih digunakan untuk beristirahat dengan cara membenamkan diri ke dalam lumpur atau menempel pada suatu benda. Dan dalam kondisi normal udang pada siang hari jarang menampakkan diri. 2. Sifat kanibalisme, yaitu sifat saling memakan ketika terjadi kontak antara sesame udang. Kondisi ini biasanya terjadi pada udang sehat denagn mangsa udang lain yang seang ganti kulit. 3. Ganti kulit, yaitu kondisi ini terjadi pada setiap udang ketika ingin tumbuh menjadi ukuran yang lebih besar, sehingga harus membuang kulit lama yang cukup keras. udang muda biasanya lebih sering melakukan pergantian kulit dibandingkan dengan udang dewasa.

2.4. Siklus Hidup Udang windu

Udang windu merupakan spesies Penaeus monodon, dimana udang windu dewasa memijah di laut lepas, sedangkan udang windu muda bermigrasi ke daerah pantai. Setelah telur-telur menetas, larva hidup di laut lepas menjadi bagian dari zooplankton. Saat stadium post larva mereka bergerak ke daerah dekat pantai dan perlahan-lahan turun ke dasar di daerah estuari dangkal. Perairan dangkal ini memiliki kandungan nutrisi, salinitas dan suhu yang sangat bervariasi dibandingkan dengan laut lepas. Setelah beberapa bulan hidup di daerah estuari, 9 udang dewasa kembali ke lingkungan laut dalam dimana kematangan sel kelamin, perkawinan dan pemijahan terjadi.

2.5. Panen dan Pasca Panen

Panen akan dilakukan pada saat usia pemeliharaan 3-4 bulan, yang harus diperhatikan adlah mutu dan kualitas udang windu yang akan berpindah ke tangan konsumen. Hal ini dilakukan agar pembelian dapat berlangsung secara kontiniu. kualitas udang dapat dilihat dari ukuran udang, semakin besar udang maka semakin menjanjikan. Berkulit keras, bersih, licin, dan tidak terdapat cacat pada tubuh udang, udang dalam kondisi segar, atau masih hidup maka harga yang ditetapkan juga akan semakin tinggi. selain dari beberapa persyaratan ini, maka udang akan ditolok khususnya oleh cold storage sebagai penampung komoditas hasil perikanan. Waktu panen udang, pada umumnya dilakukan pada malam hari. Hal ini terkait dengan sifat udang yang mencari makan pada malam hari dan bergerak dipermukaan sekitar tambak, sehingga alat yang digunakan dalam panen tidak begitu sulit mencari keberadaan udang

2.6. Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian tentang saluran dan sistem pemasaran yang pernah dilakukan sebelumnya : Simamora 2007, Mengenai Analisis Sistem Tataniaga Pisang di Desa Suka Baru Buring, Kecamatan Panengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Berdasarkan hasil penelitian terdapat empat jalur tataniaga yaitu : 1 Petani-PPD-Grosir I-Pengecer-Konsumen, 2 Petani-PPD-Grosir II- Pedagang Pengecer-Konsumen, 3 Petani-PPD-Grosir 1-Grosir II-Pedagang Pengecer-Konsumen, 4 Petani-Konsumen lokal. Dalam penelitian ini dapat dihasilkan bahwa saluran satu merupakan saluran yang lebih efisien, dilihat dari jumlah marjin, biaya, dan keuntungan maka karena keuntungan lebih besar, marjin lebih kecil dan juga biaya lebih kecil. Rasio keuntungan terhadap biaya saluran satu mempunyai nilai yang paling besar yaitu Rp 3,39 dan berada pada tingkat pengecer 3,39 yang artinya setiap Rp 1,00 per kilogram biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 3,39 per kilogram. Dari ketiga saluran tersebut, terlihat bahwa petani selalu menjual hasil panennya 10 kepada pedagang pengumpu dengan cara memberitahukan terlebih dahulu pada pedagang pengumpul waktu panen. Setelah itu pedagang pengumpul mentranformasikan kembali produk kepada pedagang pengecer dan seterusnya. Sehinga dalam penelitian ini dapat dihasilkan bahwa saluran pemasaran satu merupakan saluran yang lebih efisien, dilihat dari jumlah marjin, biaya, dan keuntungan, karena keuntungan lebih besar, marjin lebih kecil dan juga biaya lebih kecil. Melani 2002, Studi mengenai saluran pemasaran Ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Sukabumi menunjukkan bahwa saluran pemasaran Ikan Koi melibatkan tengkulak kampung, tengkulak pasar, dan pedagang eceran. Rantai pemasaran yang panjang diakibatkan oleh daerah pemasaran yang jauh, semakin jauh daerah pemasaran akan melibatkan banyaknya lembaga pemasaran yang terkait. Bertambahnya jarak daerah pemasaran dan lembaga pemasaran yang terlibat, maka biaya pemasaran tinggi. Hal ini akan mendorong pedagang untuk menetapkan harga jual Ikan Koi yang tinggi, sehingga pedagang mendapatkan keuntungan yang besar, menunjukkan bahwa perbedaan yang tinggi antara harga jual petani dengan harga beli konsumen mengakibatkan farmer’s share yang rendah. Dari saluran pemasaran ikan Koi di Kecamatan Cisaat, Sukabumi melibatkan beberapa lembaga pemasara diantaranya tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Jauhnya Daerah pemasaran bagi petani Ikan Koi, sehingga melibatkan beberapa lembaga pemasaran dan mengeluarkan biaya pemasaran yang tinggi. Hal ini akan mendorong pedagang untuk menetapkan harga jual Ikan Koi yang tinggi, sehingga pedagang mendapatkan keuntungan yang besar, menunjukkan bahwa perbedaan yang tinggi antara harga jual petani dengan harga beli konsumen mengakibatkan farmer’s share yang rendah. Haris 2003 Penelitian yang dilakukan di Pasar Porda Juwana, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati dengan judul Analisis Saluran Pemasaran Ikan Bandeng menghasilkan beberapa informasi penting diantaranya terkait dengan pola saluran pemasaran di daerah setempat, yaitu bandar, grosir dalam daerah, dan pengecer luar daerah. Masing-masing lembaga pemasaran menyalurkan ikan bandeng dari produsen petani ke konsumen. Saluran yang terbentuk dibedakan menjadi dua aliran, yaitu saluran pemasaran dalam daerah Kabupaten Pati dan saluran 11 pemasaran luar daerah Kabupaten Pati. Diantara saluran pemasaran dalam daerah, yaitu : I. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen akhir II. Petani – Bandar – Pengecer dalam daerah – Konsumen akhir III. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen Lembaga Dan polasuran pemasaran yang terbentuk di luar daerah Kabupaten Pati, yaitu : I. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen akhir II. Petani – Bandar – Grosir dalam daerah – Konsumen lembaga Selain itu analisis fungsi yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran adalah fungsi pertukaran antara petani, bandar, dan grosir. Biasanya, para bandar di daerah setempat menawarkan jasa pelelangan kepada petani dalam mematok komisi 3 – 5 persen dari petani dan grosir. Tidak jarang bandar melakukan penjualan dengan grosir luar daerah untuk menjual panennya karena pasokan tidak dapat lagi ditampung oleh grosir dalam daerah. Untuk menghemat biaya pemasaran, bandar melakukan penjualan kepada grosir luar daerah ketika tiba saat panen sekitar empat bulan sekali, sehingga ikan bandeng yang dipasok dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini terkait dengan besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan bandar pada saat distribusi berlangsung. Pada saluran pertama pemasaran dalam daerah, bandar memperoleh marjin pemasaran dari komisi yang diberikan petani sebesar tiga persen. Hal ini dapat dilihat dari harga ikan ukuran 5 – 7 ekor per kilogram dengan harga rata – rata Rp 6.200,00 menjadi 6.014,00 dipotong dengan biaya jasa pelelangan yang ditetapkan bandar pada petani atas jasa pelelangan. Kemudian dijual kembali dengan pedagang grosir sebesar Rp 7.200,00 sehingga marjin yang diperoleh pedagang grosir sebesar Rp 1.000,00. Begitu juga dengan saluran II dan III pada pemasaran dalam daerah serta saluran I dan II pada saluran pemasaran luar Kabupaten Pati. Berbicara marjin pasti terkait dengan keuntungan yang diperoleh masing – masing lembaga pemasaran. Contoh pasara saluran I pada pemasaran dalam daerah Kabupaten Pati, yaitu biaya pemasaran yang harus dikeluarkan petani terdiri dari biaya angkut Rp 20,00 per kilogram atas sewa mobil, biaya retribusi angkutan Rp 1,00 per kilogram, pembayaran komisi 186,00 per kilogram, sehingga total biaya yang dikeluarkan petani Rp 207, 00 per kilogram, dan keuntungan pun diperoleh dari pengurangan antara marjin dengan biaya yang harus dikeluarkan. Keuntungan 12 bandar Rp 155,54, keuntungan grosir Rp 955,00 dan total keuntungan yang diperoleh dalam satu saluran penuh sekitar Rp 1.110,54. pada saluran I, distribusi marjin dan farmer’s share yang diperoleh cukup tinggi sebesar Rp 83,35 persen karena penjualan yang dilakukan grosir pada konsumen lebih banya dengan jumlah pembeli sedikit sehingga harga pun lebih tinggi dibandingkan penjualan yang dilakukan kepada pedagang pengecer. Hal ini menunjukkan adanya keuntungan bagi petani karena persentase harga jual yang cukup tinggi. Sitompul 2007 Analisis usahatani dan tataniaga ikan hias mas koki oranda di desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul, supplier, dan konsumen akhirhobbies. Harga jual anakan Ikan mas koki oranda ditingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar antara Rp 130 sampai dengan Rp 150ekor. Harga jual Ikan mas koki oranda ditingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai dengan Rp 900 per – ekor. Harga yang berlaku ditingkat supplier ke pedagang pengecer berkisar antara Rp 1400 sampai dengan Rp 1500 per ekor, sedangkan ditingkat pedagang pngecer ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2000 sampai dengan Rp 2500 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola 1 dan pola 2 yaitu masing-masing sebesar 39,5 persen. Pada pola 3, rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp. 1.116,7 per ekor, sedangkan rata-rata harga yang dibayar oleh konsumen akhir adalah sebesar Rp. 1.250 per ekor. Farmer share yang diterima oleh petani pada pola 3 adalah sebesar 89,3 persen merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani, karena saluran tataniaga ikan hias mas koki yang paling pendek dan efisien. Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan saluran pemasaran dan meningkatkan kualitas produknya. 13

2.7. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu